BAB
I KONSEP DASAR ILMU
A.
Pengertian Ilmu
Kata
ilmu dalam bahasa Arab yaitu "ilm" yang berarti memahami, mengerti,
atau mengetahui. Secara sederhana ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar memperoleh
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya. Maksud dari kalimat diatas yaitu setiap ilmu membatasi diri pada
salah satu bidang kajian tertentu. Ilmu lebih mengkhususkan diri pada kejelasan
konsep yang dikajinya secara khusus, lebih sempit dan mendalam. Hal ini untuk
memudahkan para pencari ilmu dalam memfokuskan diri dalam bidang yang
dikaji.
Ilmu
bukan sekedar pengetahuan tetapi ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan berdasarkan
teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji kebenarannya
menggunakan metode-metode tertentu sesuai dengan bidang yang dikaji. Ilmu
meupakan hasil olah fikir manusia secara mendalam sehingga menghasilkan suatu
konsep ilmu yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Selain ilmu, juga
terdapat kata yang selalu berkaitan dengan ilmu yaitu pengetahuan. Pengetahuan
adalah segala sesuatu atau hal yang diketahui melalui tangkapan pancaindera,
rasio, firasat, intiusi, dan pengetahuan sikap. Oleh karena itu, tidak semua
pengetahuan adalah ilmu, tetapi semua ilmu adalah pengetahuan.
B. Persyaratan Ilmu
Ilmu
adalah pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan
mengapa. Contohnya Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya
dibatasi ke dalam hal yang bahani (materil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa
meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi
umum dari perilaku manusia yang kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini,
ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi,
atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi
perawat. Dari contoh diatas, dapat dilihat bahwa tidak semua pengetahuan dapat
untuk dijadikan suatu ilmu. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut suatu
ilmu. Persyaratan tersebut diantaranya:
1.
Objektif.
Sesuatu
dapat disebut ilmu jika sesuatu tersebut dicari dan diteliti secara mendalam
sehingga menghasilkan suatu keputusan yang kebenarannya bersifat objektif dan
dapat diterima oleh semua orang serta objek yang ditelitinya nyata. Selain itu
kebenarannya dapat diuji secara ilmiah. Jadi bukan hanya kesimpulan yang
diambil secara subjektif oleh peneliti atau subjek penunjang penelitian saja.
2.
Metodis
Metodis
berasal dari bahasa Yunani yaitu metodos yang berarti cara atau jalan. Dalam
menentukan suatu ilmu, harus memiliki cara yang valid dalam
kemungkinan-kemungkinan adanya penyimpangan dalam ilmu yang telah teruji
kebenarannya tersebut. Secara umum metodis adalah metode ilmiah untuk menguji
kebenaran suatu ilmu.
3.
Sistematis
Suatu
ilmu harus bersifat sistematis. Hal ini dimaksudkan agar objek dari suatu ilmu
tersebut dapat terurai secara teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem
yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, serta mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat yang menyangkut objek ilmu itu sendiri.
4.
Universal
Jelas
dalam menemukan suatu ilmu tertentu harus memiliki sifat universal. Hal ini
untuk menentukan ilmu tersebut dapat dipergunakan secara luas atau tidak.
Seperti ilmu matematika dan ilmu fisika yang memiliki rumus-rumus yang valid
sehingga dibelahan dunia manapun, ilmu tersebut dapat digunakan dan dapat
diterima secara luas. Selain syarat ilmu diatas, berdasarkan pandangan filsafat
ilmu didalam buku Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya, dan
teknologi, menurut Astim Riyanto (Ridwan dan Elly, 2007: 9), mengemukakan
bahwa: Sesuatu dikatakan ilmu bila memenuhi syarat secara ontologis,
epistemologis, dan aksiologis. Berikut pe
njelasan
dari syarat-syarat tersebut.
1. Setiap
ilmu memenuhi syarat secara ontologis,
apabila ilmu tersebut memiliki objek studi yang jelas. Objek yang dijadikan
bahan studi hendaknya dapat diidentifikasi, dapat diberi batasan-batasan, dan
dapat diuraikan sifat-sifatnya yang esensial. Objek studi itu hendaknya tidak
identik dengan objek studi dari ilmu lain, bukan pinjaman dari ilmu lain. Ia
haruslah mandiri, tidak bergantung pada ilmu lain.
2. Sebuah
ilmu memenuhi syarat secara epistimologi,
bila ilmu tersebut mempunyai pendekatan dan metodologinya sendiri mengenai
bagaimana atau dengan cara apa ilmu itu disusun, dibina, dan dikembangkan.
Sudah sepantasnya bahwa pendekatan dan metode yang digunakan cocok dengan
sifat-sifat hakiki dari objek studinya sendiri.
3. Sebuah
ilmu memenuhi syarat secara aksiologi,
bila ilmu tersebut dapat menunjukan nilai-nilai teoritis, hukum-hukum,
generalisasi, kecenderungan umum, konsep-konsep dan kesimpulan yang logis,
sistematis, dan saling berkaitan. Didalam teori atau konsep itu tidak terdapat
kekacauan pikiran, atau pertentangan kontradiktif diantara satu dengan yang
lainnya.
Dari
penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa dalam merumuskan suatu ilmu tidak
dapat dilakukan secara instan dan apa adanya, tetapi harus dikaji terlebih
dahulu apakah ilmu tersebut benar-benar suatu ilmu atau hanya pengetahuan untuk
diri sendiri saja.
C.
Esensi
dan Konsep Dasar Ilmu-ilmu Sosial
Sumber
dari semua ilmu pengetahuan adalah filsafat (philosophia), dari filsafat lahir
tiga cabang ilmu pengetahuan yaitu:
1. Social
Sciences (ilmu-ilmu social meliputi : sejarah, politik, ekonomi dll)
2. Natural
Science (ilmu-ilmu alam meliputi : fisika, kimia, biologi dll
3. Humanities
(ilmu-ilmu budaya meliputi : bahasa, agama, kesenian dll)
Ilmu pertama yang akan dibahas adalah ilmu-ilmu sosial (social sciences).
Ilmu pertama yang akan dibahas adalah ilmu-ilmu sosial (social sciences).
Struktur
ilmu pengetahuan termasuk ilmu sosial tersusun dalam tiga tingkatan dari yang
paling sempit ke yang paling luas yaitu fakta, konsep dan generalisasi. Secara
garis besar fakta adalah kejadian yang benar-benar terjadi di masyarakat. Yang
dimaksud konsep yaitu sesuatu yang tersimpan dalam suatu pemikiran, ide atau
gagasan. Sedangkan generalisasi yaitu pernyataan tentang hubungan diantara
konsep.
Esensi
dari ilmu-ilmu sosial mempelajari tindakan-tindakan manusia yang berlangsung
dalam proses kehidupan dalam upaya menjelaskan mengapa manusia berprilaku
seperti apa yang mereka lakukan. Ilmu-ilmu sosial belum mempunyai kaidah-kaidah
dan dalil-dalil tetap yang diterima oleh bagian terbesar masyarakat karena yang
menjadi objeknya adalah masyarakat manusia yang selalu berubah-ubah dari waktu
ke waktu.
Didalam
rumpun ilmu-ilmu sosial terdapat objek formal diantaranya:
1. Sosiologi
yaitu ilmu sosial yang mempelajari tetang hubungan antar manusia dalam konteks
sosialnya. Jadi objek formal dari sosiologi adalah interaksi atau hungan antar
manusia yang hidup dalam kelompok-kelompok tertentu.
2. Antropologi
merupakan ilmu sosial yang mempelajari aspek kebudayaan yang ada didalam
masyarakat. Objek formal dari antropologi adalah kebudayaan yang berkembang di
masyarakat.
3. Ekonomi
adalah ilmu sosial yang mempelajari tentang aspek kebutuhan manusia untuk
memenuhi keperluan jasmani manusia. Objek formal dari ilmu ekonomi adalah
kebutuhan material manusia dalam konteks sosialnya.
4. Hukum
adalah ilmu sosial yang memperhatikan perilaku manusia menurut ketentuan atau
aturan yang berlaku didalam suatu kelompok masyarakat. Objek formal dari ilmu
hukum ini adalah perilaku manusia dalam mematuhi tata tertib yang berlaku
didalam masyarakat. Hal ini sangat erat kaitannya dengan keamanan dan keadilan
didalam masyarakat.
5. Komunikasi
merupakan ilmu sosial tentang aspek pernyataan manusia dalam konteks sosialnya.
Objek formal dari ilmu komunikasi ini adalah penyampaian pesan antara encoding
(pemberi pesan) dan decoding (penerima pesan).
6. Politik
merupakan ilmu sosial yang bergelut dalam aspek kekuasaan khususnya dalam
masalah kenegaraan dan pemerintahan. Objek formah dari ilmu politik ini adalah
kekuasaan dalam suatu pemerintahan.
D.
Esensi dan Konsep Dasar Ilmu-ilmu Budaya
Budaya
merupakan hasil cipta, karya dan karsa manusia. Seperti yang telah dijelaskan
diatas bahwa dari filsafat telah lahir tiga cabang ilmu, salah satunya adalah
ilmu-ilmu budaya (humanistik). Secara
sederhana ilmu budaya dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan
untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Istilah ilmu budaya
dasar dikembangkan pertama kali di Indonesia sebagai pengganti istilah basic
humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun
istilah humanities itu sendiri berasal dari bahasa latin humnus yang astinya
manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan
seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities berkaitan dengan
nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar manusia
menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping
tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri.
Pengetahuan
budaya (the humanities) dibatasi sebagai pengetahuan yang mencakup keahlian
(disiplin) seni dan filsafat. Keahlian inipun dapat dibagi-bagi lagi ke dalam
berbagai bidang keahlian lain, seperti seni tari, seni rupa, seni music dan
lain-lain. Sedangkan ilmu budaya dasar (Basic Humanities) adalah usaha yang
diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang
konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan
kebudayaan. Dengan perkataan lain ilmu budaya dasar menggunakan
pengertian-pengertian yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan budaya
untuk mengembangkan wawasan pemikiran serta kepekaan mahasiswa dalam mengkaji
masalah manusia dan kebudayaan.
Ilmu
budaya dasar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam bahasa
Inggris disebut basic humanities. Pengetahuan budaya dalam bahasa Inggris
disebut dengan istilah the humanities. Pengetahuan budaya mengkaji masalah
nilai-nilai manusia sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan ilmu
budaya dasar bukan ilmu tentang budaya, melainkan mengenai pengetahuan dasar
dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah
manusia dan budaya.
Menurut
Ridwan dan Elly (2007: 11), mengemukakan bahwa:
Terdapat objek formal dari ilmu-ilmu yang berada dalam ruang lingkup ilmu-ilmu budaya (humaniora) adalah sebagai berikut:
Terdapat objek formal dari ilmu-ilmu yang berada dalam ruang lingkup ilmu-ilmu budaya (humaniora) adalah sebagai berikut:
1. Filsafat
sebagai ilmu merupakan cara berpikir yang kontemplatif (perenungan), radikal
(mendalam sampai ke akar-akarnya), sistematis dan universal.
2. Bahasa
objek formalnya kelompok manusia yang menggunakan bahasa tersebut dalam konteks
lingkungan sosial budaya.
3. Psikologi
objek formalnya tentang jiwa manusia, baik macam-macam gejalanya, prosesnya
maupun latar belakangnya.
E.
Esensi dan Konsep Dasar Ilmu-ilmu Kealaman
Alam
adalah sebuah benda yang telah diciptakan oleh Yang Maha Kuasa yang terdiri
dari semua makhluk yang ada didalamnya baik itu benda hidup maupun benda mati
yang menjadi sebuah kesatuan kehidupan yang tidak dapat dipisahkan. Alam tidak
dapat berdiri sendiri karena alam adalah ciptaan Yang Maha Kuasa, oleh karena
itu kelangsungan hidup alam itu tergantung pada kehidupan yang ada di dalamnya.
Di alam terdapat berbagai unsur-unsur kehidupan dimulai dari unsur yang
terkecil hingga kepada unsur yang besar. Manusia termasuk dalam unsur yang
terkecil sama seperti halnya binatang, dan tumbuhan, serta makhluk lainnya yang
ada di alam semesta ini.
Pada
dasarnya, ilmu kealaman ini mempelajari tentang berbagai gejala-gejala alami
yang ada di sekitar manusia. Seperti mengapa manusia bisa tumbuh dan
berkembang, mengapa ada air, tanah, batu, dan udara, itulah beberapa
pertanyaan-pertanyaan yang sering timbul pada manusia-manusia yang hidup pada
zaman dahulu, yang kemudian melahirkan konsep tentang ilmu kealaman. Dengan berkembangnya
zaman, ilmu inipun berkembang menjadi beberapa bagian yang mengkaji tentang
gejala alam ini dari sudut pandang yang berbeda. Bagian dari Ilmu ini antara
lain adalah Fisika, Kimia, Biologi, Astronomi dan Matematika.
Ilmu
kealaman ini adalah sebagai alat untuk mengetahui bagaimana semua ini tercipta,
dan menjadi sebuah sistem yang bernama kehidupan dan semua yang terjadi di alam
ini. Di sini manusia kenal ada ilmu Biologi yang mempelajari tentang substansi
biologis yang terdapat dalam tubuh makhluk, Fisika yang mempelajari tentang
segala energi yang terjadi di alam ini, Kimia yang mempelajari unsur-unsur yang
bersifat mikro yang dapat di alam ini dan reaksi yang ditimbulkan dari
unsur-unsur ini sehingga menjadi sebuah pengaruh besar terhadap kehidupan
makhluk di alam semesta ini, Astronomi mempelajari seluruh benda di langit dan
matematika mempelajari perhitungan yang dapat membantu manusia dalam
memprediksi kehidupannya. Pokok-pokok keilmuan ini adalah membahas tentang
pengukuran, materi dan perubahannya, mekanika, suhu dan kalor, gelombang,
bunyi, optika, listrik dan magnet, bumi dan alam semesta, tumbuhan dan
lingkungan, hewan dan lingkungan, tubuh dan gizi. Yang akhirnya akan memberikan pemahaman
kepada manusia yang diberikan akal oleh Tuhan bahwa manusia ini adalah bagian
terkecil dari seluruh kehidupan yang ada di alam semesta ini. Oleh karena
manusia memiliki kemuliaan tersebut, manusia dituntut untuk dapat menjaga
kelangsungan hidup alam semesta. Hal ini manusia membuat manusia memahami kebesaran
Tuhan.
Objek
formal dari ilmu-ilmu yang berada dalam lingkup ilmu-ilmu kealaman yaitu:
1. Astronomi
objek formalnya yaitu perkembangan benda-benda yang berada diluar angkasa.
2. Arkeologi
objek formalnya yaitu benda-benda purbakala pada masa lalu.
3. Matematika
bukanlah merupakan ilmu tetapi cara berpikir deduktif sebagai sarana dalam
kegiatan berbagai disiplin ilmu. Objek telaahannya sangat banyak diantaranya
adalah bilangan, geometri, pengukuran, aritmatika dan lain-lain.
4. Fisika
merupakan ilmu teoritis yang dibangun atas sistem penalaran deduktif yang
meyakinkan serta pembuktian induktif yang mengesankan. Objek formal ilmu fisika
diantaranya zat, gerak,ruang dan waktu dalam konsep kealaman.
5. Biologi
adalah ilmu yang mempelajari organisme atau makhluk hidup. Dan objek formal
dari ilmu biologi ini adalah organisme itu sendiri dari mulai manusia, hewan
maupun tumbuhan.
F.
PENGERTIAN DAN HAKIKAT IPS DALAM PROGRAM PENDIDIKAN
Pengertian dan hakikat
IPS sebagai program pendidikan merupakan unit pertama dari mata kuliah Kajian
IPS SD. Tentu saja Anda telah memiliki pengetahuan sosial yang didapat dari
berbagai sumber dan pengalaman hidup sebagai makhluk sosial yang mempunyai
kecenderungan kuat untuk hidup bersama dalam kelompok, dan dari pelajaran IPS
pada jenjang pendidikan sebelumnya.
Dalam unit ini Anda
akan mempelajari hakekat IPS sebagai program pendidikan yang pada pembahasannya
menerapkan pendidikan antardisiplin ilmu sosial yang mengintegrasikan berbagai
konsep ilmu sosial. Dari unit ini Anda diharapkan memiliki kemampuan sebagai
berikut.
a.
Mampu menjelaskan pengertian dari
disiplin ilmu sosial (IPS).
b.
Mampu menjelaskan tujuan pendidikan IPS.
c.
Mampu menjelaskan ruang lingkup IPS
sebagai program pendidikan.
Penguasaan hakikat,
tujuan, dan ruang lingkup IPS sebagai program pendidikan, sangat penting bagi
Anda sebagai guru SD. Untuk membantu Anda menguasai unit ini akan disajikan
bahasan dan latihan-latihan sebagai berikut.
a.
Pentingnya IPS dalam Program Pendidikan
dan Pengertian IPS.
b.
Hakikat dan Tujuan IPS.
c.
Ruang lingkup IPS sebagai program
pendidikan.
Agar berhasil dengan
baik mempelajari unit ini ikutilah petunjuk berikut.
a. Bacalah
pendahuluan dengan cermat agar memahami bagaimana dan untuk apa mempelajari
unit ini.
b. Bacalah
dengan cermat untuk menemukan kata-kata kunci yang Anda anggap penting dan
merupakan hal baru.
c. Tangkap
inti sari dari unit ini melalui pemahaman sendiri yang kemudian didiskusikan di
kelompok.
d. Mantapkan
pemahaman Anda melalui diskusi kelompok kecil mengenai pengetahuan sosial yang
dihubungkan dengan pengalaman hidup sehari-hari pada saat tutorial berlangsung.
G. Pentingnya IPS Dalam Program
Pendidikan Dan Pengertian IPS
a. Pentingnya IPS Dalam Program
Pendidikan
Setiap orang sejak
lahir, tidak terpisah dari manusia lain, khususnya dari orang tua dan lebih
khusus lagi dari ibu yang melahirkannya. Sejak saat itu si bayi telah melakukan
hubungan dengan orang lain, terutama dengan ibunya dan dengan anggota keluarga
lainnya. Meskipun masih sepihak, artinya dari orang-orang lebih tua terhadap
dirinya hubungan sosial itu telah terjadi. Tanpa hubungan sosial dan bantuan
dari anggota keluarga lain, terutama dari ibunya si bayi, si bayi tidak akan
berdaya dan tidak mampu berkembang menjadi manusia dewasa.
Selanjutnya dalam
pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani sesuai dengan penambahan umur
serta pengalaman terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya makin berkembang
dan meluas. Hal tersebut membutuhkan atau terbina melalui pengetahuan sosial,
hanya tentu saja berkenaan dengan namanya, sangat tergantung pada pernah
sekolah atau tidak. Sebutan sebagai pengetahuan sosial atau resminya Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) baru diketahui secara formal ketika kita bersekolah.
Dengan demikian maka Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dianggap sebagai ilmu yang
mempelajari tentang manusia serta untuk mempolakan sejauh mana manusia itu
berhubungan dengan orang lain dalam suatu kelompok.
Pada abad ke-20
ditandai dengan terjadinya perkembangan pesat pada berbagai bidang kehidupan,
seperti timbulnya ledakan penduduk, ledakan ilmu pengetahuan, dan ledakan
teknologi. Hal tersebut menimbulkan berbagai masalah di dalam masyarakat
seperti:
1.
Permasalahan yang menyangkut
pengorganisasian antara lain di bidang pemerintahan, perundang-undangan,
pendidikan, penyediaan keperluan hidup, kesehatan, dan kesejahteraan.
2.
Ketegangan-ketegangan di dalam
masyarakat baik dalam arti psikis maupun fisik (Misalnya keseimbangan
lingkungan, polusi, dan masalah lalu lintas).
3.
Masalah pertentangan dan kekaburan
nilai. Akibat dari hal-hal tersebut terjadi gejala kehilangan pandangan
menyeluruh, timbulnya spesialisasi yang makin intensif di bidang ilmu
pengetahuan, misalnya mengakibatkan ketidakpastian diri, terampas rasa
identitas individu, kehilangan nilainilai sosial dan tujuan etis.
b.
Mata pelajaran IPS diperlukan sebagai:
1.
Pengalaman hidup masa lampau dengan
situasi sosialnya yang labil memerlukan masa depan yang mantap dan utuh sebagai
suatu bangsa yang bulat.
2.
Laju perkembangan kehidupan, teknologi,
dan budaya Indonesia memerlukan kebijakan pendidikan yang seirama dengan laju
itu. 3. Agar output persekolahan benar-benar lebih cocok dan sesuai serta
bermanfaat.
3.
Setiap orang akan dan harus terjun ke
dalam kancah kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu perlu disiapkan ilmu khusus,
yaitu IPS.
Dilihat dari pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana dunia pendidikan selalu
tertinggal dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, maka IPS
diperlukan sebagai wadah ilmu pengetahuan yang mengharmoniskan laju
perkembangan ilmu dan kehidupan dalam dunia pengajaran. Sebab IPS mampu
melakukan lompatan-lompatan ilmu secara konsepsional untuk kepentingan praktis
kehidupan yang baru, sesuai dengan perkembangan jaman. IPS oleh para pendirinya
secara sengaja diciptakan dan dibina ke arah menuntun generasi muda mampu hidup
dalam alamnya (jaman dan lingkungannya) dengan bekal pengetahuan yang baru.
Karena IPS diarahkan
demikian, maka susunan konsep-konsep dalam IPS
sungguh sangat kompleks dan bervariasi
dari berbagai cabang ilmu sosial. Tuntutan dan persoalan kehidupan praktis
adalah buah dari lajunya pengetahuan dan teknologi yang menarik lajunya
kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, IPS mau tak mau harus berorientasi pada
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Demikianlah sekedar
gambaran yang melatarbelakangi eksistensinya pelajaran IPS di negara kita.
Keberhasilan pengajaran sangat tergantung kepada “ketepatan pilihan dan susunan
dari konsep-konsep IPS, pendekatan, orientasi program dan pengajarannya serta
tingkat inovatifnya para guru IPS itu sendiri. Sebab dalam dunia IPS, guru pada
akhirnya adalah sumber pembaharu yang paling aktual, yang tahu persis akan
keadaan, kebutuhan, serta permasalahan siswa serta masyarakatnya. Gurulah yang
diharapkan akan mampu menyesuaikan gejolak perkembangan baru ke dalam program
dan cara pengajarannya.
c.
Kajian IPS SD
Di dalam kehidupan
moderen dengan komunikasi yang serba lancar dan cepat, hubungan antarorang
menjadi makin intensif, dan peristiwa-peristiwa makin kompleks. Para pendidik
sama-sama menyadari bahwa pengetahuan mengenai saling hubungan antara orang
dengan orang, orang dengan benda-benda kebutuhan hidup, orang dengan lembaga,
dan orang dengan lingkungan perlu lebih dikembangkan dan dimiliki oleh anak
didik.
Dengan bekal
pengetahuan tersebut diharapkan bahwa hubungan antarorang, antarkelompok,
antarlembaga dan antarbangsa, akan terjalin lebih lancar, kepincangan dan
ketegangan sosial akan teratasi, sehingga dapat tercapai kehidupan masyarakat
yang serasi. IPS merupakan perwujudan dari satu pendekatan interdisipliner dari
pelajaran ilmu-ilmu sosial. Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang
ilmu-ilmu sosial antara lain: Sosiologi, Antropologi Budaya, Sejarah, Psikologi
Sosial, Geografi, Ekonomi, Politik, dan Ekologi. IPS berusaha mengintegrasikan materi
dari berbagai ilmu sosial dengan menampilkan permasalahan sehari-hari
masyarakat di sekitarnya. IPS merupakan aspek penting dari ilmu-ilmu sosial
yang dipilih dan diadaptasikan untuk digunakan dalam pengajaran di sekolah. IPS
bukan ilmu sosial, sungguhpun bidang perhatiannya sama yaitu hubungan timbal
balik di kalangan manusia. IPS hanya terdapat pada program pengajaran sekolah
semata-mata.
Ilmu-ilmu sosial
dipolakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan manusia misalnya melalui
penelitian, penemuan, atau eksperimen. IPS dipolakan untuk tujuan-tujuan
pembelajaran dengan materi sesederhana mungkin, menarik, mudah dimengerti, dan
mudah dipelajari. Untuk dapat melaksanakan program-program IPS dengan baik,
sudah sewajarnya bila guru yang mengajar IPS mengetahui benar-benar akan tujuan
pengajaran IPS, di samping pengorganisasian, bahan pelajaran, dan metode yang
dipakai dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
d.
Pengertian IPS
Istilah ilmu
pengetahuan sosial sebagaimana dirancang dalam draf kurikulum 2004 memang
membingungkan untuk dicarikan definisinya, karena dalam berbagai literatur,
baik yang ditulis oleh ahli dari luar maupun dalam negeri, kita hanya mempunyai
istilah ilmu pengetahuan sosial yang merupakan terjemahan dari social studies.
Sedangkan nama IPS dalam dunia pendidikan dasar di negara kita muncul
bersamaan dengan diberlakukannya kurikulum SD, SMP dan SMU tahun 1975. Dilihat
dari sisi keberlakuannya, IPS disebut sebagai bidang studi “baru”, karena cara
pandangnya bersifat terpadu. Hal tersebut mengandung arti bahwa IPS bagi
pendidikan dasar dan menengah merupakan hasil perpaduan dari mata pelajaran
geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi,
dan sosiologi. Perpaduan ini disebabkan mata pelajaran tersebut memiliki objek
material kajian yang sama yaitu manusia.
Dalam bidang
pengetahuan sosial, kita mengenal banyak istilah yang kadangkadang dapat
mengacaukan pemahaman. Istilah tersebut meliputi Ilmu Sosial (Social Sciences),
Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Untuk
memperjelas penggunaan istilah tersebut secara tepat, kita simak uraian
berikut.
1. Ilmu Sosial (Social Science)
Achmad Sanusi memberikan
batasan tentang ilmu Sosial (Saidihardjo, 1996:2) sebagai berikut “Ilmu sosial
terdiri dari disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf akademis
dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi yang makin lanjut dan
makin ilmiah”. Sedangkan menurut Gross (Kosasih Djahiri, 198:1), ilmu
sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makhluk
sosial secara ilmiah serta memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat
dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Selanjutnya Nursid
Sumaatnadja (1980:7), menyatakan bahwa ilmu sosial
adalah cabang ilmu pengetahuan yang
mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku
kelompok. Oleh karena itu ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Ada bermacam-macam
aspek tingkah laku manusia dalam masyarakat, seperti aspek ekonomi, sikap,
mental, budaya, dan hubungan sosial. Studi khusus tentang aspek-aspek tingkah
laku manusia inilah yang menghasilkan ilmu sosial, seperti ekonomi, ilmu hukum,
ilmu politik, psikologi, sosiologi, dan antropologi.
Jadi setiap bidang
keilmuan itu mempelajari salah satu aspek tingkah laku
manusia sebagai anggota masyarakat.
Ekonomi mempelajari aspek kebutuhan materi, antropologi mempelajari aspek
budaya, sosiologi mempelajari aspek hubungan sosial, psikologi mempelajari
aspek kejiwaan, demikian pula bidang keilmuan yang lain. Sedangkan yang menjadi
obyek materialnya adalah sama, yaitu manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Studi
Sosial (Social Studies)
Berbeda dengan ilmu
sosial, studi sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin
akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan
masalah sosial. Dalam kerangka kerja pengkajiannya, studi sosial menggunakan
bidang-bidang keilmuan termasuk ilmu sosial. Tentang studi sosial ini Achmad
Sanusi (1971:18) memberikan penjelasan bahwa, studi sosial tidak selalu
bertaraf akademis universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi
siswa sejak pendidikan dasar. Selanjutnya studi sosial dapat berfungsi sebagai
pengantar kepada disiplin ilmu sosial bagi pendidikan lanjutan atau jenjang
berikutnya. Studi sosial bersifat interdisipliner dengan menetapkan pilihan
masalah-masalah tertentu berdasarkan sesuatu referensi dan meninjaunya dari
beberapa sudut sambil mencari logika dari hubungan-hubungan yang ada satu
dengan lainnya.
Kerangka kerja studi
sosial dalam mengkaji atau mempelajari gejala dan masalah sosial di masyarakat
tidak menekankan bidang teoretis, melainkan lebih kepada bidang praktis. Oleh
karena itu studi sosial tidak terlalu bersifat akademis teoretis, melainkan
merupakan pengetahuan praktis yang dapat diajarkan mulai dari tingkat Sekolah
Dasar sampai Perguruan Tinggi. Pendekatan studi sosial bersifat interdisipliner
atau multidisipliner dengan menggunakan berbagai bidang keilmuan. Maksudnya
bahwa studi sosial dalam meninjau suatu gejala sosial atau masalah sosial
dilihat dari berbagai dimensi/sudut/segi/aspek kehidupan.
Sedangkan ilmu sosial
pendekatannya bersifat disipliner dari bidang ilmunya masing-masing.
Kesimpulannya dapat dikatakan bahwa studi sosial lebih
memperlihatkan suatu bentuk gabungan
ilmu sosial. Tugas studi sosial, sebagai suatu bidang studi mulai dari tingkat
SD sampai ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, adalah membina warga
masyarakat yang mampu menyerasikan kehidupannya berdasarkan kekuatan-kekuatan
fisik dan sosial dan mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya.
Oleh karena itu materi dan metode penyajiannya harus sesuai dengan misi yang
diembannya.
3. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Bagi sekelompok kecil
ahli pendidikan di Indonesia, sebenarnya telah memakai istilah IPS dalam
pertemuan-pertemuan ilmiah, jauh sebelum diberlakukannya kurikulum 1975. Nama-nama yang dipergunakan dalam
kesempatan ini bermacam-macam, antara lain ada yang memakai istilah Studi
Sosial yang dekat dengan istilah aslinya, ada pula yang menyebutnya dengan
Ilmu-Ilmu Sosial dan ada yang menamakannya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Namun sejak tahun 1976
nama IPS telah menjadi nama baku. Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari
literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social
Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama
sebuah Komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan pada
tahun 1913. Tujuan dari lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli
yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat Sekolah Dasar dan
Menengah, dan ahliahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat sama. Nama Komite
itulah yang kemudian dipergunakan sebagai nama kurikulum yang mereka hasilkan.
Meskipun demikian nama “Social
Studies” menjadi makin terkenal pada tahun 1960-an, ketika pemerintah mulai
memberikan dana untuk mengembangkan
kurikulum tersebut. Pada waktu Indonesia
memperkenalkan konsep IPS, pengertian dan tujuannya tidaklah persis sama dengan
Social Studies yang ada di Amerika Serikat. Mengapa demikian? Karena
kondisi masyarakat Indonesia memang berbeda dengan kondisi masyarakat Amerika
Serikat. Ini mengisyaratkan adanya penyesuaian-penyesuaian tertentu. Sebenarnya
keadaan ini sangat baik, karena setiap ide yang datang dari luar kita terima
kalau memang sesuai dengan kondisi masyarakat kita. Mulyono Tj. (1980:8)
memberi batasan IPS bahwa IPS sebagai pendekatan interdisipliner (Inter-disciplinary
approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu sosial. IPS merupakan integrasi dart
berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya,
psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal
ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996: 4), bahwa IPS merupakan
hasil kombinasi atau basil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran
seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik. Mata pelajaran
tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama, oleh karena itu dipadukan menjadi satu
bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Dengan demikian jelas
bahwa IPS adalah fusi dari disiplin ilmu-ilmu sosial. Pengertian fusi di sini
berarti bahwa IPS merupakan suatu bidang studi utuh yang tidak terpisah-pisah
dalam kotak-kotak disiplin ilmu yang ada. Artinya, bahwa bidang studi IPS tidak
lagi mengenal adanya pelajaran geografi, ekonomi, sejarah secara terpisah,
melainkan semua disiplin tersebut diajarkan secara terpadu. Dalam kepustakaan kurikulum pendekatan terpadu
tersebut dinamakan
pendekatan “broadfield”.
Dengan pendekatan tersebut batas disiplin ilmu menjadi lebur, artinya terjadi
sintesis antara beberapa disiplin ilmu.
Dengan demikian
sebenarnya IPS berinduk kepada ilmu-ilmu sosial, dengan pengertian bahwa teori,
konsep, prinsip yang diterapkan pada IPS adalah teori, konsep dan prinsip yang
ada dan berlaku pada ilmu-ilmu sosial. Ilmu sosial dengan bidang keilmuannya
dipergunakan untuk melakukan pendekatan, analisis, dan menyusun alternatif
pemecahan masalah sosial yang dilaksanakan pada pengajaran IPS.
4.
Sejarah Perkembangan IPS di Indonesia
Bidang studi IPS yang
masuk ke Indonesia adalah berasal dari Amerika Serikat dengan nama asli di
negara asalnya disebut Social Studies. Pertama kali Social
Studies dimasukkan dalam kurikulum sekolah di Rugby (Inggris)
pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri. Pada
pertengahan abad 18 di Inggris terjadi Revolusi Industri yang ditandai dengan
perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Revolusi industri
membawa perubahan yaitu mendatangkan kemakmuran bagi sebagian masyarakat
Inggris. Di sisi lain Revolusi Industri menimbulkan paham kapitalisme dan
dehumanisasi yaitu manusia tidak dihargai sebagai manusia atau tidak
memanusiakan manusia, karena para industrialis lebih menghargai faktor
produksi, modal, dan uang daripada tenaga manusia. Setelah memperhatikan
situasi tersebut maka Thomas Arnold bermaksud menanggulangi proses
dehumanisasi, dengan cara memasukkan Social Studies ke dalam
kurikulum di sekolahnya. Adapun tujuannya adalah agar siswa mempelajari masalah
interaksi manusia serta ikut berperan aktif dalam kehidupan masyarakat (Poerwito,
1991/1992:7).
Latar belakang
dimasukkan Social Studies dalam kurikulum sekolah di Amerika
Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi penyebabnya juga
berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras di antaranya
adalah ras Indian yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih yang datang
dari Eropa, dan ras Negro yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di
perkebunan-perkebunan negara tersebut. Pada awalnya penduduk Amerika Serikat
yang multiras tersebut tidak menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung
perang saudara antara Utara dan Selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak
yang berlangsung tahun 1861-1865. Amerika Serikat yang telah menjadi kekuatan
dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multiras tersebut
merasa kesulitan untuk menjadi satu bangsa. Selain itu juga adanya perbedaan
sosial ekonomi yang sangat tajam.
Para pakar
kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang
multiras tersebut menjadi merasa satu bangsa, yaitu bangsa Amerika. Salah satu
cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan Social Studies ke
dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah
dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi National dari The
National Education Association memberikan rekomendasi
tentang perlunya Social Studies dimasukkan ke dalam kurikulum
semua Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah (selanjutnya disebut SD dan SM)
Amerika Serikat. Adapun wujud Social Studies ketika lahir
merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi, dan civics.
Faktor lain yang
menyebabkan dimasukkannya Social Studies ke dalam kurikulum
sekolah adalah keinginan para pakar pendidikan. Mereka menginginkan agar
setelah meninggalkan SD dan SM (1) para siswa menjadi warga negara yang baik,
dalam arti mengetahui dan menjalankan hak-hak dan kewajibannya. (2) para siswa
lulusan SD dan SM dapat hidup bermasyarakat secara seimbang dalam arti
memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, para siswa tidak perlu harus menunggu belajar ilmu-ilmu sosial di
Perguruan Tinggi,
tetapi harus sudah mendapat bekal pelajaran IPS di SD dan SM. Pertimbangan lain
dimasukkannya Social Studies ke dalam kurikulum sekolah adalah kemampuan
siswa sangat menentukan dalam pemilihan dan pengorganisasian materi IPS. Agar
materi pelajaran IPS lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa SD dan
SM, bahanbahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat.
Bahan atau materi yang
diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta lingkungan alam dan
masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai makna
lebih besar bagi para siswa daripada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit
dalam ilmu-ilmu sosial. Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam
kurikulum sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika
Serikat. Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau,
termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI.
Setelah keadaan tenang pemerintah “Orde Baru” melancarkan Pembangunan Lima
Tahun (PELITA). Pada masa Pelita I (1969- 1974) Tim Peneliti Nasional di bidang
pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Lima
masalah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Masalah
kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Masalah kualitas, menyangkut peningkatan mutu
lulusan.
3. Masalah relevansi, berkaitan dengan kesesuaian
sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4. Masalah
efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Masalah
pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi
kepentingan pembangunan nasional.
Salah satu upaya untuk
mengatasi masalah tersebut adalah melakukan pembaharuan kurikulum sekolah. Pada
awal masa Pelita I, pemerintah membentuk Proyek Pembaharuan Kurikulum dan Metode
Mengajar (PPKM) yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menciptakan
kurikulum sekolah secara lokal. Pembaharuan kurikulum tersebut dilaksanakan di
Sekolah Laboratorium di IKIP Malang yang dikenal dengan “Sekolah Ibu Pakasi”.
Di sekolah ini diberlakukan kurikulum lokal yang memiliki ciri-cirisebagai
berikut.
1. Penggabungan
SD dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi SD 8 Tahun.
2. Penggabungan
mata pelajaran sejenis, salah satunya adalah menjadi bidang studi IPS.
3. Pelaksanaan
sistem kredit yang memungkinkan siswa menyelesaikan program pendidikan tidak
secara klasikal melainkan secara individu.
Langkah pemerintah
selanjutnya adalah melakukan pembaharuan sistem
pendidikan melalui Proyek Perintis
Sekolah Pembangunan (PPSP). Proyek ini menyelenggarakan sekolah percobaan di
delapan IKIP, yaitu Padang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang,
Ujung Pandang dan Manado. Dalam kurikulum sekolah tersebut tercantum bidang
studi IPS yang merupakan perpaduan dari sejarah, geografi dan ekonomi; mulai dari
SD sampai Sekolah Menengah.
Dalam lingkup yang
lebih luas, kemudian pemerintah memberlakukan Kurikulum 1975 bagi semua SD dan
SM. Dalam kurikulum ini tercantum bidang studi IPS, mulai dari SD sampai SM.
Secara singkat IPS diartikan sebagai bidang studi kemasyarakatan secara terpadu
(integrasi). Untuk SD, IPS merupakan perpaduan mata pelajaran sejarah, geografi
dan ekonomi. Untuk SMP ditambah kependudukan dan koperasi. Sedangkan untuk SMA,
IPS ditambah lagi Tata Buku dan Hitung Dagang. Setelah Kurikulum 1975
dilaksanakan selama hampir sepuluh tahun, pemerintah memberlakukan kurikulum
baru yaitu Kurikulum 1984. Belajar dari pengalaman implementasi Kurikulum 1975
yang tidak memungkinkan penggunaan IPS terpadu untuk semua jenjang sekolah,
maka dilakukan modifikasi.
Pada Kurikulum 1984,
pengajaran IPS terpadu hanya dilaksanakan di SD, sedangkan di SMP digunakan
pendekatan IPS Terkait (korelasi), dan untuk SMA tidak lagi dikenal IPS terpadu
melainkan diajarkan secara terpisah sehingga muncullah mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, antropologi,
sosiologi dan tata negara yang berdiri sendiri.
Pada periode berikutnya, pemerintah
memberlakukan kurikulum baru lagi, yaitu Kurikulum 1994. Menurut Kurikulum
1994, program pengajaran IPS di SD terdiri dari IPS Terpadu dan Sejarah
Nasional. IPS terpadu adalah pengetahuan yang bersumber dari geografi, ekonomi,
sosiologi, antropologi dan ilmu politik yang mengupas tentang berbagai
kenyataan dan gejala dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Sejarah Nasional
adalah pengetahuan mengenai proses perkembangan masyarakat Indonesia dari masa
lampau sampai dengan masa kini. Untuk tingkatSMP, IPS hanya mencakup bahan
kajian geografi, ekonomi, dan sejarah. Khusus mata pelajaran sejarah mencakup
materi yang lebih luas yakni mengenai proses perkembangan masyarakat Indonesia
dan masyarakat dunia sejak masa lampau hingga sekarang. Sedangkan untuk SMA,
IPS tetap diajarkan secara terpisah atau berdiri sendiri.
Dari uraian tersebut di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk pertama kalinya mata pelajaran IPS
muncul dalam kurikulum lokal yang dikembangkan oleh sekolah Ibu Pakasi di
Malang dan kemudian diuji cobakan di delapan IKIP di Indonesia dan
diimplementasikan secara nasional sejak diberlakukannya Kurikulum 1975.
5. Alasan Mempelajari IPS
Pengajaran IPS sangat
penting bagi jenjang pendidikan dasar dan menengah karena siswa yang datang ke
sekolah berasal dari lingkungan yang berbeda-beda. Pengenalan mereka tentang
masyarakat tempat mereka menjadi anggota diwarnai oleh lingkungan mereka
tersebut. Sekolah bukanlah satu-satunya wahana atau sarana untuk mengenal
masyarakat. Para siswa dapat belajar mengenal dan mempelajari masyarakat baik
melalui media cetak maupun elektronika, misalnya melalui acara televisi, siaran
radio, dan membaca koran.
Pengenalan siswa
melalui wahana luar sekolah mungkin masih bersifat umum, terpencar-pencar, dan
samar-samar. Oleh karena itu agar pengenalan tersebut dapat lebih bermakna,
maka bahan atau informasi yang masih umum dan samar-samar tersebut perlu
disistematisasikan.
Dengan demikian sekolah
mempunyai peran dan kedudukan yang penting karena apa yang telah diperoleh di
luar sekolah dikembangkan dan diintegrasikan menjadi sesuatu yang lebih
bermakna di sekolah sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan siswa.
Sesuai dengan tingkat perkembangannya, siswa SD belum mampu memahami keluasan
dan kedalaman masalah-masalah sosial secara utuh, tetapi mereka dapat
diperkenalkan kepada masalah-masalah tersebut. Melalui pengajaran IPS siswa
dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepekaan untuk
menghadapi hidup dengan tantangan-tantangannya. Selanjutnya diharapkan bahwa
mereka kelak mampu bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi. Perlu disadari bahwa dunia sekarang telah mengalami
perubahan-perubahan yang sangat cepat di segala bidang. Kemajuan teknologi dan
informasi telah mengenalkan kita pada realitas lain dari sekedar realitas fisik
seperti yang sebelumnya kita rasakan.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, transportasi, dan komunikasi
hubungan antarnegara tetangga menjadi lebih luas, karena dunia seakan-akan
menjadi tetangga dekat. Dengan demikian seolah-olah dunia “dipindahkan” ke
ruang di dalam rumah sendiri. Dalam hal ini IPS berperan sebagai pendorong untuk
saling pengertian dan persaudaraan antara umat manusia.
Selain itu juga IPS
memusatkan perhatiannya pada hubungan antar manusia dan pemahaman sosial.
Dengan demikian IPS dapat membangkitkan kesadaran bahwa kita akan berhadapan
dengan kehidupan yang penuh tantangan. Dengan kata lain, IPS mendorong kepekaan
siswa terhadap hidup dan kehidupan sosial. Jadi alasan mempelajari IPS untuk
jenjang pendidikan dasar dan menengah
adalah sebagai berikut.
1.
Agar siswa dapat mensistematisasikan bahan,
informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki menjadi lebih bermakna.
2.
Agar siswa dapat lebih peka dan tanggap
terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.
3.
Agar siswa dapat mempertinggi toleransi
dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antarmanusia.
Berikut ini dikemukakan pengertian IPS
dari berbagai ahli.
1.
IPS adalah sebagai “those”
(studies) whose subject matter relates to the organization and development
organisasi human society and to man as member of social group” (Binning &
Binning, 1952:2)
2.
IPS adalah “the study of man
information society information the past, present and future. Social studies
emerges as a subject of prime importance for study information school (Mathias,
1973:20-21).
3.
IPS adalah “those portions aspect
of the social sciences that have been selected and adapted for use informasi
the school or the other instruction situation. Dikatakan juga “the
social a studies are the sosial sciences simplified for pedagogical purposes
information school (Wesley, 1952:9).
4.
Social studies the study of people
carried on in other to help students understand themselves and others in a
varieties of societies in different places and at different times as individual
and group seek to meet the needs through many institution as those human beings
search for a satisfying a personal philosophy and the good society (Kenworthy,
1952).
5.
The social studies as a part of the
elementary school curriculum draw subject matter
content from the social science, history, sociology, political, science,
social psychology, philosophy, anthropology and economic. (Jarolimek,
1967:4)
Jadi IPS adalah ilmu
pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu
sosial dan ilmu lainnya serta kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan
dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan.
Rangkuman
Perkembangan hidup
seseorang pada hakikatnya mulai dari saat dia lahir sampai menjadi dewasa,
tidak terlepas dari masyarakat. Oleh karena itu pengetahuan sosial dapat
dikatakan tidak asing bagi setiap orang. Kehidupan sosial manusia di masyarakat
beraspek majemuk yang meliputi aspek-aspek hubungan sosial, ekonomi, psikologi,
budaya, sejarah, geografi, dan politik.
Karena tiap aspek
kehidupan sosial
itu mencakup lingkup yang luas, untuk mempelajari
dan mengkajinya menuntut bidang-bidang ilmu yang khusus. Melalui ilmu-ilmu
sosial dikembangkan bidangbidang ilmu tertentu sesuai dengan aspek kehidupan
sosial masing-masing. Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai bidang pendidikan, tidak
hanya membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial, melainkan lebih jauh
dari pada itu berupaya membina dan mengembangkan peserta didik menjadi sumber
daya manusia yang berketerampilan sosial dan intelektual sebagai warga
masyarakat dan warga negara yang memiliki perhatian, kepedulian sosial yang
bertanggung jawab. Kehidupan di masyarakat dan bermasyarakat yang terus
berkembang, menjadi landasan bagi pengembangan IPS sebagai bidang pendidikan
yang disesuaikan dengan perubahan dan tuntutan kemajuan kehidupan.
Pengetahuan sosial
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik
tingkah laku perorangan maupun tingkah laku kelompok. Ada bermacam-macam aspek
tingkah laku manusia dalam masyarakat, seperti aspek budaya sikap, mental,
ekonomi, dan hubungan sosial. Aspek-aspek inilah yang kemudian mengkondisikan
untuk menghasilkan pengetahuan disiplin ilmu sosial dan dipelajari di sekolah.
Ilmu pengetahuan sosial yang dipelajari di sekolah diimplikasikan sesuai dengan
tingkatan yang berada pada jenjang pendidikan. Untuk itu IPS merupakan mata
pelajaran yang penting bagi jenjang pendidikan dasar. Hal ini dipandang bahwa
pendidikan dasar merupakan pendidikan yang mendasari jenjang pendidikan
selanjutnya dengan pertimbangan aspek-aspek tingkah laku perlu1 dipolakan
sedini mungkin agar mereka berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan.
6.
Hakikat Dan Tujuan IPS
a. Hakekat
IPS
Hakikat dari IPS
terutama jika disorot dari anak didik adalah: Sebagai pengetahuan yang akan
membina para generasi muda belajar ke arah positif yakni mengadakan
perubahan-perubahan sesuai kondisi yang diinginkan oleh dunia modern atau
sesuai daya kreasi pembangunan serta prinsip-prinsip dasar dan sistem nilai
yang dianut masyarakat serta membina kehidupan masa depan masyarakat secara lebih
cemerlang dan lebih baik untuk kelak diwariskan kepada turunannya secara lebih
baik. IPS sebagai paduan dari sejumlah subjek (ilmu) yang isinya menekankan
pembentukan warga negara yang baik daripada menekankan isi dan disiplin subjek
tersebut. Dalam Kurikulum IPS 1975, dikatakan sebagai berikut: IPS adalah
bidang studi yang merupakan paduan dan sejumlah mata pelajaran sosial.
Bidang pengajaran IPS
terutama akan berperan dalam pembinaan kecerdasan keterampilan, pengetahuan,
rasa tanggung jawab, dan demokrasi. Pokok-pokok persoalan yang dijadikan bahan
pembahasan difokuskan pada masalah kemasyarakatan Indonesia yang aktual. IPS
mengemban dua fungsi utama yaitu, membina
pengetahuan, kecerdasan dan keterampilan yang bermanfaat bagi pengembangan
dan kelanjutan pendidikan siswa dan membina sikap yang selaras dengan
nilai-nilai Pancasila dan UUD 45.
Setiap orang sejak
lahir, tidak terpisahkan dari manusia lain, khususnya dari orang tua, dan lebih
khusus lagi dari ibu yang melahirkannya. Sejak saat itu Si bayi telah melakukan
hubungan dengan orang lain, terutama dengan ibunya dan anggota keluarga yang
lainnya. Meskipun masih sepihak, artinya dari orang-orang yang lebih tua
terhadap dirinya, hubungan sosial itu telah terjadi. Tanpa hubungan sosial dan
bantuan dari anggota keluarga lain, terutama dari ibunya, si bayi tidak berdaya
dan tidak akan mampu tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa.
Selanjutnya dalam
pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani sesuai
dengan penambahan umur, pengenalan serta
pengalaman seseorang (si bayi) terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya
makin berkembang dan meluas. Pengenalan manusia lain di luar dirinya, tidak
hanya terbatas pada orang-orang dalam keluarga, melainkan meliputi teman
sepermainan, para tetangga, warga kampung, dan demikian seterusnya. Hubungan
sosial yang dialami, makin meluas dari pengalaman, pengenalan serta hubungan
sosial tersebut, dalam diri seseorang akan tumbuh pengetahuan tentang
seluk-beluk hidup bermasyarakat. Berkenaan dengan kebutuhan tertentu sifat-sifat
orang lain, tempat yang pernah dikunjungi, halhal yang baik dan buruk,
hal-hal yang salah serta yang benar dalam hidup bermasyarakat. Pengetahuan yang
melekat pada diri seseorang termasuk yang melekat pada diri kita masing-masing,
dapat dirangkum sebagai “Pengetahuan Sosial”. Kelahiran manusia yang kemudian
diikuti oleh hubungan pergaulan, penjelajahan, pemenuhan kebutuhan, dan lain
sebagainya yang dialami dalam kehidupan di masyarakat serta bermasyarakat telah
membentuk pengetahuan sosial dalam diri kita masing-masing. Dengan perkataan
lain, dalam diri setiap orang tidak terkecuali, dengan kadar yang berbeda baik
kuantitatif maupun kualitatif, telah terbina pengetahuan sosial. Hanya tentu
saja berkenaan dengan namanya sangat tergantung pada permintaan sekolah atau
tidak. Sebutan sebagai pengetahuan sosial atau resminya Ilmu Pengetahuan Sosial
yang disingkat IPS, baru diketahui setelah secara formal kita bersekolah.
Cobalah Anda perhatikan, amati dan hayati hal yang baru kita bahas tadi.
Kemudian apabila kita
hayati lebih lanjut, kehidupan manusia masyarakat
dan bermasyarakat tidak hanya meliputi
aspek-aspek lain yang berhubungan satu sama lain. Kehidupan manusia di
masyarakat itu beraspek majemuk atau multiaspek. Tak usah kita melihat keadaan
yang jauh-jauh, hayatilah kehidupan kita masingmasing dalam hubungan hidup
dengan orang lain atau hidup di masyarakat. Tanpa busana atau tidak berpakaian
kita tidak akan berani berhubungan dengan orang lain. Baju atau pakaian atau
sandang, merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk hidup bermasyarakat.
Kebutuhan pokok lainnya yaitu makanan atau bahan pangan. Makan bagi kita
manusia, tidak hanya semata-mata untuk mempertahankan hidup, melainkan juga
sebagai kekuatan untuk mampu berhubungan dengan orang lain. Bahkan makanan-makanan
tertentu ada gengsi dan nilai sosialnya. Bagi masyarakat tertentu, makan nasi
atau nasi sebagai makanan pokok memiliki nilai sosial yang lebih baik
dibandingkan dengan hanya makan ketela atau umbi-umbian yang lain.
Pada hal nilai gizinya
tidak jauh berbeda. Kebutuhan lain yang melekat dengan manusia sebagai anggota
masyarakat adalah kebutuhan tempat berlindung atau rumah atau juga disebut
papan. Rumah ini juga tidak hanya sekedar tempat berlindung, melainkan juga ada
gengsi dan nilai sosialnya. Pemilikan rumah ada kebanggaan sosial tersendiri.
Dari kenyataan yang
demikian, dalam kehidupan di masyarakat dan bermasyarakat, kebutuhan materi
pokok yang meliputi pangan, sandang, dan papan, selain memancarkan aspek
ekonomi dari kehidupan tersebut, juga terkait dengan aspek kejiwaan atau aspek
psikologis. Keterkaitan aspek-aspek tersebut, dapat Anda amati dan hayati dari
kehidupan praktis sehari-hari dari pengalaman Anda masingmasing. Kebutuhan
hidup manusia sebagai anggota masyarakat, tidak hanya terbatas pada kebutuhan
ekonomi, melainkan juga meliputi kebutuhan penambahan pengetahuan dan ilmu
seperti yang Anda lakukan saat ini tanpa menambah pengetahuan dan ilmu,
kehidupan kita di masyarakat akan tersisihkan dalam arti terdesak oleh orang
yang lebih tinggi pengetahuan dan ilmunya. Pengetahuan dan ilmu, sangat
membantu kita manusia memanfaatkan sumber daya bagi kesejahteraan. Oleh karena
itu, pengetahuan dan ilmu ini mengembangkan teknologi yang membantu kita
meningkatkan kesejahteraan. Keterkaitan antara pengetahuan, ilmu dan teknologi
dalam kehidupan masyarakat dewasa ini melahirkan ungkapan IPTEK sebagai
singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Aspek kehidupan ini, merupakan
ungkapan kemampuan manusia memanfaatkan akal pikirannya. Dalam memenuhi tuntutan
hidup bermasyarakat. Aspek kehidupan tersebut merupakan aspek budaya yang
menjadi salah satu ciri kemampuan manusia memanfaatkan akal pikirannya dalam
memenuhi tuntutan hidup bermasyarakat. Aspek kehidupan merupakan aspek budaya
yang menjadi salah satu ciri kemampuan umat manusia yang berbeda dengan makhluk
hidup non-manusia. Anda dipersilahkan menghayati, mengamati dan menelaah
aspek-aspek budaya ini. Budaya sesungguhnya berasal dari kata buddhayah (bahasa
Sansekerta} yang berarti “akal”. Dengan demikian, aspek budaya
yang sedang kita bicarakan, tidak lain aspek kehidupan manusia dalam
memanfaatkan dan mengembangkan kemampuan akal bagi kepentingan hidup manusia
itu sendiri. Jika kita telaah dan hayati secara mendalam, pengembangan aspek
budaya tidak dapat dilepaskan dari aspek ekonomi. Anda menambah pengetahuan,
mengembangkan ilmu dan menguasai teknologi, bukan semata-mata untuk kepentingan
IPTEK, melainkan terkait dengan tujuan mensejahterakan serta memakmurkan
kehidupan Anda sendiri, yang akhirnya juga mensejahterakan masyarakat. Oleh
karena itu, aspek budaya ini sangat erat hubungannya dengan aspek ekonomi.
Selanjutnya, Anda dapat menghayati sendiri penguasaan IPTEK yang makin
meningkat, juga meningkatkan kepercayaan diri, kebanggaan diri dan kemampuan
intelektual dalam menghadapi1 berbagai masalah. Dengan demikian, aspek budaya
ini berkaitan dengan aspek psikologi.
Cobalah Anda amati
keadaan di sekitar Anda, baik di lingkungan kabupaten sampai di lingkungan
negara. Betapa cepatnya perubahan lingkungan sebagai akibat pemanfaatan dan
penerapan IPTEK. Pembangunan gedung-gedung, jembatan, jalan dan seterusnya yang
makin menunjang kehidupan, merupakan ungkapan nyata aspek budaya dalam bentuk
penerapan IPTEK tersebut. Namun demikian, kita dapat menelaah ke belakang
sekitar 10 atau 20 tahun yang lalu, bagaimana keadaan lingkungan kota atau
membandingkan kemajuan hari ini dengan 10 atau 20 tahun yang lalu.
Keadaan lingkungan kota
atau desa bahkan Negara itu? Bahkan lebih jauh lagi, kita dapat membandingkan kemajuan
hari ini dengan keadaan pada zaman penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang
yang telah lampau. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
urutan waktu dengan peristiwa sangat bermakna dalam menelaah perkembangan serta
kemajuan. Urutan waktu dengan peristiwa yang merupakan aspek sejarah dalam
kehidupan manusia, memiliki arti yang berharga bagi kita manusia sendiri.
Dengan menelaah waktu dan peristiwa selain dapat mengkaji perkembangan serta
kemajuan, juga dapat mengembangkan kewaspadaan terhadap peristiwa-peristiwa
masa lampau yang membawa malapetaka bagi umat manusia. Dengan memperhatikan
aspek sejarah ini, kita manusia dapat menghindari keburukan masa lampau yang
merugikan umat manusia.
Selanjutnya juga,
dengan menelaah aspek sejarah tersebut kita dapat memproyeksikan kemajuan di
masa yang akan datang. Oleh karena itu ada ungkapan “Harus Belajar dari
Sejarah”, yang bermakna kewaspadaan terhadap pengalaman buruk masa lampau
supaya tidak terulang lagi. Kehidupan manusia tidak hanya terkait dengan aspek
waktu atau aspek sejarah, melainkan terkait juga dengan aspek tempat atau aspek
ruang. Peristiwa kehidupan manusia, tidak hanya dicirikan oleh waktunya,
melainkan terkait dengan ruang dan tempat kejadiannya. Cobalah Anda hayati
masing-masing, pertanyaan yang diarahkan kepada Anda, tidak hanya” Kapan Anda
lahir”, melainkan juga “Di mana Anda lahir”. Di sini menunjukkan bahwa ruang
atau tempat, memiliki makna tersendiri dalam kehidupan manusia. Suatu tempat
atau ruang di muka bumi, secara alamiah dicirikan oleh kondisi alamnya yang
meliputi alam dan cuaca, jenis serta kesuburan tanah, sumber daya air,
ketinggian dari permukaan laut, jaraknya dari pantai dan sifat-sifat alamiah
lainnya.
Keseluruhan kondisi
alam tadi mencirikan karakter alamiah setempat yang
memberikan “peluang” kepada manusia
penghuninya untuk mengembangkan suatu pola kehidupan. Tempat atau ruang
permukaan bumi yang lebih karakter kelautan atau maritin, memberikan peluang
kepada manusia yang menjadi pendukungnya untuk mengembangkan pola kehidupan
sebagai nelayan. Kondisi ruang permukaan bumi yang beriklim lembab kaya akan
sumber daya air dan tanahnya subur, memberikan peluang pada penduduk manusia,
sebagai penghuninya untuk mengembangkan peternakan ekstensif atau paling tidak
penggembalaan.
Hubungan ke ruangan
(spatial relation) antara faktor alam (iklim, kesuburan tanah, kekayaan sumber
daya air, ketinggian dari permukaan taut, jarak dari pantai, bentuk permukaan,
tumbuh-tumbuhan penutup permukaan lahan, dan sebagainya) dengan (jumlah
penduduk, kualitas penduduk, mata pencaharian, penguasaan IPTEK, dan
lain-lainnya) di sesuatu tempat di permukaan bumi, memberikan karakter (ciri
khas) pada tempat tersebut. Hal ini dapat Anda saksikan apabila Anda melakukan
pengamatan, penghayatan, dan penelahaan mulai dari daerah pedalaman atau
pegunungan ke pantai atau sebaliknya, serta Anda melakukan hal yang sama dari
daerah pedesaan ke daerah perkotaan, atau sebaliknya. Keadaan yang demikian itu
dalam kehidupan manusia termasuk dalam aspek geografi. Aspek ini dapat
dijadikan petunjuk tentang karakteristik setempat yang berhubungan dengan
masalah kehidupan manusia yang terkait dengan kondisi setempat.
Selanjutnya, apabila
Anda hubungan suatu peristiwa kehidupan manusia antara aspek sejarah dengan aspek
geografinya, selain dapat mengungkapkan faktorfaktor alam dengan faktor-faktor
manusianya., juga Anda dapat menganalisis perkembangannya dari waktu ke waktu.
Anda dapat menganalisis dinamika kehidupan manusia, baik yang bermakna bagi
kesejahteraan hidup maupun yang menjadi kendala, bahkan yang membahayakannya.
Oleh karena itu aspek sejarah dengan aspek geografi ini tidak dapat diabaikan
dalam menelaah kehidupan manusia di masyarakat dan bermasyarakat.
Cobalah Anda amati dan
kita hayati kehidupan bermasyarakat itu mulai dari keluarga, para tetangga
sampai di lingkungan yang lebih luas. Anda hayati dan amati “mengapa “di
masyarakat itu terjadi keutuhan seluruh kemantapan kehidupan”. Keadaan yang
demikian itu, tidak dapat dilepaskan karena adanya norma, nilai dan
kepemimpinan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Kehidupan yang paling
inti dan mendasar “Mengapa ada keutuhan serta kemantapan dalam keluarga. Hal
tersebut terjadi karena kehidupan itu berpijak pada norma tertentu, nilai yang
menjadi pegangan serta adanya kepemimpinan oleh sang ayah (suami) sebagai
kepala keluarga. Meskipun norma dan nilai itu tidak tertulis hitam diatasi
putih, namun menjadi aturan main serta pegangan dalam menggariskan
kepemimpinan, hak dan kewajiban anggota masyarakat dalam hal ini tiap anggota
keluarga. Dalam masyarakat, khususnya dalam keluarga terdapat pengembangan
kebijaksanaan yang mengatur keluarga itu sebagai suatu bentuk “Pemerintahan”
atau suatu bentuk “Negara”. Aspek inilah menciptakan kesejahteraan, ketentraman
dan keamanan keluarga.
Apabila kita amati dan
kita hayati lebih luas lagi, pada masyarakat “sederhana” yang belum memiliki
aturan-aturan dan tata tertib yang tertulis seperti di masyarakat “suku anak dalam” aspek politik
pada mereka sangat kuat dalam mengatur hidup serta kehidupan mereka. Di tingkat
bangsa dan Negara, aspek politik ini telah ditentukan secara tertulis dalam
Undang-Undang, baik berkenaan dengan hukum dengan peraturannya, maupun
berkenaan dengan hak serta kewajiban para warganya. Aspek politik inilah yang
mengatur kesejahteraan, ketentraman dan keamanan masyarakat dalam hal ini
bangsa dan negara.
Apabila kita cermati
kembali apa yang telah didiskusikan, dan Anda amati serta hayati di dalam
kehidupan di masyarakat dan bermasyarakat itu, betapa petingnya. Seperti telah
kita bahas bersama, kehidupan itu beraspek majemuk, yang meliputi aspek-aspek
hubungan sosial, ekonomi, pisikologi, budaya sejarah, geografi, dan politik.
Dalam kajian yang lebih mendalam, aspek-aspek tersebut dipelajari dalam
ilmu-ilmu sosial. Segala hal yang berhubungan dengan aspek hubungan sosial yang
meliputi proses, faktor, perkembangan permasalahan dan lain-lain sebagainya,
dipelajari serta dikaji dalam ilmu yang disebut sosiologi.
Aspek ekonomi yang
meliputi perkembangan, faktor dan permasalahan, dipelajari serta dikaji dalam
bidang ilmu yang disebut ilmu ekonomi. Aspek pisikiogi
dengan segala permasalahanya, dipelajari dan dikaji dalam bidang ilmu yang
dinamai pisikologi sosial. Sedangkan aspek
budaya dengan segala permasalahan dan perkembangannya, dipelajari dan dikaji
dalam bidang ilmu yang disebut antropologi. Aspek sejarah yang tidak
dapat dilepaskan dari perkembangan hidup manusia, dipelajari dan dikaji dalam
ilmu sejarah. Aspek geografi memberikan karakter ruang terhadap kehidupan
manusia di masyarakat dan bermasyarakat, dipelajari serta dikaji lebih lanjut
dalam bidang ilmu yang disebut geografi Dan akhirnya aspek politik yang
menjadi landasan keutuhan dan kesejahteraan masyarakat dipelajari serta dikaji
secara lebih mendalam pada bidang ilmu yang disebut ilmu politik.
Dan hal-hal yang baru
kita bahas, tentu Anda akan bertanya kalau aspek norma dan nilai “termasuk ke
mana?. Norma, nilai, bahasa, seni dan sebagainya yang menjadi komponen dalam
kehidupan manusia, termasuk dalam bidang keilmuan yang disebut Humaniora
(lumtanity). Aspek-aspek tersebut tidak termasuk dalam bidang
ilmu-ilmu sosial. Namun secara garis besar, norma sosial dipelajari dan dikaji
juga dalam sosiologi sedangkan dalam budaya, seni dan bahasa sebagai bagian
dari aspek budaya dikaji juga dalam antropologi.
Apabila kita telaah
dengan cermat, ilmu-ilmu sosial dengan Humaniora dua kajian yang berbeda, namun
berkenaan dengan obyek yang sama, yaitu kehidupan manusia di masyarakat. IPS
sendiri, mengintegrasikan keduanya oleh karena itu ilmu pengetahuan sosial
(IPS). Tidak lain adalah “mata pelajaran atau mata kuliah yang mempelajari
kehidupan sosial yang dikajinya mengintegrasikan dalam bidang ilmuilmu sosial
dan “Humaniora”.
Selanjutnya, mungkin
timbul pertanyaan dalam diri kita masing-masing baik selaku guru maupun selaku
warga masyarakat” mengapa IPS itu harus dipelajari dan diajarkan kepada anak
didik?” padahal pengetahuan sosial itu sesungguhnya telah melekat dalam diri
tiap orang, dan tidak asing bagi kita semua. Memang, pengetahuan sosial yang
diperoleh secara alamiah dan kehidupan sehari-hari, telah ada pada diri kita
masing-masing. Namun hal tersebut belum cukup, mengingat kehidupan
bermasyarakat dengan segala persoalannya makin berkembang. Untuk menghadapi
kehidupan yang demikian itu pengetahuan sosial yang diperoleh secara alamiah
tadi tidak cukup di sini, pendidikan formal khususnya pendidikan IPS di sekolah
menjadi tuntutan yang tidak dapat diabaikan.
Kemudian, tentu akan
muncul pertanyaan dalam diri Anda, “Tujuan apakah yang wajib dicapai dari
pendidikan IPS itu ?” Jawaban atas pertanyaan yang baru Anda kemukakan itu
harus dikaitkan dengan tantangan yang dihadapi tiap orang dalam kehidupan,
terutama tantangan yang akan dihadapi anak didik di hari-hari mendatang. Sesuai
dengan tantangan-tantangan tersebut, pendidikan IPS ini bertujuan “membina anak
didik menjadi warga Negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan
dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat
dan negara” untuk merealisasikan tujuan tersebut, proses belajar mengajar dan
membelajarkannya, tidak hanya terbatas pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif)
dan keterampilan (psikomotor) saja, melainkan meliputi juga aspek akhlak
(afektif) dalam menghayati serta menyadari kehidupan yang penuh dengan masalah,
tantangan, hambatan dan persaingan ini. Melalui pendidikan IPS, anak didik
dibina dan dikembangkan kemampuan mental-intelektualnya menjadi warga negara
yang berketerampilan dan berkepedulian sosial serta bertanggung jawab sesuai
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Setelah kita
membicarakan tujuan IPS selanjutnya “Apakah fungsi IPS sebagai pendidikan?” IPS
sebagai pendidikan, bukan hanya membekali anak didik
dengan pengetahuan yang membebani
mereka, melainkan membekali mereka dengan pengetahuan sosial yang berguna yang
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pendidikan IPS ini
juga berfungsi mengembangkan keterampilan, terutama keterampilan sosial dan
keterampilan intelektual. Keterampilan sosial yaitu keterampilan melakukan
sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan kehidupan bermasyarakat, seperti
bekerja sama, bergotong-royong, menolong orang yang memerlukan, dan melakukan
tindakan secara cepat dalam memecahkan persoalan di masyarakat. Sedangkan
keterampilan intelektual, yaitu keterampilan berpikir, kecekatan dan kecepatan
memanfaatkan pikiran, cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan sosial di
masyarakat. Hal yang lain dari fungsi IPS sebagai pendidikan, yaitu mengembangkan
perhatian dan kepedulian sosial anak didik terhadap kehidupan di masyarakat dan
bermasyarakat. Dengan pengetahuan sosial yang berguna, keterampilan sosial dan
intelektual serta perhatian dan kepedulian sosial, dapat diharapkan terbinanya
Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang akan datang yang berpengetahuan,
terampil, cendekia, dan mempunyai tanggung jawab sosial yang tinggi yang mampu
merealisasikan tujuan nasional menciptakan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan apa yang
telah kita bahas, dengan singkat dapat dikemukakan bahwa fungsi IPS sebagai
pendidikan, yaitu membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna,
keterampilan sosial dan intelektual dalam membina perhatian serta kepedulian
sosialnya sebagai SDM Indonesia yang bertanggung jawab merealisasikan tujuan
nasional.
b. TUJUAN
IPS
Tujuan mempelajari ilmu
pengetahuan sosial di Indonesia untuk Memberikan pengetahuan yang merupakan
kemampuan untuk mengingat kembali atau mengenalbkembali atau mengenal ide-ide
atau penemuan yang telah dialami dalam bentuk yang sama atau dialami
sebelumnya. Kemampuan dan keterampilan, yaitu kemampuan untuk menemukan
informasi yang tepat dan teknik dalam pengalaman seorang siswa untuk menolongnya
memecahkan masalah-masalah baru atau menghadapi pengalaman baru.
Tujuan yang bersifat
afektif, berupa pengembangan sikap-sikap, pengertianpengertian dan nilai-nilai
yang akan meningkatkan pola hidup demokratis dan menolong siswa mengembangkan
filsafat hidupnya. Tujuan pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), secara umum
dikemukakan oleh Fenton (1967), adalah mempersiapkan anak didik menjadi warga
negara yang baik, mengajar anak didik agar mempunyai kemampuan berpikir dan
dapat melanjutkan kebudayaan bangsa, Sedangkan Clark dalam bukunya, Social
Studies in Secondary School, A Hand Book (1973) menyatakan bahwa
studi sosial menitikberatkan pada perkembangan individu yang dapat memahami
lingkungan sosialnya, manusia dengan segala kegiatannya dan interaksi antarmereka.
Dalam hal ini anak didik diharapkan dapat menjadi anggota yang produktif,
berpartisipasi dalam masyarakat yang merdeka, mempunyai rasa tanggung jawab,
tolong menolong dengan sesamanya, dan dapat mengembangkan nilai-nilai dan
ide-ide dari masyarakatnya (Thamrin Talut, 1980: 2).
Jadi tujuan utama
pengajaran Social Studies (IPS) adalah untuk memperkaya dan
mengembangkan kehidupan anak didik dengan mengembangkan kemampuan dalam
lingkungannya dan melatih anak didik untuk menempatkan dirinya dalam masyarakat
yang demokratis, serta menjadikan negaranya sebagai tempat hidup yang lebih
baik.
Di Indonesia telah
menjadi konsensus nasional yang tidak dapat ditawar lagi bahwa Pancasila
menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena itu pendidikan
nasional Indonesia adalah pendidikan Pancasila sebagaimana telah dicantumkan
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai berikut:
Pendidikan Nasional
berlandaskan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti,
memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri
serta bersama-bersama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. (Ketetapan
MPR- RI, 1978:12).
Tujuan Pendidikan
Nasional yang digariskan dalam GBHN merupakan tugas pendidikan yang cukup berat
tetapi sangat mulia. Sebab tujuan Pendidikan Nasional tersebut menciptakan
manusia pembangunan yang cerdas, takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti tinggi, mempunyai semangat kebangsaan, dan berketerampilan tinggi.
Tujuan-tujuan tersebut di atas harus dijabarkan lebih jauh ke dalam jenis dan
jenjang pendidikan yang lebih terperinci ke dalam kurikulum yang menjadi
landasan kerjanya, kepada bidang-bidang studi yang dapat dilaksanakan untuk
mengisi tujuan tersebut dan ke dalam latihan-latihan praktis yang dapat
dilakukan. (Nursid Sumaatmaja, 1980: 34).
IPS sebagai komponen
kurikulum sekolah merupakan kesempatan yang baik untuk membina afeksi,
kognisi, dan psikomotor pada anak didik untuk menjadi
manusia pembangunan Indonesia, dalam hal ini pengajaran IPS berkewajiban
membentuk tenaga kerja yang terampil dan berpendidikan. Jadi tujuan Pendidikan
Nasional Indonesia harus menciptakan manusia pembangunan yang berkepribadian
Pancasila, yakni manusia pembangunan yang tidak hanya sadar akan kepentingan
hidup masyarakat pada masa kini saja, tetapi juga memiliki kesadaran dan
perspektif kehidupan untuk masa yang akan datang. Selain itu manusia
pembangunan yang berkepribadian Pancasila harus memiliki wawasan hidup dengan
segala permasalahannya pada masa yang akan datang.
Kondisi kepribadian
semacam itulah yang merupakan salah satu jaminan lancarnya pembangunan Nasional.
Berdasarkan kelembagaannya, pendidikan di Indonesia dibedakan menjadi tiga
tingkat, yaitu:
1) Sekolah Pendidikan
Dasar
2) Sekolah Pendidikan
Menengah, dan
3) Perguruan Tinggi dan
Akademik.
Setiap lembaga
pendidikan tersebut memiliki tujuan institusional masing-masing. Ditinjau dari
sistem pendidikan secara menyeluruh, tujuan institusional
Pendidikan Dasar dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1.
Membekali anak didik dengan sikap,
pengetahuan dan keterampilan dasar agar dapat mengembangkan dirinya. Dengan
demikian sebagai anggota masyarakat diharapkan anak didik dapat meningkatkan
kemampuan dirinya sendiri dan dapat ikut mensejahterahkan masyarakat.
2.
Membekali anak didik dengan kemampuan
ilmu dan pengetahuan dasar untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih
tinggi (Nursid Sumaatmadja, 1980: 41).
Dengan pengetahuan,
nilai, sikap, dan kemampuan yang demikian, lulusan sekolah pendidikan dasar
diharapkan dapat mengembangkan pribadinya sebagai warga masyarakat yang secara
minimal mampu berdiri di atas kaki sendiri dan dapat melanjutkan pendidikan
yang lebih tinggi.
Selanjutnya tujuan
kurikuler merupakan penjabaran tujuan institusional sesuai dengan bidang studi
yang dicantumkan dalam kurikulum tiap jenis pendidikan. Kurikulum itu sendiri
merupakan alat penjabaran dan pengungkapan harapan-harapan pendidikan ke dalam
bentuk realita konkret (Edward K, 1957:1) oleh karena itu tujuan
kurikuler dan kurikulum nasional tidak dapat dilepaskan dari kepentingan
nasional dan kepentingan anak didik. Mengingat hakikat IPS merupakan perpaduan
pengetahuan dari pengetahuan dari ilmu-ilmu sosial dan harus mencerminkan sifat
interdisipliner, maka tujuan kurikuler pengajaran IPS yang harus dicapai
sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut:
1.
Membekali anak didik dengan kemampuan
mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah
sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat.
2.
Membekali anak didik dengan kemampuan
mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah
sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
3.
Membekali anak didik dengan kemampuan
berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang
keilmuan serta berbagai keahlian.
4.
Membekali anak didik dengan kesadaran,
sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang
menjadi bagian dari kehidupan integralnya.
5.
Membekali anak didik dengan kemampuan
mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan
kehidupan, perkembangan masyarakat, perkembangan ilmu dan teknologi (Nursid
Sumaatmadja, 1980: 48).
Hal-hal yang harus
dicapai tujuan kurikuler pengajaran IPS di berbagai jenis dan jenjang
pendidikan harus selalu disesuaikan dengan kadar jenis dan jenjang pendidikan
masing-masing. Akhirnya, penjabaran lebih lanjut kurikuler yang secara
operasional harus dicapai dan dapat diukur pada proses belajar mengajar adalah
tujuan instruksional suatu bidang studi. Tujuan Instruksional merupakan unsur
yang fundamental dari tujuan yang bersifat umum dan tinggi kedudukannya.
Berdasarkan taksonomi
tujuan pendidikan dari Bloom, tujuan instruksional dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu Cognitive Domain, Affective-Domain, dan Psychomotor
Domain. (Bloom Benjamin, 1956:6). Dalam ranah kognitif dapatlah
dikatakan bahwa pembahasan IPS mengenai manusia dan dunianya itu harus dapat
dinalar supaya dapat dijadikan alat pengambilan keputusan yang rasional dan
tepat.
Jadi bahan kajian IPS
bukanlah hal yang bersifat hafalan belaka, melainkan konsep dan generalisasi
yang diambil dari analisis tentang manusia dan lingkungannya. Pengetahuan yang
diperoleh dengan pengertian dan pemahaman akan lebih fungsional.
Perolehan pengetahuan
dan pemahaman yang telah dimiliki siswa diharapkan dapat mendorong tindakan
yang berdasarkan nalar, selanjutnya dapat diterapkan dalam kehidupannya. Nilai
dan sikap merupakan hal yang penting dalam ranah afektif, terutama nilai dan
sikap terhadap masyarakat dan kemanusiaan.
Sebagai contohnya
menghargai martabat manusia dan peka terhadap perasaan orang lain, lebih-lebih
lagi nilai dan sikap terhadap negara dan bangsa. Tujuan keterampilan yang dapat
diraih dalam pengajaran IPS sangatlah luas. Keterampilan-keterampilan yang
dikembangkan sudah barang tentu juga meliputi keterampilan-keterampilan yang
dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan, nilai, dan sikap.
Rangkuman
Dari Subunit 2 Anda
telah memahami beberapa hal berkenaan dengan IPS sebagai program pendidikan.
Berikut ini akan diketengahkan rangkuman sebagai berikut. Hakikat perkembangan
seseorang mulai saat ia lahir sampai menjadi dewasa, tidak dapat terlepas dari
masyarakat. Oleh karena itu pengetahuan sosial dapat dikatakan tidak asing bagi
tiap orang. Kehidupan sosial manusia di masyarakat beraspek majemuk yang
meliputi aspek hubungan sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah, geografi
dan politik. Karena tiap aspek kehidupan sosial itu mencakup lingkup yang luas,
untuk mempelajari dan mengkajinya menuntut bidang ilmu-ilmu yang khusus.
Melalui ilmu-ilmu sosial dikembangkan bidang-bidang ilmu tertentu sesuai dengan
aspek kehidupan sosial masing-masing. IPS sebagai bidang pendidikan tidak hanya
membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan sosial, melainkan lebih jauh
daripada itu berupaya membina dan mengembangkan mereka menjadi SDM Indonesia
yang berketerampilan sosial dan intelektual sebagai warga negara yang memiliki
perhatian serta kepedulian sosial yang bertanggung jawab merealisasikan tujuan
nasional. Kehidupan di masyarakat dan bermasyarakat yang terus berkembang,
menjadi landasan bagi pengembangan IPS sebagai bidang pendidikan sesuai dengan
tuntutan perubahan serta kemajuan kehidupan tersebut.
IPS merupakan bidang studi baru, sebab
baru dikenal sejak diberlakukannya kurikulum 1975. Dikatakan baru karena cara
pandangnya bersifat terpadu. Artinya bahwa IPS merupakan perpaduan dari sejumlah
mata pelajaran-mata pelajaran tersebut mempunyai kajian yang sama, yaitu
manusia. Bidang studi IPS berasal dari Negara Amerika Serikat dengan nama
aslinya Social Studies. Latar belakang dimasukkannya IPS ke dalam
kurikulum sekolah karena munculnya masalah-masalah nasional sebagai akibat
peristiwa G30S/PKI, salah satu masalah tersebut adalah rendahnya mutu
pendidikan di Indonesia. Pemerintah melakukan pembaharuan kurikulum, yaitu
pendidikan dasar menjadi 8 tahun, penggabungan bidang studi yang serumpun, dan
sistem kredit. Tahun 1984 pemerintah memberlakukan kurikulum baru, di SD
diajarkan IPS terpadu, SMP diajarkan IPS terkait, dan SMA IPS diajarkan secara
terpisah. Kurikulum 1994, IPS SD terdiri IPS terpadu dan sejarah, IPS di SMP
terdiri dari sejarah, ekonomi, dan geografi sedangkan IPS di SMA tetap
diajarkan secara terpisah.
Pendidikan IPS
diperuntukkan bagi pendidikan dasar dan menengah dalam rangka pembinaan peserta
didik agar memiliki pengetahuan, sikap, dan tingkah laku yang positif baik
sebagai warga masyarakat maupun sebagai warga negara. Pendidikan IPS sangat
penting diberikan kepada siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah,
sebab siswa sebagai anggota masyarakat perlu mengenal masyarakat dan
lingkungannya. Untuk mengenal masyarakat, siswa dapat belajar mulai dari media
cetak, elektronik maupun langsung melalui pengalaman hidupnya di tengah-tengah
masyarakat.
Dengan pengajaran IPS
diharapkan siswa dapat memperoleh pengetahuan,
keterampilan, sikap dan kepekaan untuk
menghadapi hidup beserta tantangantantangannya. Selanjutnya mereka diharapkan
mampu bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang
dihadapi dalam kehidupan.
7. Ruang
Lingkup IPS Sebagai Program Pendidikan
Uraian pada Subunit 3
ini meliputi penjelasan tentang ruang lingkup IPS sebagai program pendidikan,
yang tidak hanya membahas pengetahuan sosial, melainkan harus pula membina
peserta didik menjadi warga negara dan warga masyarakat agar bertanggung jawab
atas kesejahteraan bersama. Dengan demikian pembahasan tidak hanya terbatas
pada materi yang bersifat pengetahuan, melainkan perlu memahami nilai-nilai
yang perlu melekat pada diri peserta didik sebagai warga negara dan warga
masyarakat yang bertanggung jawab pada negara dan bangsanya.
Ruang lingkup IPS tidak
lain menyangkut kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat atau manusia dalam
konteks sosial. Selanjutnya IPS sebagai program pendidikan, ruang lingkupnya
sama yakni berhubungan dengan manusia sebagai anggota masyarakat dan dilengkapi
dengan nilai-nilai yang menjadi karakteristik program pendidikannya. Untuk itu
IPS sebagai program pendidikan tidak hanya terkait dengan nilai tapi wajib
mengembangkan nilai tersebut.
Meninjau ruang lingkup
IPS sebagai program pendidikan, tidak dapat tidak, kita harus mulai dari ruang
lingkup IPS sebagai pengetahuan lebih dahulu. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini marilah kita bahas ruang lingkup tersebut. Anda telah menyimak , bahwa
kehidupan manusia dalam masyarakat atau manusia dalam konteks sosial,
ditetapkan sebagai ruang lingkup IPS. Oleh karena itu, kita wajib menelaah
satuan-satuan manusia sebagai kelompok di masyarakat. Satuan kelompok yang
paling mendasar tidak lain adalah keluarga yang terbentuk oleh ayah (suami),
ibu (istri) dan anak. Keluarga inti (nuclear family) ini biasa juga
disebut segitiga abadi. Dalam masyarakat yang bagaimanapun, keluarga yang
merupakan segitiga abadi ini selalu ada. Mulai dari keluarga inilah tumbuhnya
seseorang (individu) menjadi suatu pribadi, dan dalam keluarga ini juga mulai
berkembang aspek-aspek kehidupan sosial yang meliputi hubungan sosial, ekonomi,
psikologi sosial, budaya, sejarah, geografi serta politik.
Keluarga sebagai wadah
terjadinya kehidupan dan aspek sosial itu kita kategorikan sebagai kelompok,
sedang jika kita telaah dari fungsinya yang mengatur kesejahteraan, ketertiban,
hak dan kewajiban, serta keamanan dapat pula dikategorikan sebagai bentuk
“pemerintahan” bahkan juga “negara” yang tidak formal. Keluarga sebagai suatu
kelompok inti di masyarakat, merupakan lembaga yang berfungsi majemuk
(multifungsi).
Keluarga sebagai
lembaga pendidikan berfungsi meletakkan dasar-dasar pendidikan kepada
anak-anaknya, sebagai lembaga kebudayaan berfungsi mempertahankan dan
mengembangkan nilai-nilai budaya, sebagai lembaga ekonomi berfungsi memenuhi
kesejahteraan material seluruh anggotanya, sebagai lembaga peradilan berfungsi
memelihara serta menjamin keadilan kepada anggotanya, sebagai lembaga agama
berfungsi meletakkan dasar iman dan takwa kepada anggotanya, sebagai lembaga
politik berfungsi memelihara serta mempertahankan kesejahteraanketentraman-
keamanan, hak dan kewajiban anggotanya. Keluarga sebagai kelompok inti dalam
masyarakat, merupakan lembaga yang bernilai dasar dan strategis membina serta
mengembangkan sumber daya manusia (SDM) dalam menciptakan masyarakat yang
makmur, aman dan sejahtera. Keluarga dengan skala karakter, fungsi, peranan,
kedudukan dan proses perkembangannya, merupakan salah satu ruang lingkup
penting IPS.
Satuan lain di
masyarakat yang ukurannya lebih “besar”, adalah rukun tetangga, rukun kampung,
warga desa sampai ke warga bangsa. Pada kelompokkelompok ini juga terjadi
proses sosial dengan segala aspeknya seperti yang terjadi dan dialami oleh
keluarga sebagai kelompok sosial. Namun demikian, sesuai dengan ukuran,
karakter hubungan sosial dan fungsinya, kelompok-kelompok yang baru
diketengahkan tadi, memiliki sifat yang berbeda dengan keluarga. Untuk
memahaminya, Anda hendaknya melakukan pengamatan, komunikasi dan penghayatan
terhadap kelompok-kelompok yang bersangkutan.
Dengan ketajaman
pengamatan, penghayatan dan analisis, Anda dapat menunjukkan perbedaanperbedaan
yang menjadi karakteristiknya. Untuk menyimak hal-hal seperti yang dikemukakan
itu, marilah kita melakukan diskusi lebih lanjut. Kita amati aspek hubungan
sosial. Dalam keluarga, hubungan sosial itu sangat dipengaruhi oleh adanya
hubungan darah, hubungan biologis yang sudah pasti mewarnai aspek-aspek
kehidupan sosial lainnya. Perhitungan ekonomi dalam keluarga, tidak seketat
yang terjadi di rukun tetangga, rukun kampung, apalagi dalam kelompok yang
betul-betul berwawasan ekonomi. Untuk menyerap pemahaman hal ini lebih
mendalam, Anda dipersilahkan membandingkan hubungan sosial yang berupa
kesetiakawanan sosial, gotong-royong, tolong-menolong, dan lain-lainnya yang
terjadi dalam keluarga dengan yang terjadi dalam kelompok di luar keluarga
seperti di rukun tetangga, di rukun kampung, di koperasi atau dalam organisasi
sosial lainnya. Warna ekonomi, politik, kedaerahan, suku bangsa, dan
lain-lainnya itu pasti dapat kita amati dalam hubungan sosial tadi. Kenyataan
ini di masyarakat, merupakan salah satu ruang lingkup IPS.
Pengembangan aspek
budaya dalam masyarakat yang meliputi pengembangan nilai-nilai budaya,
pengetahuan, ilmu, teknologi, seni dan sebagainya di dalam keluarga dengan di
luar keluarga, menunjukkan perbedaan yang dapat Anda amati serta hayati. Coba
Anda perhatikan keluarga sebagai “lembaga pendidikan” dengan lembaga masyarakat
maupun yang kita sebut sekolah. Keluarga dalam mengembangkan aspek budaya
mendidik anggota-anggotanya (anak-anaknya), tidak dibatasi oleh ketentuan
ekonomi keuangan, sedangkan lembaga-lembaga di luar lembaga, khususnya di
sekolah, ada ketentuan keuangannya. Jika pengembangan aspek budaya berupa
pendidikan dalam keluarga sifatnya menyeluruh, baik kognitif (pengetahuan,
penalaran) dan afektif (nilai, sikap, kesadaran, tanggung jawab) maupun
psikomotor (keterampilan), proses tersebut di luar keluarga dapat dikatakan
terbatas pada arah tertentu. Demikian pula berkenaan dengan pemanfaatan waktu
dan ruangnya. Meskipun idealnya sekolah dapat dijadikan rumah kedua bagi para
peserta didik, namun kenyataannya, sekolah tidak dapat melakukan semua fungsi
pendidikan yang menjadi tanggung jawab keluarga. Ditinjau dari ruang lingkup IPS,
hal tersebut hendaknya menjadi perhatian Anda selaku guru.
Dalam mengembangkan
aspek kejiwaan atau aspek psikologis, mulai dari pengembangan dan pembinaan
individu menjadi seorang pribadi sampai pada pengembangan karakter bangsa,
peranan kelompok itu sangat bermakna serta strategis. Di sini pun terdapat
perbedaan antara peranan keluarga dengan kelompok atau lembaga lainnya. Dalam
pembentukan kepribadian seseorang, keluarga memiliki pengaruh langsung dan
utama. Oleh karena itu, Ch. H. Cooley menetapkan keluarga itu sebagai kelompok
perdana (primary group), yaitu kelompok yang memberi pengaruh pertama
dan utama terhadap pembentukan kepribadian.
Sedangkan kelompok atau
organisasi sosial, seperti gugus depan gerakan pramuka, kelompok kawula muda,
karang taruna, bahkan sekolah hanyalah merupakan kelompok kedua (secondary
group) yang mempengaruhi secara sekunder terhadap pembentukan kepribadian.
Untuk menyerap pemahaman ini anda dipersilahkan menghayati sendiri berapa besar
pengaruh keluarga (ibu, ayah, anggota yang lain) terhadap kepribadian Anda
sendiri bila dibandingkan dengan pihak yang lain. Disiplin, ketaatan,
kepedulian terhadap kebersihan dan keteraturan, etos kerja, bangga diri yang
melekat pada diri Anda, lebih besar akibat pengaruh keluarga atau dari pihak
lain, misalnya dari sekolah. Cobalah Anda hayati!
Kemudian Anda amati di
masyarakat teman sepermainan, organisasi masyarakat, kelompok pengajian,
kelompok olahraga, bagaimana pengaruhnya terhadap seseorang dan terhadap
anggota masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang baru dikemukakan, merupakan unsur
ruang lingkup IPS yang dapat Anda pelajari lebih lanjut.
Berbagai tempat di
permukaan bumi yang menjadi wadah berbagai kelompok masyarakat, sesuai dengan
karakternya masing-masing, menunjukkan perbedaan pola dan cara hidup. Anda
ingat ungkapan “lain lubuk lain ikannya, lain ladang lain belalangnya”. Hal
tersebut merupakan salah satu keunikan yang terdapat dalam kehidupan di
masyarakat dan bermasyarakat. Perbedaan-perbedaan itu, tidak dapat dilepaskan
dari pengaruh aspek ruang atau geografi, sejarah, norma dan nilai yang berlaku,
serta pengaruh perkembangan sejarah.
Keanekaragaman kelompok
masyarakat dengan karakternya yang berbedabeda, merupakan unsur ruang lingkup
IPS lainnya yang sangat menarik untuk diamati dan dipelajari. Perkembangan
kehidupan sosial dengan segala aspeknya dari waktu ke waktu, mulai dari tahap
yang sederhana sampai tingkat modern, merupakan sisi lain dari ruang lingkup
IPS. Proses perkembangan tersebut biasa dikonsepkan sebagai proses sosial,
merupakan pokok bahasan IPS yang memberikan “citra” kepada kita berkenaan
dengan dinamika dan perubahan sosial manusia. Cobalah
Anda amati dan hayati
perkembangan IPTEK dan dampaknya terhadap perkembangan kehidupan sosial di
masyarakat tempat Anda sendiri. Amati pula perkembangan dan perubahan tata
ruangnya. Cobalah Anda amati, hayati dan kaji berkenaan dengan kemajuan alat
komunikasi-transportasi saat ini. Anda dapat amati juga pengaruhnya terhadap
hubungan sosial manusia dari satu kawasan ke kawasan lain. Amati pula dampaknya
terhadap perkembangan ekonomi, penambahan dan pengayaan pengetahuan, serta
kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Kemajuan IPTEK di bidang
transportasikomunikasi, membuka dan memperluas cakrawala pandangan manus ia
terhadap kehidupan sosial yang makin berkembang. Meskipun Anda bertempat
tinggal di daerah terpencil, Anda dapat menyerap informasi baru melalui surat
kabar, radio, dan terutama TV. Melalui pemberitaan, penyiaran dan tayangan TV
jarak relatif dekat suatu kawasan dengan kawasan lainnya, tidak hanya di dalam
negeri, melainkan di berbagai belahan bumi ini juga menjadi bertambah pendek.
Peristiwa-peristiwa
hangat di berbagai belahan bumi tadi, dapat diketahui di tempat kita saat ini.
Pengetahuan dan wawasan manusia, termasuk Anda sendiri
berkenaan dengan kehidupan sosial ini
makin meluas dan meningkat. Perkembangan dan proses yang demikian itu, bukan
hanya milik orang dewasa, khusus milik Anda sebagai guru, melainkan harus
dialihkan kepada peserta didik, agar mereka menjadi SDM yang selalu berhubungan
dengan pengetahuan serta informasi yang masih segar. Perkembangan dan kemajuan
IPTEK dalam bidang transportasi dan komunikasi-informasi dewasa ini, juga
meningkatkan hubungan sosial manusia dari satu ruang geografi ke ruang geografi
lainnya yang tidak hanya satu arah, melainkan secara timbal arah, yang kita
sebut “interaksi sosial”. Proses ini tidak lagi hanya terbatas pada aspek
budaya, melainkan telah meluas aspek-aspek lain seperti politik, dan terutama
ekonomi. Proses ini juga telah menembus batas-batas lokal dan regional sampai
ke tingkat global. Proses hubungan sosial dan interaksi sosial ini telah menjadi
proses globalisasi. Ruang lingkup IPS, tidak hanya terbatas pada kehidupan
sosial pada tingkat lokal dan regional, melainkan telah sampai ke tingkat
global.
Berdasarkan uraian yang
telah kita diskusikan tadi, ruang lingkup IPS sebagai pengetahuan, pada pokoknya
adalah kehidupan manusia di masyarakat atau manusia dalam konteks sosial.
Ditinjau dari aspek-aspeknya, ruang lingkup tersebut meliputi hubungan sosial,
ekonomi, psikologi sosial, budaya, sejarah, geografi dan aspek politik, dan
ruang lingkup kelompoknya, meliputi keluarga, rukun tetangga, rukun kampung,
warga desa, organisasi masyarakat, sampai ke tingkat bangsa. Ditinjau dari
ruangnya, meliputi tingkat lokal, regional sampai ke tingkat global. Sedangkan
dari proses interaksi sosialnya, meliputi interaksi dalam bidang kebudayaan,
politik, dan ekonomi. Tiap unsur yang menjadi subsistem dari ruang lingkup
tersebut, berkaitan satu sama lain sebagai cerminan kehidupan sosial manusia
dalam konteks masyarakatnya. Dengan demikian, ruang lingkup itu tidak hanya
luas cakupannya, juga meliputi aspek dan unsur yang besar kuantitasnya. Untuk
menyesuaikan lingkup tersebut dengan jenjang pendidikan dan tingkat kemampuan
peserta didik. Kita selaku guru IPS, wajib melakukan seleksi, baik berkenaan
dengan aspek maupun berkenaan dengan ruang dan permasalahannya. Dalam hal ini,
Anda selaku guru IPS, wajib mengenali sumber dan pendekatan sesuai dengan
peserta didik yang menjadi subjek pendidikannya.
Setelah kita mendiskusikan aspek
material dari ruang lingkup IPS itu, selanjutnya kita akan meninjau dari aspek
pendidikannya. Seperti telah dikemukakan terdahulu, IPS sebagai program
pendidikan, tidak sekedar terkait dengan nilai, bahkan justru wajib
mengembangkan nilai tersebut. Tentu di sini Anda akan bertanya “Nilai-nilai apakah
yang wajib dikembangkan oleh IPS sebagai program pendidikan itu?” Jawaban atas
pertanyaan tadi, akan kita diskusikan pada uraian selanjutnya meliputi nilai
edukatif, nilai praktis, nilai teoritis, nilai filsafat dan nilai ke-Tuhanan.
Dengan membina dan
mengembangkan nilai-nilai tadi, kita sangat mengharapkan “terciptanya’ SDM
Indonesia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, kepedulian, kesadaran dan
tanggung jawab sosial yang tinggi terhadap masyarakat, bangsa serta negara.
Perkembangan kehidupan sosial hari ini dan terutama di masa yang akan datang,
menuntut SDM yang demikian. Selanjutnya marilah kita rinci nilai-nilai itu
sebagai berikut:
1. Nilai Edukatif
Salah satu tolok ukur
keberhasilan pelaksanaan pendidikan IPS, yaitu adanya perubahan perilaku sosial
peserta didik ke arah yang lebih baik, perilaku itu meliputi aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor. Peningkatan perilaku kognitif di sini, tidak hanya terbatas
makin meningkatnya pengetahuan sosial, melainkan meliputi pula nalar sosial dan
kemampuan mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah sosial. Oleh karena
itu, materi yang dibahas pada pendidikan IPS ini, jangan hanya terbatas pada
kenyataan, fakta dan data sosial, melainkan juga mengangkat masalah sosial yang
terjadi sehari-hari. Pelontaran masalah sosial itu tidak selalu dari Anda
selaku guru IPS, melainkan lebih baik lagi jika peserta didik sendiri
mengangkat atau melontarkan masalah tersebut. Melalui suasana yang demikian,
nalar sosial dan kemampuan mencari alternatif pemecahan masalah sosial dari
peserta didik makin meningkat.
Dalam proses
peningkatan perilaku sosial melalui pembinaan nilai edukatif, tidak hanya
terbatas pada perilaku kognitif, melainkan lebih mendalam lagi berkenaan dengan
perilaku afektifnya. Justru perilaku inilah yang lebih mewarnai aspek
kemanusiaan. Melalui pendidikan IPS, perasaan, kesadaran, penghayatan, sikap,
kepedulian, dan tanggung jawab sosial peserta didik ditingkatkan. Kejelian
mereka terhadap ketimpangan sosial, penderitaan orang lain, perilaku yang
menyimpang dari norma dan nilai. Melalui IPS yang ditanamkan sampai menyentuh
nuraninya. Masalah sebagai fakta sosial diproses melalui berbagai metode dan
pendekatan sampai betul-betul membangkitkan kepedulian serta tanggung jawab
sosial peserta didik.
Kepedulian dan tanggung
jawab sosial, secara nyata dikembangkan dalam
pendidikan IPS untuk mengubah perilaku
peserta didik bekerja sama, gotongroyong, dan membantu pihak-pihak yang
membutuhkan. Pengembangan perilaku psikomotor, tidak terbatas hanya
keterampilan fisik dalam memanipulasi alat dan media pengajaran IPS, melainkan
yang terutama mengembangkan keterampilan sosial seperti telah dikemukakan tadi.
Keterampilan sosial peserta didik dalam bentuk kerja sama, gotong-royong dan
menolong pihak lain. Secara meyakinkan ditingkatkan melalui pendidikan IPS.
Proses pembelajaran yang demikian, tidak hanya terbatas di dalam kelas dan di
sekolah pada umumnya, melainkan lebih jauh dari pada itu dilaksanakan dalam
kehidupan praktis sehari-hari. Tugas mengamati masalah lingkungan dan masalah
sosial pada umumnya serta kerja sosial, seperti gotong-royong membersihkan
lingkungan, secara terarah dan berkesinambungan, diberikan kepada peserta didik
pada pendidikan IPS ini.
2. Nilai praktis
Kita sepakat bahwa
pelajaran dan pendidikan apa pun, nilainya tidak berarti, apabila tidak dapat
diterapkan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Dengan perkataan lain,
pelajaran dan pendidikan tidak memiliki makna yang baik, jika tidak memiliki
nilai praktis. Oleh karena itu, pokok bahasan IPS itu, jangan hanya tentang
pengetahuan yang konseptual-teoretis belaka, melainkan digali dari kehidupan
sehari-hari, mulai dari di lingkungan keluarga, pasar, jalan, tempat bermain
dan seterusnya. Dalam hal ini, nilai praktis itu disesuaikan dengan tingkat
umum dan kegiatan peserta didik sehari-hari. Pengetahuan IPS yang praktis
tersebut bermanfaat dalam mengikuti berita, mendengarkan radio, membaca buku cerita,
menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari sampai kepada pengetahuan IPS
yang berguna melaksanakan pekerjaan sebagai wartawan, pengusaha, pejabat
daerah, dan demikian seterusnya. Pembelajaran pada pendidikan IPS tersebut
diproses secara menarik, tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari, dan secara
langsung ataupun tidak langsung bernilai praktis serta strategis membina SDM
sesuai dengan kenyataan hidup hari ini, terutama untuk masa-masa yang akan
datang.
3. Nilai Teoretis
Membina peserta didik
hari ini pada proses perjalanannya diarahkan menjadi SDM untuk hari esok. Oleh
karena itu, pendidikan IPS tidak hanya menyajikan dan membahas kenyataan,
fakta, dan data yang terlepas-lepas, melainkan lebih jauh dari pada itu
menelaah keterkaitan suatu aspek kehidupan sosial dengan yang lainnya. Peserta
didik dibina dan dikembangkan kemampuan nalarnya ke arah dorongan mengetahui
sendiri kenyataan (sense of reality) dan dorongan menggali
sendiri di lapangan (sense of discovery). Kemampuan menyelidiki
dan meneliti dengan mengajukan berbagai pernyataan (sense of inquiry)
mereka dibina serta dikembangkan. Dengan demikian, kemampuan mereka
rnengajukan “hipotesis” dan dugaan-dugaan terhadap suatu persoalan, juga
berkembang. Dengan perkataan lain, kemampuan mereka “berteori” dalam pendidikan
IPS, harus dibina dan dikembangkan dalam menghadapi kehidupan sosial yang
berkembang dan berubah.
4. Nilai filsafat
Pembahasan ruang
lingkup IPS secara bertahap dan keseluruhan sesuai dengan perkembangan
kemampuan peserta didik, dapat mengembangkan kesadaran mereka selaku anggota
masyarakat atau sebagai makhluk sosial. Melalui proses yang demikian, peserta
didik dikembangkan kesadaran dan penghayatannya terhadap keberadaannya di
tengah-tengah masyarakat, bahkan juga di tengah-tengah alam raya ini. Dari
kesadarannya terhadap keberadaan tadi, mereka disadarkan pula tentang
peranannya masing-masing terhadap masyarakat, bahkan terhadap alam lingkungan
secara keseluruhan. Dengan perkataan lain, kemampuan mereka merenungkan
keberadaan dan peranannya di masyarakat ini, makin dikembangkan. Atas kemampuan
mereka berfilsafat, tidak luput dari jangkauan pendidikan IPS. Dengan demikian,
nilai filsafat yang demikian berfaedah dalam kehidupan bermasyarakat, tidak
luput dari perhatian pendidikan IPS ini.
5. Nilai Ketuhanan
Kenikmatan dari Tuhan
Yang Maha Kuasa berupa akal pikiran yang berkembang dan dapat dikembangkan yang
telah membawa manusia sendiri maupun memenuhi segala kebutuhannya dari sumber
daya yang telah disediakan oleh-Nya. Kenikmatan kita sebagai manusia mampu
menguasai IPTEK, menjadi landasan kita mendekatkan diri dan meningkatkan IMTAK
kepada-Nya.
Kekaguman kita manusia
kepada segala ciptaan-Nya, baik berupa fenomena fisikal-alamiah maupun berupa
fenomena kehidupan, merupakan nilai ketuhanan yang strategis sebagai bangsa
yang ber-Pancasila. Pendidikan IPS dengan ruang lingkup dan aspek kehidupan
sosial yang begitu luas cakupannya, menjadi landasan kuat penanaman dan
pengembangan nilai Ketuhanan yang menjadi kunci kebahagiaan kita manusia
lahir-batin. Nilai Ketuhanan ini menjadi landasan moral SDM setiap hari,
terutama untuk masa yang akan datang. Hal ini wajib menjadi perhatian Anda dan
kita semua selaku guru IPS bahwa materi dan proses pembelajaran apa pun pada
pendidikan IPS, wajib berlandaskan nilai Ketuhanan.
Selanjutnya, dalam
proses pembelajaran pendidikan IPS, Anda selaku guru IPS tetap berpegang pada
ruang lingkupnya, yaitu manusia sebagai anggota masyarakat atau manusia dalam
konteks sosial. Oleh karena itu, proses tersebut tidak dapat terlepas dari kondisi
masyarakat sebagai suatu kenyataan. Secara bertahap dan berkesinambungan,
lingkup masyarakat yang menjadi objek formal dalam pembelajaran, mulai dari
lingkungan keluarga, para tetangga, kampung, desa, kabupaten, propinsi, serta
demikian seterusnya.
Sedangkan yang menjadi
objek materialnya, meliputi aspek-aspek hubungan sosial, ekonomi, psikologi,
budaya, sejarah, geografi, dan politik. Bobot luas dan kedalaman materi
aspek-aspek tadi, secara bertahap disesuaikan dengan perkembangan dan tingkat
kemampuan peserta didik. Ragam pembelajarannya juga disesuaikan dengan apa yang
terjadi dalam kehidupan. Secara formal, proses mengajar dan membelajarkan itu
terjadi di sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Namun sesuai
dengan kenyataan, peserta didik itu dibelajarkan dalam kehidupan yang
sesungguhnya, baik di lingkungan keluarga, di jalan, di pasar, di tempat
pembelajaran, dan tempat-tempat keramaian lainnya. Interaksi edukatif antara
Anda selaku guru dengan peserta didik, tidak hanya sepihak dalam bentuk
“ceramah” saja, melainkan dikembangkan melalui metode lain, seperti
tanya-jawab, diskusi, tugas, karyawisata, sosiodrama, dan bermain peran.
Pendekatan dan metode
tersebut dilaksanakan secara bervariasi serta terpadu. Pelaksanaan metode
pembelajaran di luar sekolah, dilaksanakan melalui karyawisata, dan terutama
tugas. Banyak hal yang tidak dapat dilaksanakan di dalam kelas atau umumnya di
sekolah, dapat Anda penuhi dengan memberikan tugas kepada peserta didik. Tugas
ini juga kaya akan berbagai ragam kegiatan, melakukan komunikasi (tanya-jawab,
wawancara, diskusi) dengan sumber data atau narasumber, orang tua, dan
orang-orang tertentu yang dapat memberikan informasi tentang materi atau pokok
bahasan IPS yang sedang menjadi garapan. Tugas itu juga dapat dalam bentuk
membaca (buku, surat kabar, majalah), mengumpulkan artikel dari surat kabar,
mengumpulkan gambar, mendengarkan berita radio, menonton TV, dan seterusnya.
Informasi mengenai kehidupan sosial nyata sehari-hari, menjadi materi utama.
BAB
II KONSEP DASAR ILMU-ILMU SOSIAL
Kajian materi dari Mata
Kuliah Kajian IPS SD, berisi pembahasan lanjutan dari pertama dengan bahasan
pengertian dan hakikat IPS dalam program pendidikan, menjadi landasan bagi
pemahaman dan penguasaan unit kedua ini.
Dalam ini Anda akan
mempelajari konsep-konsep dasar ilmu yang termasuk ilmu-ilmu sosial, yang
meliputi konsep-konsep dasar geografi, sejarah, antropologi, sosiologi,
psikologi sosial, ekonomi dan koperasi, politik dan pemerintahan, serta keterpaduan
ilmu-ilmu sosial dan pemecahan masalah melalui pendekatan multi interdisipliner
ilmu-ilmu sosial. Dari materi ini Anda diharapkan
memiliki kemampuan sebagai berikut :
1.
Menjelaskan konsep dasar geografi.
2.
Menjelaskan konsep dasar sejarah.
3.
Menjelaskan konsep dasar antropologi.
4.
Menjelaskan konsep dasar sosiologi.
5.
Menjelaskan konsep dasar psikologi
sosial.
6.
Menjelaskan konsep dasar ekonomi.
7.
Menjelaskan konsep dasar politik.
8.
Menjelaskan keterpaduan ilmu-ilmu sosial
dalam pemecahan masalah.
Pemahaman dan penguasaan
konsep-konsep dasar IPS, sangat penting bagi Anda sebagai guru. Untuk membantu
Anda menguasai hal itu dalam unit ini akan disajikan bahasan dan latihan pada
butir-butir uraian sebagai berikut.
1.
Konsep dasar geografi, sejarah,
antropologi, sosial dan psikologi sosial.
2.
Konsep dasar ekonomi dan koperasi,
politik dan pemerintah
3.
Keterpaduan ilmu-ilmu sosial dalam
pemecahan masalah.
Agar Anda berhasil
dengan baik mempelajari unit ini, ikutilah petunjuk belajar berikut ini.
1.
Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan
unit ini sampai Anda memahami betul.
2.
Bacalah sepintas bagian demi bagian dan
temukan kata-kata kunci yang Anda anggap benar. Carilah dan baca pengertian
kata-kata kunci dalam kasus yang ada pada Anda.
3.
Tangkaplah pengertian isi unit ini
melalui pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan teman mahasiswa atau dosen
Anda. Mantapkan pemahaman Anda melalui
diskusi.
Untuk itu sebelum
membahas konsep-konsep dasar geografi, sejarah, ekonomi, politik, antropologi,
sosiologi dan psikologi sosial lebih dahulu dikemukakan apa sebenarnya konsep
itu? Menurut Dorothy J. Skeel (1979:18), “Konsep adalah sesuatu yang
tergambar dalam pikiran-suatu pemikiran, gagasan atau suatu pengertian.
Definisi lain yaitu konsep adalah suatu citra mental tentang sesuatu. Sesuatu
tersebut dapat berupa objek konkret ataupun gagasan yang abstrak. Sedangkan
James G. Womack (1970:30) mengemukakan konsep sebagai berikut : Konsep Studi
Sosial yaitu suatu kata atau ungkapan yang berhubungan dengan sesuatu yang
menonjol, sifat yang melekat. Pemahaman dan penggunaan konsep yang tepat
bergantung pada penguasaan sifat yang melekat tadi, pengertian umum kata yang
bersangkutan. Konsep memiliki pengertian denotatif dan juga
pengertian konotatif.
Berdasarkan dua acuan
konsep tadi, dapat dikemukakan bahwa konsep itu tidak lain adalah pengertian
yang tergambar dalam pikiran yang menceritakan suatu benda atau suatu gagasan,
baik konkrit ataupun abstrak. Konsep IPS tentu saja adalah suatu pengertian
yang mencitrakan suatu fenomena atau benda yang berkaitan dengan IPS. Konsep
tentang fenomena atau benda yang berkenaan dengan IPS itu memiliki pengertian
denotatif dan terutama pengertian konotatif. Pengertian denotatif adalah
pengertian berdasarkan arti katanya yang dapat digali dalam kamus,
sedangkan pengertian konotatif adalah pengertian yang
tingkat nya tinggi dan luas. Pengertian konotatif ini, merupakan
pengertian yang berperan kunci atau menonjol pada suatu konteks. Konsep dalam
pengertian konotatif inilah yang menjadi pembahasan pada bahan ajar ini. Konsep
yang memiliki pengertian dasar pada suatu bidang ilmu sosial, disebut konsep
dasar.
Selanjutnya, marilah
kita bahas bersama konsep-konsep bidang IPS yang kita kembangkan dari
bidang-bidang ilmu sosial. Pada unit 2 ini akan dibahas konsepKajian konsep
dasar gergrafi, sejarah, antropologi, sosiologi, psikologi sosial, ekonomi dan politik.
Pembahasan akan dikemukakan sebagai berikut.
1. KONSEP
DASAR GEOGRAFI
Perkembangan kehidupan
manusia di permukaan bumi menunjukkan, bahwa manusia sejak lahir sampai kepada
akhir hayatnya, tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh alam lingkungannya,
mulai dari udara yang dihirup, air yang diminum, bahan pangan yang dimakan
sampai kepada tempat berlindung dari cuaca buruk dan binatang liar, diperoleh
manusia dari alam. Melalui penggunaan dan pemanfaatan alam untuk kebutuhan
hidupnya, manusia secara berangsur-angsur mengenal berbagai unsur alam ini yang
dapat menjamin kehidupannya. Kondisi hidup yang penuh rintangan dan tantangan,
mendidik manusia untuk mengenal secara lebih mendasar dan mendalam. Pengenalan
alam yang lebih jauh ini, dimungkinkan oleh kemampuan manusia mengembangkan dan
memanfaatkan akalnya sendiri.
Kemungkinan adaptasi
manusia terhadap alam lingkungannya, diungkapkan dalam bentuk relasi manusia dengan
alam tersebut. Bentuk relasi ini berupa berbagai tingkat dan taraf kehidupan di
berbagai ruang di permukaan bumi. Sejalan dengan perkembangan kebudayaan dan
demografi manusia di permukaan bumi, pengenalan manusia terhadap alam
lingkungannya, baik yang menjadi penunjang kehidupannya makin meluas.
Pengenalan lingkungan selanjutnya berbeda-beda, relasi manusia dengan alam
lingkungannya bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya (varied ways
of living). Variasi kehidupan ini terutama dipengaruhi oleh tingkat
kebudayaan kelompok manusia di wilayah yang
bersangkutan. Pengenalan dan relasi
manusia dengan alam lingkungannya dan pengetahuan mengenai suatu daerah (ruang)
di permukaan bumi yang berkenaan dengan keadaan alam dengan kebudayaan inilah
yang selanjutnya mengembangkan pengetahuan geografi dan konsep-konsep geografi
menjadi dasar pengetahuan geografi. Dari asal katanya, geografi itu berakar
dari kata geo berarti bumi, dan graphein berarti
tulisan atau lukisan. Oleh karena itu secara harafiah, geografi itu berarti lukisan
tentang bumi. Namun pada pembahasan oleh para pakar geografi selanjutnya, pengertian
itu tidak hanya sekadar tulisan atau lukisan saja, melainkan meliputi juga penelaahannya
lebih jauh. Untuk jelasnya, marilah kita ikuti konsep geografi, menurut Council
of the Geographical Association (1919), sebagai berikut. Geografi berkenaan
dengan dunia nyata, dunia yang dipelajari seseorang dengan baik melalui sol
sepatu, atau kaki telanjang, atau dengan mengendarai kereta api, perahu, mobil atau
pesawat terbang, dan melalui lukisan atau gambar atau cara lain. Namun demikian,
penelaahan geografi tidak berakhir pada hal-hal yang terlihat dari luar.
Penelaahan tersebut
meliputi juga sebab-akibat mengapa dunia nyata tersebut menampakkan demikian
yang dipandang sebagai keseluruhan yang menghubungkan bagian-bagian yang telah
menjadi apa adanya. Hal itu meliputi hubungan dengan ilmu kealaman. Berkenaan
dengan cara bagaimana hal-hal tadi telah mempengaruhi manusia, dan kebalikannya
telah dimodifikasi, diubah dan diadaptasi oleh tindakan manusia (Williams,
M., editor: 1976: 16).
Konsep yang dikemukakan
di atas, selanjutnya kita dapat menyimak bahwa geografi itu berhubungan erat
dengan pengalaman nyata tiap orang sehari-hari. Halhal yang dialami dan dipelajari
oleh kita dalam perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, hal itu adalah
geografi. Namun demikian seperti yang dinyatakan di atas, geografi itu tidak
hanya terbatas pada apa yang terlihat dari luar, melainkan juga meliputi
sebab-akibat mengapa yang nampak pada kenyataan itu demikian adanya. Geografi
itu berhubungan juga dengan ilmu kealaman, hal-hal atau fenomena alam itu
mempengaruhi kehidupan manusia, dan kebalikannya bagaimana tindakan manusia
memodifikasi, mengubah serta mengadaptasinya.
Dengan demikian, pada konsep
geografi ini terungkap hubungan saling mempengaruhi antara fenomena alam di
tempat-tempat tertentu dengan perilaku serta tindakan manusia. Supaya Anda
dapat menyerap konsep geografi lebih lanjut, marilah kita ikuti pengertiannya menurut
rumusan geografi Indonesia pada seminar dan Lokakarya Nasional Peningkatan
Kualitas Pengajaran Geografi di Semarang 1988, sebagai berikut: “Geografi
adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan
sudut pandang lingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan”. Berdasarkan
definisi geografi tadi, jelas bahwa yang menjadi objek studi geografi adalah
geosfer yaitu permukaan bumi yang merupakan bagian dari bumi yang terdiri atas
atmosfer (lapisan udara), litosfer (lapisan batuan, kulit bumi), hidrosfer
(lapisan air, perairan), dan biosfer (lapisan kehidupan). Pada konsep ini,
geosfer atau permukaan bumi tadi ditinjau dari sudut pandang kewilayahan atau lingkungan
yang menampakkan persamaan dan perbedaan fenomenanya (udara, batuan, perairan,
kehidupan). Persamaan dan perbedaan fenomena tersebut tidak terlepas dari
hubungan dan interaksi keruangan dan unsur-unsur geografi di wilayah atau dalam
lingkungan di permukaan bumi. Selanjutnya tentu Anda bertanya “di manakah
kedudukan manusia dalam geosfer tersebut?” Jawabannya, tentu saja merupakan
unsur dari biosfer bersama-sama dengan tumbuh-tumbuhan dan binatang lain yang
menempati biosfer yang bersangkutan. Bahkan ditinjau dari peranannya, manusia
itu merupakan faktor yang dominan terhadap lingkungannya (man ecological
dominant).
Dari pengertian
geografi yang telah dikemukakan tadi, dapat diketengahkan di sini bahwa
geografi berkenaan dengan (1) geosfer atau permukaan bumi, (2) alam lingkungan
(atmosfer, litosfer, hidrosfer, biosfer), (3) umat manusia atau antroposfer, (4)
persebaran keruangan fenomena alarm dan kehidupan termasuk persamaan serta perbedaannya,
dan (5) analisis hubungan serta interaksi keruangan fenomenafenomenanya di
permukaan bumi. Berkenaan dengan konsep dasar yang dikembangkan pada geografi,
paling tidak, kita dapat mempelajari dua kelompok konsep dasar yang dikemukakan
oleh Getrude Whipple (James, P.E.: 1979:115), dan oleh Henry J. Warman
(Gabler, R.E.: 1966: 13-16): Rincian konsep dasar itu sebagai
berikut. Getrude Whipple mengungkapkan lima konsep dasar, yaitu:
1.
Bumi sebagai planet.
2.
Variasi cara hidup.
3.
Variasi wilayah-wilayah alamiah.
4.
Makna wilayah (region) bagi manusia.
5.
Pentingnya lokasi dalam memahami
peristiwa dunia.
Sedangkan Henry J.
Warman mengemukakan 15 konsep dasar sebagai berikut.
1.
Konsep kewilayahan atau konsep regional.
2.
Konsep lapisan kehidupan atau konsep
biosfer.
3.
Konsep manusia sebagai fakior ekologi
yang dominan
4.
Konsep globalisme atau konsep bumi
sebagai planet.
5.
Konsep interaksi keruangan.
6.
Konsep hubungan areal (wilayah).
7.
Konsep persamaan areal (wilayah).
8.
Konsep perbedaan areal (wilayah).
9.
Konsep keunikan areal (wilayah).
10.
Konsep persebaran areal (wilayah).
11.
Konsep lokasi relative.
12.
Konsep keunggulan komparatif.
13.
Konsep perubahan yang terus-menerus atau
perubahan abadi.
14.
Konsep sumber daya dibatasi secara
budaya.
15.
Konsep bumi yang bundar di atas kertas
yang datar atau konsep peta.
Pada tingkat Sekolah
Dasar (SD) dan pendidikan dasar (Pendas) konsep dasar itu dapat kita mulai dari
arah (mata angin), jarak, peta perbedaan waktu, sungai, gunung, dan demikian
seterusnya secara bertahap serta berkesinambungan. Selanjutnya, bagaimanakah
membina konsep (concept formation) pada diri kita masing-masing
dan terutama pada diri peserta didik yang menjadi tanggung jawab kita
masing-masing? Karena pembinaan konsep itu tidak lain adalah mengajarkan pengertian
konotatif tentang sesuatu (Womack, J.G.:1970:32) maka kita selaku guru IPS
mengajarkan pengertian yang seluas-luasnya tentang sesuatu secara bertahap berkesinambungan,
sampai terjadi pola pengertian dalam benak kita dan juga dalam benak peserta
didik tentang sesuatu tadi secara terurai mulai dari keadaannya yang konkrit
mudah ditangkap oleh peserta didik sampai ke tahap abstrak yang mencirikan konsep
tersebut. Sebagai contoh dapat dikemukakan tentang sungai sebagai suatu konsep
dasar geografi. Kita selaku guru IPS bertanya kepada peserta didik tentang sungai
“apakah ada di antara mereka yang belum mengenal sungai”. Anda yakin tidak ada
peserta didik yang belum mengetahui tentang sungai itu. Secara konkret kita
telah menyampaikan pengertian sungai itu. Kita dapat menjelaskan arti kata sungai
sesuai dengan yang diuraikan dalam kamus. Selanjutnya dikemukakan bahwa sungai
itu ada daerah sumbernya (daerah hulu), ada aliran bagian tengah, dan ada muaranya
(bagian hilir). Kemudian kita sampaikan pemanfaatan sungai untuk berbagai
keperluan seperti Pengairan sawah, pelayaran atau perhubungan, pembangkit
tenaga listrik, Perikanan, dan demikian seterusnya. Mengenai daerah sumber atau
daerah hulunya, ada yang berasal dari pegunungan, ada yang berasal dari danau,
dan ada pula yang berasal dari daerah es atau daerah salju. Dengan demikian,
sumber airnya itu ada yang berasal dan curahan hujan dan ada pula yang berasal
dari curahan salju. Kalau hal-hal yang berkenaan dengan sungai itu telah mencakup
pengertian yang luas dan telah tertanam dalam benak kita masing-masing termasuk
dalam benak peserta didik maka pada diri siswa masing-masing telah terbina
konsep. Proses pembinaan konsep ini tidak hanya berlaku untuk bidang studi geografi,
melainkan berlaku juga untuk semua bidang studi dan semua bidang pendidikan.
Berikutnya kita lanjutkan dengan bidang studi yang lain.
2. KONSEP
DASAR SEJARAH
Dalam Mata Kuliah
kajian IPS, sejarah ini terutama ditujukan pada pembahasan hidup dan kehidupan
manusia dalam konteks sosialnya. Oleh karena itu, pembahasan konsep dasar
sejarah di sini lebih menitik beratkan pada sejarah sebagai salah satu bidang
ilmu sosial yang dapat dikonsepkan sebagai ilmu sejarah yang diperuntukkan bagi
semua mahasiswa dan peserta didik pada setiap disiplin ilmu. Melalui pelajaran
sejarah, di harapkan peserta didik/mahasiswa dapatmengenali perkembangan
kehidupan umat manusia, baik masyarakat bangsanya
maupun masyarakat bangsa-bangsa lain. Di harapkan pula dapat memahami saling pengaruh
yang terjadi antara satu peristiwa dengan peristiwa lain serta saling pengaruh
antar masyarakat dan antar bangsa. Melalui pemahaman sejarah rasa kebangsaan
semakin tebal dan mengenali “benang merah” perjuangan bangsa serta menghidupkan
atau menyajikan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu.
Akan tetapi tidak semua
peristiwa itu layak untuk disajikan, masalah dapat dan tidak dapatnya
perisrtiwa sejarah disajikan bergantung pada keterhubungan masalah yang ada
dalam hubungan konsep disiplin ilmu sosial dalam kajian ilmu sosial yang ada. Sejarah
merupakan suatu kontinuitas dan berlangsung dalam hubungan kausal. Suatu
peristiwa merupakan akibat dari peristiwa sebelumnya dan akan menjadi sebab
dari peristiwa selanjutnya. Untuk memahami akibat peristiwa yang ada perlu
dilandasi dengan pengetahuan sejarah dan konsep-konsep dasar sejarah menjadi
dasar bagi pengetahuan itu.
Sejarah sesungguhnya
melekat pada tiap benda, tiap diri makhluk, baik yang hidup dan tidak hidup,
tiap fenomena di alam raya ini. Mengapa demikian? Jawabannya, tiap benda, tiap
diri, dan tiap fenomena tersebut memiliki riwayat, asalusul yang menyangkut
proses, peristiwa dan waktu. Dengan perkataan lain, tiap apa yang ada di alam
raya ini memiliki sejarah masing-masing, atau paling tidak ada riwayat
asal-usulnya. Namun demikian, pada mata kuliah IPS, sejarah ini terutama ditujukan
pada pembahasan hidup dan kehidupan manusia dalam konteks sosialnya. Oleh
karena itu, pembahasan sejarah di sini lebih menitikberatkan pada sejarah sebagai
salah satu bidang ilmu sosial yang dapat dikonsepkan sebagai ilmu sejarah.
Sebelum kita menelaah
sejarah sebagai ilmu, dalam hal ini bidang ilmu dan ilmu-ilmu sosial, lebih
dahulu kita akan menelaah apa sesungguhnya sejarah itu. Hugiono dan P.K.
Poerwantana (1987:9) mendefinisikan sejarah sebagai berikut “Sejarah adalah
gambaran tentang peristiwa-peristiwa masa lampau yang dialami manusia, disusun
secara ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan analisis kritis
sehingga mudah dimengerti dan dipahami”. Sedangkan Sartono Kartodirdjo (1992:59)
secara singkat mengkonsepkan Sejarah sebagai pelbagai bentuk penggambaran
pengalaman kolektif pada masa lampau”. Dan pada sisi lain Ephrain Fischoff
(Fairchild, H.P., dkk.: 1982:141) mengemukakan “Sejarah adalah
riwayat tentang masa lampau atau suatu bidang ilmu yang menyelidiki dan
menuturkan riwayat itu sesuai dengan metode tertentu yang terpercaya”.
Berdasarkan
konsep-konsep yang telah dikemukakan tadi, kunci dalam pengertian sejarah
terletak pada masa lampau, baik berupa peristiwa, pengalaman kolektif maupun
riwayat masa lampau tersebut. Secara singkat, sejarah itu berkenaan dengan
peristiwa masa lampau tentang kehidupan manusia dalam konteks sosialnya. Dalam
konteks tadi, peristiwa atau pengalaman kolektif atau riwayat masa lampau itu,
tidak hanya digambarkan ataupun dinarasikan sebagai suatu fakta, melainkan ditafsirkan
dan dianalisis, bahkan juga diteliti dengan menerapkan metode tertentu yang
sesuai. Oleh karena itu, sejarah ini tidak hanya sebagai pengetahuan, melainkan
memenuhi syarat juga sebagai bidang ilmu. Dalam hal ini termasuk bidang ilmu sosial.
Secara objektif, suatu
peristiwa ataupun pengalaman hidup di masa lampau tidak dapat diulang kembali.
Namun dengan menerapkan suatu metode, peristiwa atau pengalaman tersebut dapat
direkonstruksi, disusun kembali. Secara murni, tentu saja hasil rekonstruksi
itu tidak merupakan duplikat sebagai mana aslinya. Ungkapan sejarah berulang
dan mengambil pelajaran dari sejarah, hal tersebut merupakan kesadaran dari
kita manusia bahwa hal-hal tertentu sebagai pengalaman masa lampau, mungkin
terjadi atau berulang untuk diwaspadai, khususnya berkenaan dengan
peristiwa-peristiwa yang membawa laknat bagi kehidupan umat manusia.
Sedangkan peristiwa
masa lampau itu, tidak akan mungkin terulang kembali. Apa yang telah terjadi,
telah menjadi fakta sejarah. Sebagai suatu kesadaran, kita wajib waspada
terhadap pengalaman sejarah yang membawa laknat bagi kehidupan dan kesejahteraan
umat manusia. Suatu makna yang berharga, dengan mempelajari peristiwa dan
pengalaman masa lampau dan dihubungkan dengan kejadian serta pengalaman aktual
hari ini, kita dapat mengetahui dan mengkaji perkembangan. Dan dari
perkembangan tersebut, kita dapat memprediksi kejadian-kejadian masa yang akan
datang. Dengan menelaah sejarah pertumbuhan (penduduk, produksi, perluasan
kota), mulai masa lampau sampai saat ini, kita dapat memprediksi atau .paling
tidak melihat kecenderungan masa yang akan datang. Dalam hal ini, belajar,
mempelajari dan mengkaji sejarah, bukan merupakan kegiatan yang statis, malah
justru merupakan suatu telaahan yang dinamis ke masa yang akan datang. Hanya
tinggal bagaimana Anda dan kita semua sebagai guru IPS mengajarkan dan
membelajarkannya, agar belajar sejarah itu sebagai kegiatan dinamis yang jauh
dari menjemukan. Bahkan justru sebaliknya merupakan hal yang sangat menarik
minat yang berkesinambungan.
Sejarah sebagai bidang
ilmu sosial, memiliki konsep dasar yang menjadi karakter dirinya, dan yang
dapat dibina pada diri kita masing-masing, terutama pada diri peserta didik.
Konsep-konsep dasar itu adalah:
1.
Waktu
2.
Dokumen
3.
Alur peristiwa
4.
Kronologi
5.
Peta
6.
Tahap-tahap peradaban
7.
Ruang
8.
Evolusi
9.
Revolusi
Bahwa waktu merupakan
konsep dasar pada sejarah, peristiwa itu tidak dapat dikatakan sebagai fenomena
dan fakta sejarah jika tidak dinyatakan waktu terjadinya, terutama waktu yang
menunjukkan waktu masa lampau. Waktu terutama waktu yang telah lampau,
menjelaskan sifat, bobot dan warna peristiwa yang bersangkutan. Peristiwa
sejarah, dapat dinyatakan sebagai sejarah apabila terkait dengan waktu ini. Konsep
yang paling melekat dengan waktu adalah ruang meskipun secara karakteristik
konsep ruang lebih mendekat dengan geografi. Pada abad XVIII, seorang ahli
filsafat Jerman mengemukakan bahwa sejarah dengan geografi merupakan ilmu dwi
tunggal, artinya penelaahan sesuatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya,
tidak dapat dilepas dari ruang waktu terjadinya. Sejarah mengungkapkan kapan
terjadinya sedang geografi merupakan petunjuk di mana peristiwa itu terjadi.
Kesatuan kedua konsep tersebut, memberikan petunjuk tentang karakter peristiwa
yang ditelaah. Oleh karena itu, peta menjadi alat bantu tentang lokasi sesuatu
peristiwa itu terjadi.
Selanjutnya, konsep
alur peristiwa tidak lain adalah suatu rentetan peristiwa atau rentetan
pengalaman sejarah masa lampau berdasarkan urutan waktu terjadinya. Atau dengan
ungkapan konsep yang lain yaitu kronologi peristiwa atau pengalaman sejarah
masa lampau. Konsep alur peristiwa dan kronologi, mengungkapkan dinamika
peristiwa atau pengalaman sejarah dari waktu ke waktu yang menunjukkan perkembangan
serta perubahannya. Penerapan dan pengungkapan peristiwa berdasarkan konsep
alur peristiwa serta kronologi waktunya, selain dapat mengungkapkan prosesnya,
juga dapat mengungkapkan kecepatan proses tersebut apakah peristiwa atau
pengalaman sejarah itu berlangsung lambat ataukah cepat. Jika peristiwa itu
berlangsung sangat cepat dapat kita sebut revolusi, sedangkan bila sangat lambat,
kita sebut evolusi. Dengan demikian, konsep revolusi juga merupakan suatu kata
kunci yang dapat diterapkan dalam telaah sejarah.
Dalam alur peristiwa
yang menelaah sejarah kebudayaan secara evolusi, kita juga dapat mengungkapkan
tahap-tahap peradaban sebagai perkembangan teknologi dan kemampuan teknologi
masyarakat manusia dari waktu ke waktu. Perkembangan masyarakat dari mulai
tahap peramu sederhana, ke peramu lebih maju, selanjutnya ke tahap cocok tanam
sederhana, dan kemudian ke masyarakat pertanian maju, merupakan tahap-tahap
peradaban masyarakat berdasarkan penguasaan teknologi sertai sekaligus juga
tahap ekonominya. Konsep tahap-tahap peradaban ini dalam penerapan telaahan
sejarah, merupakan suatu metode yang dapat mengungkapkan perkembangan serta
kemajuan sesuatu masyarakat.
Dengan menerapkan
pendekatan sesuai dengan konsep tahap-tahap peradaban, kita dapat merumuskan
suatu generalisasi bahwa bagaimanapun sederhananya masyarakat, tidak ada yang
mandeg
budayanya, melainkan selalu mengalami
perkembangan dan kemajuan. Yang berbeda terjadi di antara suatu masyarakat.
dengan masyarakat lainnya, terletak pada kecepatannya. Dengan memperhatikan dan
menelaah uraian yang baru kita bahas, Anda selaku guru IPS, dapat menyimpulkan
bahwa konsep-konsep dasar tersebut tadi, jalin-menjalin dalam peristiwa dan
pengalaman masa lampau sebagai suatu deskripsi serta alur sejarah. Berdasarkan
analisis atau kronologi tersebut dari masa lampau sampai saat ini, Anda akan
mampu memprediksi suatu peristiwa, pengalaman atau proses kehidupan manusia di
hari-hari mendatang. Paling tidak Anda dapat memperhitungkan kecenderungannya.
Di sini makna kita mempelajari dan menganalisis sejarah. Analisis kecenderungan
berupa konsep Megairends dari J. Naisbitt dan future
shocks dari A. Toffler yang terkenal itu, tidak lain adalah analisis
sejarah yang kemudian memprediksi peristiwa yang akan datang. Jika ada pihak
yang beranggapan bahwa mempelajari sejarah itu merupakan suatu kajian yang statis,
hal itu tidak benar. Justru analisis sejarah itu suatu analisis yang dinamis.
Rangkuman
Dalam kajian IPS,
pemahaman tentang konsep merupakan syarat utama dalam pengembangan materi
terutama dalam pembinaan serta pengembangan Sumber Daya manusia (SDM),
sekaligus mampu menggeneralisasikan konsep dalam pengembangan pengertian
tentang sesuatu. Hal ini perlu dibekalkan kepada generasi muda agar memiliki
kemampuan konseptual di masa yang akan datang.
Secara teoritik,
konseptual suatu konsep dasar dengan konsep dasar yang lain dapat di
pisah-pisahkan. Namun dalam proses berpikir yang integratif hal tersebut berkaitan
satu sama lain. Konsep geografi erat hubungannya dengan sejarah serta demikian
seterusnya. Konsep geografi seperti: region, biosfer, ekologi, planet, keruangan,
wilayah/areal, lokasi, keunggulan, komperatif, kesadaran dan penghayatan
memiliki makna efektif yang mendasar pada pembinaan dasar kepribadian peserta
didik. Oleh karena itu, guru khususnya guru IPS di SD/ini memiliki kedudukan,
peran dan fungsi strategi dalam menekankan serta pembina konsep-konsep tadi.
Konsep sejarah erat
hubungannya dengan geografi, serta sejarah erat hubungannya dengan psikologi
sosial dan sosiologi serta demikian seterusnya. Dengan demikian persoalan
konsep sejarah dalam Ilmu Pengetahuan Sosial, dapat dipahami bahwa sejarah
merupakan gambaran peristiwa masa lampau atau riwayat tentang masa lampau
manusia yang disusun secara ilmiah, ditafsirkan dan dianalisa sehingga mudah
dipahami. Secara obyektif, suatu peristiwa ataupun pengalaman hidup dimasa
lampau tidak dapat diulang kembali, namum dengan menerapkan suatu metode dalam
susunan ilmiah, peristiwa atau pengalaman masa lampau tersebut dapat
direkonstruksi, disusun kembali.
Pengembangan dan
pembinaan susunan ilmiah dalam sejarah sebagai bidang ilmu sosial dilandasi konsep
dasar yang menjadi karakter dirinya. Konsep dasar yang perlu dipahami dalam
sejarah yakni: konsep waktu, dokumen, peristiwa, kronologi, peta,
tahapan-tahapan peradaban, ruang, evolusi, serta revolusi; konsep-konsep tersebut
jalin-menjalin dalam peristiwa masa lampau sebagai suatu deskripsi serta alur
sejarah.
3.
KONSEP DASAR ANTROPOLOGI
ada hakikatnya manusia
merupakan makhluk sosial, dimana kehidupan manusia di masyarakat atau
manusia dalam konteks sosialnya meliputi berbagai aspek. Salah satu
aspek yang bermakna yakni mencirikan kemajuan yaitu kebudayaan, dimana
setiap orang mempunyai kecenderungan kuat untuk hidup bersama dengan orang
lain dalam kelompok. Manusia dalam kehidupan berkelompok (bermasyarakat)
didorong oleh nalurinya dan menciptakan budaya untuk mempertahankan diri
dalam kelompoknya. Naluri dan kebudayaan itu diwujudkan dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah.
Dalam kehidupan
kelompok (masyarakat) banyak terdapat masalah-masalah dari yang sederhana
sampai yang sangat kompleks. Banyak perilaku yang berlatarbelakang
sangat beraneka ragam, hubungan antar individu bersifat demikian pekanya.
Hal ini akan mempersulit dalam pengambilan keputusan untuk bertindak. Tindakan
tersebut diharapkan bukan hanya bermanfaat bagi pelaku, melainkan juga bagi
masyarakat.
Hubungan manusia yang
bersifat kelompok tidak kalah rumitnya, manusia sering menghadapi banyak
masalah dalam hidup bermasyarakat, hal ini perlu disadari sejak dini
bahwa kehidupan masyarakat dalam lingkungan sosial yang telah dan akan
selalu berubah searah dengan kemajuan ilmu dan teknologi, dengan demikian
kontrol masyarakat berasal dari hati nurani dengan pemahaman dan pengetahuan
tentang konsep dasar antropologi, sosiologi dan psikologi sosial yang dianggap
esensi dari hidup bermasyarakat dengan tujuan hidup dan bertindak sesuai dengan
yang sebenarnya.
4.
KONSEP DASAR ANTROPOLOGI
Seperti telah
dikemukakan terdahulu, kehidupan manusia di masyarakat atau manusia dalam
konteks sosialnya, meliputi berbagai aspek. Salah satu aspek yang bermakna
dalam kehidupan manusia yang juga mencirikan kcmajuannya yaitu kebudayaan.
Bidang ilmu sosial yang mengkhususkan telaahannnya kepada kebudayaan itu tidak
lain adalah Antropologi. Namun untuk jelasnya, apa sesungguhnya Antropologi
itu, E.A. Hoebel (Fairchild, H.P. dkk.: 1982:12) secara singkat
mengemukakan “Antropologi adalah suatu studi tentang
manusia dengan kerjanya”. Sedangkan Koentjaraningrat (1990:11)
juga secara singkat mengemukakan "Antropologi berarti ilmu
tentang manusia”. Dua ungkapan di atas menyatakan bahwa antropologi
itu studi atau ilmu tentang manusia. Hoebel Iebih tegas dengan
menyebutkan dengan kerjanya, sedangkan Koentjaraningrat tidak. Namun
kita dapat menafsirkan pernyataan itu selanjutnya, khusus yang dikemukakan oleh
Hoebel tentang kerjanya, yang dapat diartikan sebagai kerja dalam
arti kegiatan pikiran dan pemikiran yang berarti budaya
serta kebudayaannya. Oleh karena itu, pengertian antropologi di
sini lebih tepat dikatakan antropologi budaya, yang oleh Hoebel
dikemukakan, bahwa “Antropologi budaya itu tidak lain adalah studi
tentang perilaku manusia” (Fairchild, dkk.: (1982:12).
Sedangkan Koentjaraningrat (1990:11-12) mengemukakan bahwa antropologi
budaya telah menjadi mata kuliah resmi di Universitas Indonesia
sebagai pengganti ilmu kebudayaan. Dalam struktur ataupun
humaniora, konsep atau istilah ilmu kebudayaan itu tidak ada. Dengan demikian
sebutan antropologi di sini berarti antropologi budaya yang berarti studi atau
ilmu yang mempelajari manusia dengan perilaku sosial dan atau dengan
kebudayaannya.
Pembahasan tentang
budaya dan kebudayaan, telah didiskusikan pada bahan ajar pada waktu
membicarakan IPS sebagai program pendidikan. Namun demikian, pada kesempatan
sekarang ini akan kita bahas kembali Lebih lanjut yang berkaitan dengan
antropologi atau antropotogi budaya. Anda dan kita semua dapat menghayati, bahwa
di antara manusia dengan makhluk hidup yang lain, khususnya dengan binatang
terdapat perbedaan yang mendasar. Perbedaan tersebut terletak pada akal pikiran
yang berkembang dan dapat dikembangkan. Manusia dan binatang sebagai makhluk Al
Khalik Maha Kuasa, sama-sama dikaruniai otak, namun otak manusia dilengkapi
oleh kemampuan yang berkembang dan dapat dikembangkan seperti telah dikemukakan,
sedangkan otak binatang tidak demikian. Oleh karena itu, manusia dengan akal
pikirannya inilah yang menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan, akar
katanya dari kata buddayah, bentuk jamak dan buddhi yang
berarti budi atau akal (Koentjaraningrat:
1990:9) Soejono Soekanto: 1990:188). Kata buddhayah dan
atau buddhi itu berasal dan Bahasa Sanskerta. Dengan
demikian, kebudayaan itu dapat diartikan sebagai “hal-hal
yang berhubungan dengan budi dan atau akal”. Mengenai
kebudayaan ini, Anda dapat menyimak beberapa konsep dari beberapa pakar di
bidang ini, antara lain C.A. Eliwood (Fairchild, H.P., dkk.:
1982:80) mengungkapkan: Kebudayaan adalah nama kolektif
semua pola perilaku ditransparansikan secara sosial melalui
simbol-simbol; dan sini tiap unsur semua kemampuan kelompok umat
manusia yang karakteristik, yang tidak hanya meliputi bahasa,
peralatan, industri, seni, ilmu, hukum, pemerintahan, moral, dan
keyakinan kepercayaan saja, melainkan meliputi juga peralatan material
atau artefak yang merupakan penjelmaan kemampuan budaya yang menghasilkan
pemikiran yang berefek praktis dalam bentuk bangunan, senjata,
mesin, media komunikasi, perlengkapan seni, dan sebagainya. Pengertian
kebudayaan secara ilmiah berbeda dengan pengertian konotatif sehari-hari.
Hal tersebut meliputi semua yang dipelajari melalui sambung rasa atau
komunikasi timbal arah. Hal itu meliputi semua bahasa, tradisi, kebiasaan,
dan kelembagaan. Tidak ada kelompok umat manusia yang memiliki
maupun yang tidak memiliki bahasa, tradisi, kebiasaan, dan kelembagaan-kebudayaan
itu sifatnya universal yang merupakan ciri yang berkarakteristik
masyarakat manusia.
Konsep yang dikemukakan
oleh Eliwood di atas sangat jelas dan gamblang bahwa kebudayaan
itu hanya menjadi milik otentik manusia. Dari konsep tadi, tercermin
pula konsep-konsep dasar antropologi yang melekat pada kehidupan masyarakat
manusia. Namun demikian, konsep-konsep dasar itu akan diketengahkan kembali
secara lebih lengkap. Konsep-konsep dasar itu meliputi:
1.
Kebudayaan
2.
Tradisi
3.
Pengetahuan
4.
Ilmu
5.
Teknologi
6.
Norma
7.
Lembaga
8.
Seni
9.
Bahasa
10.
Lambang
11.
Dan banyak hal serta fenomena yang dapat
kita sendiri menggalinya.
Sebelum kita membahas
konsep dasar antropologi lebih lanjut, marilah kita simak konsep kebudayaan
menurut C.P. Kottak (1990:37) sebagai berikut. Semua populasi
manusia mempunyai kebudayaan, yang menjadi milik umum yang
merekat jenis manusia. Kebudayaan inilah yang secara umum merupakan
kemampuan yang hanya dimiliki oleh jenis manusia. Akhirnya dapat
dikemukakan ada budaya belajar, yang secara unik bergantung pada pengembangan
kemampuan manusia menggunakan tambang, isyarat yang tidak
dimiliki kepentingan atau hubungan alamiah dengan hal-hal di pihak manusia
sendiri.
Dan apa yang
dikemukakan oleh Kottak tadi, ada hal yang menonjol pada jenis manusia
yaitu, budaya belajar, yang membawa kemajuan yang sangat pesat pada diri
manusia terutama selama abad-abad terakhir ini. Budaya belajar, kemampuan
akal-pikiran yang berkembang dan dapat dikembangkan, menjadi landasan
pelaksanaan pendidikan yang membawa kemajuan manusia dengan segala aspek serta
unsur kebudayaan. Bahkan melalui pendidikan ini, segala sesuatu yang melekat
pada diri manusia yang menjadi konsep dasar antropologi itu juga mengalami
pergeseran. Dalam hal ini kita mengalami apa yang disebut pergeseran tradisi,
nilai, norma, dan kelembagaan. Yang selanjutnya juga berdampak pada perkembangan
dan kemajuan pengetahuan, ilmu dan teknologi, atau bahkan juga terjadi pengaruh
sebaliknya. Selanjutnya, marilah kita kembali membicarakan konsep dasar antropologi.
Kebudayaan sebagai
konsep dasar, secara langsung telah kita telaah, paling tidak melalui dua
pembahasan yang baru kita lakukan. Selanjutnya, mengenai tradisi tidak lain
adalah kebiasaan-kebiasaan yang terpolakan secara budaya di masyarakat. Kebiasaan
yang dikonsepkan sebagai tradisi ini, karena telah berlangsung turuntemurun, sukar
untuk terlepas dari masyarakat. Namun demikian, karena pengaruh komunikasi dan
informasi yang terus-menerus melanda kehidupan masyarakat, tradisi tadi
mengalami pergeseran. Paling tidak fungsinya berubah bila dibandingkan dengan
maksud semula dalam konteks budaya masa lampau. Tata upacara tertentu di masyarakat
yang semula bernilai ritual kepercayaan, pada saat ini tata upacara itu masih
dilakukan, namun nilainya tidak lagi sebagai suatu bentuk ritual, melainkan hanya
dalam upaya untuk mempertahankan silaturrahmi, bahkan hanya sebagai hiburan.
Jika tradisi melekat pada kehidupan dan alam pikiran masyarakat, paling tidak
dalam kelompok maka kebiasaan, lebih melekat pada orang per orang sebagai anggota
masyarakat, dan tingkat bobotnya juga lebih rendah daripada bobot tradisi.
Kebiasaannya
keberlakuannya lebih terbatas bila dibandingkan dengan tradisi. Tegur-sapa,
mengetuk pintu kalau bertamu, mendahulukan orang tua atau yang dituakan,
berpakaian rapi jika mengunjungi orang yang dihormati, dan lain-lain sebangsanya,
hal itu merupakan kebiasaan. Namun pulang mudik pada hari lebaran atau tahun
baru, sampai saat ini masih menjadi tradisi untuk kelompok masyarakat tertentu.
Kita belum mengetahui apakah di tahun-tahun mendatang pulang mudik itu masih
merupakan tradisi ataukah bergeser hanya menjadi kebiasaan. Hal tersebut masih
hams ditunggu dan diamati lebih jauh.
Dalam lingkup
antropologi dan kebudayaan, pengetahuan, ilmu dan teknologi merupakan konsep
dasar yang terkait dengan budaya belajar. Tiga konsep dasar tersebut saat ini
biasa dijadikan sebagai IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi). Penyatuan tiga
konsep tersebut sangat beralasan, karena ketiganya sangat erat kaitannya satu
sama lain. Jika pengetahuan merupakan kumulasi dari pengalaman dan hal-hal yang
kita ketahui, sedangkan ilmu merupakan pengetahuan yang- telah tersistematisasikan
(tersusun) yang berkarakter tertentu sesuai dengan objek yang dipelajari, ruang
lingkup telaahannya, dan metode yang dikembangkan serta diterapkannya.
Pengetahuan yang menjadi biang ilmu, sifatnya masih acak. Adapun penerapan ilmu
dalam kehidupan untuk memanfaatkan sumber daya bagi kepentingan manusia, itulah
yang kita sebut teknologi. Kita yakin bahwa tiga konsep tersebut sangat erat
kaitannya satu sama lain. Oleh karena itu pula kita sepakat untuk memadukannya
menjadi IPTEK. Pada masyarakat yang bagaimanapun sederhananya, dan terpencil
dari keramaian, IPTEK itu ada pada mereka. Namun kualitasnya pasti sangat
berlainan dengan masyarakat yang telah maju. Dengan mengetahui kondisi tiap
kelompok masyarakat termasuk tradisi, kebiasaan dan kemampuan IPTEK-nya, Anda
dan kita semua akan mampu memahami dan menghargai keadaan masyarakat yang
bagaimanapun dan di mana pun. Tidak justru sebaliknya Anda dan kita semua
mencemoohkan mereka. Melalui IPS, Anda wajib membawa peserta didik ke arah yang
saling mengerti dan saling menghargai sesama kelompok masyarakat dalam keadaan
yang bagaimanapun serta di mana pun mereka adanya.
Dalam kehidupan
masyarakat dan bermasyarakat, keluarga merupakan lembaga yang memiliki fungsi
majemuk. Ia menjadi lembaga ekonomi dalam menjamin kebutuhan pangan, sandang
dan papan (rumah), ia juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan dalam
meletakkan dasar pendidikan kepada anggotanya, ia juga menjadi lembaga
peradilan dalam mempertahankan keseimbangan hak dan kewajiban di antara
anggotanya, ia juga menjadi lembaga pemerintahan dalam menjaga kesejahteraan-ketentraman-keamanan
seluruh anggotanya, dan demikian seterusnya. Oleh karena itu, keluarga dan
lembaga merupakan konsep dasar yang bermakna pada studi antropologi. Dalam
konteks budaya dan masyarakat, keluarga dan lembaga serta keluarga sebagai
lembaga selalu menjadi perhatian.
Konsep lain yang
memegang peranan kunci dalam kehidupan masyarakat dan budaya adalah nilai serta
norma. Nilai dengan norma erat sekali kaitannya, namun demikian, memiliki
perbedaan yang mendasar. Dalam alam pikiran manusia sebagai anggota masyarakat
melekat apa yang dikatakan baik dan buruk, sopan dengan tidak sopan, cocok
dengan tidak cocok, tepat dan tidak tepat, salah dan benar, dan demikian
seterusnya. Hal itu semua merupakan nilai yang mengatur, membatasi dan menjaga
keserasian hidup bermasyarakat. Orang yang tidak sopan dengan orang tua, orang
yang dituakan dan orang yang Lebih tua, dikatakan bahwa orang yang bersangkutan
itu tidak tahu nilai. Dalam tindakan, perilaku dan perbuatan, seseorang selalu
sesuai dengan tradisi, kebiasaan dan aturan-aturan yang berlaku. Orang tersebut
dikatakan mengetahui nilai dan berpegang pada nilai yang berlaku.
Sedangkan norma, Lebih
mengarah pada ukuran dan aturan kehidupan yang berlaku di masyarakat. Oleh karena
itu, kita dapat menanyakan “Bagaimanakah norma yang berlaku dalam kelompok
masyarakat di sini?” Mengajukan pertanyaan demikian, untuk menghindari diri melanggar norma yang
berlaku. Menurut aturan (tidak tertulis ataupun tertulis) jika ingin bertanya
mengacungkan tangan atau telunjuk lebih dahulu. Hal itu merupakan norma yang
berlaku dalam suatu pertemuan atau juga dalam kelas. Pada waktu bertanya kita
berperilaku sopan. Kesopanan tersebut merupakan nilai dalam bertanya.
Pada tingkat dan taraf
yang lebih tinggi kita juga mengenal pranata yang juga merupakan salah satu
konsep dasar dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. Dalam hal ini, kita
juga harus membedakan antara pranata (institution) dengan lembaga (institut).
Untuk menyimak perbedaan tadi, Prof. Dr. Koentjaraningrat (1990: 165)
memberikan penjelasan “Pranata adalah sistem norma atau
aturanaturan yang mengenai suatu aktivitas masyarakat yang
khusus, sedangkan lembaga atau institut adalah badan atau
organisasi yang melaksanakan aktivitas itu”. Lebih
tegasnya, Koentjaraningrat menemukan contoh-contoh sebagai berikut. Lembaga,
Institut, Organisasi Pranata, Institution
Institut Teknologi Bandung Pendidikan teknologi Institut Agama Islam
Pendidikan Agama Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan Nasional Penelitian
Masyarakat Penerbit Kompas, Yayasan Bentara Rakyat Jurnalistik Departemen
HANKAM Keamanan negara PSSI Olahraga sepak bola
Selanjutnya, Koentjaraningrat
mencontohkan juga pranata yang. Berfungsi memenuhi keperluan kekerabatan,
yaitu perkawinan, tolong-menolong, antar kerabat, sopan-santun, pergaulan antar
kerabat dan sebangsanya. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan mata
pencarian. yaitu pertanian, peternakan, industri, perdagangan, dan sebagainya. Bahasa
sebagai suatu konsep dasar, memiliki pengertian konotatif yang luas.
Bahasa sebagai suatu
konsep, bukan hanya merupakan rangkaian kalimat tertulis ataupun lisan,
melainkan pengertiannya itu lebih jauh daripada hanya sekadar rangkaian
kalimat. Bahasa sebagai suatu konsep, meliputi pengertian sebagai bahasa anak,
bahasa remaja, bahasa orang dewasa, bahasa orang awam, bahasa bisnis, bahasa
isyarat, dan demikian seterusnya. Namun demikian, makna dan nilai bahasa sebagai
suatu konsep terletak pada kedudukannya sebagai alat mengungkapkan perasaan,
pikiran dan komunikasi dengan pihak atau orang lain. Bahasa merupakan alat
untuk saling mengerti bagi berbagai pihak sehingga mampu mengembangkan hidup
dan kehidupan ke tingkat atau taraf yang lebih sejahtera. Tidak justru menjadi alat
untuk menyengsarakan masyarakat.
Pembahasan mengenai
konsep dasar antropologi pada kesempatan ini kita
akhiri dengan membicarakan lambang
sebagai konsep dasar. Sesungguhnya, bahasa itu juga merupakan lambang bagi kita
manusia. Betapa tidak, ingat saja ungkapan bahasa mencirikan bangsa. Pada
ungkapan itu tercermin bahwa bahasa menjadi lambang bagi suatu bangsa. Hal
tersebut dapat ditafsirkan bahwa bangsa yang bahasa dan tutur katanya baik,
mencerminkan bahwa bangsa tersebut juga termasuk bangsa yang baik.
Lambang-lambang selanjutnya, seperti bendera bagi suatu bangsa, tanda pangkat
dan tanda jabatan bagi suatu angkatan, monumen bagi suatu kelompok masyarakat
atau bangsa. Bendera bagi suatu bangsa, nilainya tidak hanya terletak pada
secarik kain itu, melainkan terletak pada makna kesatuan bangsa, semangat perjuangan
bangsa, dan lain-lain sebagainya.
Demikian juga mengenai
tanda pangkat dan tanda jabatan, nilainya itu tidak terletak pada terbuat dari
apa tanda tersebut, melainkan melambangkan apa tanda tadi. Melambangkan
kepemimpinan, kewibawaan, kehormatan atau penghargaan. Demikianlah makna
lambang dalam kehidupan berbudaya dan bermasyarakat. Akhirnya dapat disampaikan
di sini, bahwa konsep-konsep dasar antropologi yang baru sebagian kita bahas,
merupakan kata-kata kunci dalam pembahasan antropologi, dan merupakan landasan
kunci dalam kehidupan berbudaya serta bermasyarakat.
5. KONSEP
DASAR SOSIOLOGI
Kita dapat mengamati
dan menghayati sendiri, bahwa sejak lahir telah berhubungan dengan orang atau
pihak lain, paling tidak dengan ibu dan anggota keluarga lainnya. Pada
perkembangan dan pertumbuhan individu itu selanjutnya, hubungan dengan pihak
lain itu tidak lagi hanya terbatas dalam keluarga, melainkan telah menjangkau
teman sepermainan, para tetangga, dan demikian seterusnya.
Hubungannya pun tidak
sepihak melainkan timbal balik. Atau dengan perkataan lain, terjadi interaksi
antara seorang individu dengan pihak lainnya. Oleh karena itu, interaksi tadi,
kita konsepkan sebagai interaksi sosial. Ilmu sosial yang secara khusus
mempelajari “interaksi sosial” ini disebut sosiologi. Oleh karena
itu, Brown & Brown (1980:35) mengemukakan: “Sosiologi secara kasar dapat
didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang interaksi umat manusia”.
Sedangkan Frank H.
Hankins (Fairchild, H.P. dkk.: 1982:302) Iebih rinci mengemukakan: Sosiologi
yaitu studi ilmiah tentang fenomena yang timbul dari hubungan
kelompok umat manusia. Studi tentang manusia dan lingkungan insaninya
dalam hubungan satu sama lain. Aliran sosiologi yang berbeda menentukan
penekanan yang bervariasi berkenaan dengan faktor-faktor yang berhubungan,
sebagian menekankan hubungan pada hubungan di antara mereka
sendiri seperti interaksi, assosiasi dan seterusnya, sedangkan aliran yang
Lain menekankan pada umat manusia dalam hubungan sosialnya, memfokuskan
perhatian kepada hubungan sosial dalam berbagai peranan dan fungsinya.
Meskipun di antara dua
konsep itu secara gradual perbedaan, bahkan pada
konsep yang dikemukakan oleh Hankins
juga dikemukakan berbagai penekanan yang berbeda dalam telaahan sosiologi itu,
namun kita dapat menarik garis persamaan berkenaan dengan hubungan sosial, baik
ditinjau sebagai interaksi sosial, assosiasi sosial, ataupun melihat umat manusia
dalam hubungan sosialnya.
Namun yang sudah pasti, semuanya itu
memperhatikan manusia yang tidak terisolasi menyendiri, melainkan memperhatikan
umat manusia dalam hubungan sesamanya. Atau dengan perkataan lain, sosiologi
itu mempelajari manusia dalam konteks sosial yang melakukan interaksi
sesamanya. Sesuai dengan sifat manusia yang dinamis, sudah pasti interaksi
sosialnya juga mengalami perkembangan dan perubahan. Akibat keseluruhannya
terjadi proses sosial dan perubahan sosial. Dalam proses sosial tersebut,
terutama bagi manusia yang lebih belia, terjadi proses yang dikonsepkan sebagai
sosialisasi. Pada tahaptahap selanjutnya, proses sosial dan perubahan sosial
yang terjadi di masyarakat tersebut menyebabkan terjadinya kemajuan. Pada
keadaan yang demikian, terjadi apa yang dikonsepkan sebagai modernisasi.
Atas pembahasan singkat
yang baru dikemukakan, dapat diketengahkan
konsep-konsep dasar sosiologi sebagai
berikut.
1.
Interaksi sosial
2.
Sosialisasi
3.
Kelompok sosial
4.
Perlapisan sosial
5.
Proses sosial
6.
Perubahan sosia
7.
Mobilisasi sosial
8.
Modernisasi
9.
Patologi sosial
10.
Dan konsep-konsep lain yang dapat digali
sendiri dan kenyataan dan proses kehidupan sehari-hari.
Interaksi sosial
sebagai konsep dasar sosiologi, telah cukup dibahas pada uraian terdahulu.
Interaksi ini bagaimanapun intensitasnya, selalu dialami oleh tiap individu dan
selalu terjadi di masyarakat. Manusia sebagai anggota masyarakat, dilandasi
oleh berbagai kebutuhan, selalu melakukan interaksi, baik interaksi edukatif,
interaksi ekonomi maupun interaksi budaya dan interaksi politik. Semua
interaksi tersebut termasuk interaksi sosial. Hasil interaksi sosial berbagai
pihak biasanya menelorkan konsensus sosial. Konsensus sosial atau kesepakatan
sosial ini juga termasuk konsep dasar sosiologi.
Seorang individu,
terutama yang masih muda, untuk mampu melakukan
interaksi sosial secara wajar, lebih
dahulu ia mengalami sosialisasi, yaitu proses penanaman nilai dan pembelajaran
norma sosial dalam rangka pengembangan kepribadian individu yang bersangkutan.
Sosialisasi sebagai konsep dasar, terjadi mulai dari keluarga, kelompok
sepermainan, para tetangga, di sekolah sampai dalam masyarakat yang lebih luas.
Selama kepribadian seseorang itu berkembang,
sosialisasi itu terus dialaminya. Interaksi
sosial antara seseorang dengan yang lainnya terjadi dalam kelompok, apakah itu
keluarga, teman sepermainan ataupun para tetangga. Kelompok itu atau lebih
tepat kelompok sosial tempat terjadinya interaksi antar individu, tidak lain adalah
kumpulan manusia paling tidak terdiri atas dua orang, namun biasanya lebih dari
itu telah saling mengenal dalam waktu yang relatif lama, ada kaitan rasa
senasib, diikat oleh nilai dan norma yang sama, serta memiliki rasa persatuan.
Kelompok sosial ini, merupakan konsep dasar yang penting dalam studi sosiologi.
Secara formal, masyarakat manusia itu terikat dalam wadah kelompok sosial ini. Selain
kelompok sosial yang merupakan kesatuan antar anggota masyarakat, di dalamnya
terjadi atau ada perlapisan sosial, yang ditunjukkan oleh pengelompokan anggotanya
berdasarkan ikatan persamaan tertentu, seperti pendidikan, ekonomi, mata
pencaharian, suku bangsa, dan lain-lainnya. Sebagai contoh, di dalam kelompok
sosial itu terdapat orang-orang berpendidikan rendah, menengah dan tinggi. Atau
contoh yang lain, yaitu adanya pengelompokan orang miskin, orang yang
berkecukupan dan orang kaya. Perlapisan sosial, merupakan salah satu konsep dasar
yang penting dalam sosiologi.
Dalam kelompok sosial,
baik kelompok yang relatif kecil seperti keluarga maupun kelompok besar seperti
suku bangsa, terjadi proses sosial yang dialami oleh per orang atau oleh
kelompok secara keseluruhan. Selama manusia hidup dan
mempunyai vitalitas dan dinamika, proses
sosial ini tidak akan pernah berhenti. Masyarakat, cepat ataupun lambat, selalu
beranjak dari tingkat terbelakang ke tingkat berkembang sampai menjadi
masyarakat modern. Sebagai akibat terjadinya proses sosial in terjadi pula
perubahan sosial yaitu perubahan yang dialami berbagai aspek kehidupan dan
telah didukung serta dialami oleh sebagian besar anggota masyarakat yang
bersangkutan. Proses sosial dan perubahan sosial, merupakan konsep dasar sosiologi
yang dapat dialami serta dihayati oleh kita masyarakat dari waktu ke waktu. Apabila
proses sosial dan perubahan sosial itu mengarah kepada kemajuan, masyarakat
tersebut mengalami proses modernisasi, proses makin meningkat. Sikap dan
kemampuan mental para anggotanya. Proses modernisasi yang meningkat kemampuan
mental dari irasional menjadi rasional, dan boros ke hemat, dan bodoh kepada
pintar, dari tidak terampil ke terampil, dan demikian seterusnya, juga merupakan
konsep dasar sosiologi yang tidak botch kita abaikan. Konsep ini sangat bermakna
dalam menelaah kemajuan sesuatu kelompok sosial.
Sebagai akibat proses
sosial, perubahan sosial dan modernisasi, baik secaranperorangan atau kelompok,
terjadi perubahan status dari lapisan bawah ke lapisan menengah dan bahkan
sampai ke lapisan atas. Atau juga terjadi perubahan status dari petani menjadi
pedagang atau menjadi pegawai negeri. Perubahan status, baik yang dialami oleh
perorangan maupun oleh kelompok, dikonsepkan sebagai mobilitas sosial. Jika
perubahan status tersebut dari lapisan bawah ke lapisan menengah sampai ke
lapisan atas atau sebaliknya, dikonsepkan sebagai mobilitas vertikal. Sedangkan
perubahan status yang sifatnya setara seperti dari petani jadi pedagang,
kemudian menjadi nelayan, dan demikian seterusnya, mobilitas sosial yang
demikian dikonsepkan sebagai mobilitas horizontal. Di dalam kehidupan
masyarakat, konsep dasar mobilitas sosial ini dapat kita amati dan kita hayati
proses berlangsung serta kejadiannya.
Manusia dan masyarakat
yang dinamis, tidak selalu ada dalam keseimbangan dan keserasian. Dalam
kehidupan sosial itu terdapat hal-hal yang dianggap sebagai penyakit masyarakat
seperti kejahatan, pengangguran, pelacuran, gelandangan, kemiskinan, dan
sebangsanya. Penyakit-penyakit masyarakat yang demikian yang merupakan masalah
sosial, dikonsepkan sebagai patologi sosial. Kondisi atau lebih tegas lagi,
masalah yang demikian itu. merupakan salah satu konsep dasar sosiologi yang
wajib dikaji secara mendalam, untuk menentukan alternatif pemecahannya. Tawuran
pelajar dan remaja yang sering terjadi di Ibu Kota Jakarta, merupakan salah satu
bentuk patologi sosial yang wajib mendapatkan perhatian dan kepedulian segala pihak.
Apabila hal tersebut kita abaikan, akan menjadi masalah sosial yang makin gawat
yang merusak mental generasi muda Indonesia. Masalah sosial ini juga merupakan
konsep dasar sosiologi.
6.
PSIKOLOGI SOSIAL
Interaksi sosial
manusia di masyarakat, baik itu antar individu, antara individu dengan kelompok
atau antarkelompok, tidak dapat dilepaskan dari fenomena kejiwaan yang timbul
dari orang per orang dan dalam kelompok. Reaksi emosional, sikap, kemauan,
perhatian, motivasi, harga diri dan sebangsanya sebagai fenomena kejiwaan yang
tercermin pada perilaku orang perorang serta kelompok tadi, merupakan fenomena
yang melekat pada kehidupan berbudaya dan bermasyarakat. Perilaku kejiwaan
manusia dalam konteks sosial ini, merupakan objek kajian psikologi sosial.
Psikologi sosial
sebagai salah satu bidang ilmu sosial, menurut Harold A. Phelps (Fairchild,
H.P., dkk.: 1982:290) “Psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang
proses mental manusia sebagai makhluk sosial”. Dengan demikian, objek yang
dipelajari oleh psikologi sosial itu seperti telah dikemukakan tadi, meliputi perilaku
manusia dalam konteks sosial yang terungkap pada perhatian, minat, kemauan,
sikap mental, reaksi emosional, harga diri, kecerdasan, penghayatan, kesadaran,
dan demikian seterusnya.
Mengenai psikologi
sosial ini selanjutnya, secara singkat Krech, Crutfield dan Ballachey
(1982:5) mengemukakan “Psikologi sosial dapat didefinisikan sebagai ilmu
tentang peristiwa perilaku antar personal”. Ungkapan ini tidak berbeda dengan apa
yang dikemukakan oleh Phelps tadi. Titik berat perhatian kajiannya itu tertuju pada
perilaku manusia dalam hubungan sosialnya. Dari pernyataan dan kenyataan yang
dapat kita amati serta kita hayati, antara psikologi sosial dengan sosiologi, sangat
erat kaitannya, kalau tidak dapat dikatakan sebagai ilmu yang dwitunggal. Pada
kenyataannya, interaksi sosial antarwarga masyarakat, tidak dapat selalu dilandasi
oleh dorongan kejiwaan, apakah itu namanya perhatian, minat, harga diri atau
kemauan lainnya.
Kondisi emosional
selalu menyertai proses yang kita sebut interaksi sosial.
Selanjutnya, dorongan untuk berinteraksi
sosial itu juga tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi proses kejiwaan saja,
melainkan dipengaruhi Juga oleh faktor lingkungan (Krech, Crutfield, Baltachey (1982:
478-483). Ke dalam faktor lingkungan, termasuk manusia di sekitarnya
(lingkungan sosial), nilai, norma, peraturan yang berlaku (lingkungan budaya),
dan kondisi cuaca pepohonan-sumber daya airketinggian dari permukaan laut
(lingkungan alam).
Lingkungan-lingkungan
tadi sangat berpengaruh terhadap kebanggaan, harga diri, sikap mental, dorongan
berprestasi, etos kerja, semangat hidup, kesadaran seseorang ataupun kelompok
dalam kehidupan sehari-hari. Betapa bermaknanya keluarga sebagai lingkungan
sosial terhadap dorongan berprestasi seorang anggotanya. Demikian pula peranan
lingkungan sosial lainnya, seperti teman sepermainan, teman sejawat dalam
pekerjaan atas dorongan kepada seseorang untuk tetap hidup bersemangat,
berprestasi, dan akhirnya mencapai keberhasilan Proses dan dinamika kejiwaan
yang demikian itu, wajib mendapatkan perhatian, dalam upaya meningkatkan
kualitas SDM di hari-hari mendatang.
Sebagai satu kesatuan
mental-psikologi dengan fisik-biologis fenomena kejiwaan seseorang, terpadu
dalam dirinya sebagai kepribadian. Pada kesatuan kepribadian ini, kita dapat
mengamati dan menelaah hubungan antara faktor dalam diri seseorang (potensi
mental-psikologis dan fisik biologis) dengan faktor luar yang disebut
lingkungan (sosial, budaya, alam). Keunikan kepribadian seseorang yang terpencar
pada perilakunya, merupakan hasil perpaduan kerja sama antara potensi dari
dalam diri dengan rangsangan dari lingkungan (hukum konvergensi).
Psikologi sebagai salah
satu bidang ilmu sosial, berperan strategis dalam mengamati, menelaah,
menganalisis, menarik kesimpulan dan memberikan arahan alternatif terhadap
masalah sosial yang merupakan ungkapan aspek kejiwaan. Patologi sosial yang
pernah didiskusikan pada waktu membicarakan sosiologi, sesungguhnya juga menjadi
salah satu garapan psikologi sosial.
Setelah kita
membicarakan apa dan bagaimana psikologi sosial itu, selanjutnya marilah kita
memperhatikan konsep-konsep dasar psikologi sosial itu, yang menjadi salah satu
bagian dan kajian ilmu sosial. Konsep-konsep dasar tersebut dapat diikuti berikut
ini.
1.
Emosi terhadap objek sosial.
2.
Perhatian.
3.
Minat.
4.
Kemauan
5.
Motivasi.
6.
Kecerdasan dalam menanggapi persoalan
sosial.
7.
Penghayatan.
8.
Kesadaran.
9.
Harga diri.
10.
Sikap mental.
11.
Kepribadian.
12.
Masih banyak fenomena kejiwaan yang lain
yang dapat kita gali lebih lanjut.
Tiap individu yang
normal, memiliki potensi psikologis yang berkembang dan dapat dikembangkan.
Kadar potensi tadi bervariasi antara seseorang dengan yang lainnya bergantung
pada kondisi kesehatan, mauppun mental-psikologisnya. Mereka yang kesehatan
jasmani dan rohaninya prima, peluang pengembang potensi psikologisnya lebih
baik daripada mereka yang kurang sehat. Selain daripada hal tersebut, faktor
lingkungan dalam anti yang seluas-luasnya juga sangat berpengaruh. Ketajaman
emosi dan reaksi emosional seseorang, sangat dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal seperti telah digambarkan tadi. Emosi dan reaksi emosional dengan
pengendaliannya, sangat penting kedudukannya dalam kehidupan sosial termasuk
dalam interaksi sosial. Emosi dengan reaksi emosional, merupakan konsep dasar
psikologi sosial yang peranannya besar dalam mengembangkan potensi psikologis
lainnya. Perhatian dan minat seseorang terhadap sesuatu benda, fenomena sosial,
interaksi sosial dan lain-lainnya. Tinggi-rendahnya, terkendali-tidaknya emosi seseorang,
sangat berpengaruh terhadap perilaku sosial yang bersangkutan. Oleh karena itu,
emosi sebagai suatu potensi kepribadian wajib diberi santapan dengan berbagai
pembinaan psikologis, termasuk santapan keagamaan.
Perhatian dan sekaligus
juga minat sebagai konsep dasar psikologi sosial, secara sepintas telah dibahas
di atas. Dalam pengembangan sumber daya manusia
(SDM), khususnya berkenaan dengan
peningkatan kualitas kemampuan intelektual, perhatian dan minat tersebut,
memegang peranan yang sangat bermakna. Tanpa perhatian dan minat dari SDM yang
bersangkutan, pengembangannya mustahil tercapai secara optimum. Oleh karena
itu, Anda dan kita semua selaku guru IPS, wajib memperhatikan minat peserta
didik, agar tujuan Instruksional dan tujuan
pendidikan dapat direalisasikan seoptimal mungkin. Kemauan sebagai
konsep dasar psikologi sosial, merupakan suatu potensi pendorong dan dalam diri
individu untuk memperoleh dan mencapai suatu yang
diinginkan. Kemauan yang kuat. merupakan
modal dasar yang berharga dalam memperoleh suatu prestasi. Anda tentu ingat
akan ungkapan “di mana ada kemauan, di situ ada jalan”. Kemauan yang terbina
dan termotivasi pada diri seseorang termasuk pada diri Anda serta kita semua,
menjadi landasan yang kuat mencapai sesuatu, terutama mencapai cita-cita luhur
yang menjadi idaman masing-masing. Orang-orang yang kemauannya lemah,
bagaimanapun sukar mencapai prestasi yang tinggi.
Motivasi sebagai suatu
konsep dasar, selain timbul dari dalam diri individu
masing-masing, juga dapat datang dari
lingkungan, khususnya lingkungan sosial dan budaya. Seperti telah dikemukakan
di atas, motivasi diri itu juga merupakan kekuatan yang mampu mendorong
kemauan. Jika Anda dan kita semua memiliki motivasi diri yang kuat, mempunyai
harapan yang kuat juga berkemauan keras mencapai suatu cita-cita. Oleh karena
itu, menjadi kewajiban bagi Anda untuk memotivasi peserta didik dengan berbagai
cara, agar mereka memiliki kemauan yang kuat untuk mencapai suatu potensi
sesuai dengan cita-citanya. Dalam hal ini Anda selaku guru IPS berperan sebagai
motivator bagi peserta didik yang menjadi
tanggung jawab Anda. Kecerdasan sebagai
potensi psikologis bagi seorang individu, merupakan modal dasar mencapai suatu
prestasi akademis yang tinggi dan untuk memecahkan permasalahan sosial.
Kecerdasan sebagai unsur kejiwaan dan aset mental, tentu saja tidak berdiri
sendiri, melainkan berhubungan dengan unsur-unsur serat potensi psikologis
lainnya. Dibandingkan dengan potensi psikologis yang lain, kecerdasan ini
relatif lebih mudah dipantau, dievaluasi dari ungkapan perilaku individu, untuk
Anda selaku guru tentu
saja dan perilaku peserta didik. Potensi dan realisasi kecerdasan yang
karakternya kognitif, relatif lebih mudah diukur. Sedangkan potensi dan
realisasi mental yang sifatnya afektif, lebih sukar dievaluasi dibandingkan dengan
aspek kecerdasan. Kecerdasan sebagai konsep dasar psikologi sosial, memiliki
makna yang mendalam bagi seorang individu, karena kecerdasan tersebut menjadi
unsur utama kecendekiaan. Sedangkan kecendekiaan; merupakan modal yang sangat
berharga bagi SDM menghadapi kehidupan yang penuh masalah dan tantangan seperti
yang kita alami dewasa ini.
Proses kejiwaan yang
sifatnya mendalam dan menuntut suasana yang tenang adalah penghayatan. Proses
ini tidak hanya sekadar merasakan, memperhatikan, dan menikmati, melainkan
lebih jauh daripada itu. Hal-hal yang ada di luar diri Anda dan kita
masing-masing, menjadi perhatian yang mendalam, dirasakan serta diikuti dengan
tenang sehingga menimbulkan kesan yang juga sangat mendalam pada diri kita
masing-masing. Proses penghayatan ini tidak dapat dilepaskan dari kondisi diri kita
yang penuh kesadaran. Tanpa kesadaran, penghayatan itu sukar terjadi atau sukar
kita lakukan.
Dengan penuh kesadaran
kita dapat melakukan penghayatan tentang sesuatu, contohnya berkenaan dengan penghayatan
Pancasila. Hasil penghayatan yang mendalam, meningkatkan kesadaran kita
tentang sesuatu tadi, khususnya berkenaan dengan Pancasila. Oleh karena itu,
proses kejiwaan yang tersimpan pada konsep dasar penghayatan, sukar dipisahkan
dari konsep kesadaran. Dua konsep ini sangat penting dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Sebagai contoh dapat dikemukakan tentang kesadaran akan hak dan
kewajiban sebagai warga negara. Kesadaran tersebut tidak cukup hanya merasakan,
memahami dan memikirkan tentang hak dan kewajiban itu, melainkan lebih jauh
lagi mengkhayatinya. Dengan penghayatan tersebut kesadaran akan bermakna dan
mendalam, sehingga mampu memenuhi serta melaksanakan apa yang menjadi kewajiban
tersebut. Anda selaku guru IPS wajib menghayati dan menyadari hal itu.
Harga diri dan sikap
mental, merupakan dua konsep dasar yang mencirikan manusia sebagai makhluk
hidup yang bermartabat. Oleh karena itu, harga diri ini jangan dikorbankan
hanya untuk sesuatu yang secara moral tidak berarti. Harga diri Anda dan kita semua
yang terbina serta terpelihara, merupakan martabat kemanusiaan kita
masing-masing yang selalu akan diperhitungkan oleh pihak atau orang lain. Harga
diri yang dikorbankan sampai kita tidak memiliki harga diri di mata orang lain,
akan menjatuhkan martabat kita yang tidak jarang dimanfaatkan orang lain untuk
memperoleh keuntungan.
Masalah ini wajib
disadari dan dihayati oleh tiap orang yang ingin mempertahankan martabatnya.
Selanjutnya, sifat atau sikap mental, merupakan reaksi yang timbul dari diri
kita masing-masing jika ada rangsangan yang datang kepada kita. Reaksi mental
atau sikap mental dapat bersifat positif, negatif dan juga netral, bergantung
pada kondisi diri kita masing-masing serta bergantung pula pada sifat
rangsangan yang datang. Menjadi kewajiban Anda dan kita selaku guru, membina
serta mengembangkan sikap mental peserta didik serta positif-aktif-kreatif sebagai
SDM masa yang akan datang yang sudah pasti akan penuh masalah, tantangan dan
persaingan.
Konsep dasar yang
merupakan komprehensif adalah kepribadian. Secara singkat, Brown & Brown
(1980:149) mengemukakan bahwa “kepribadian tidak lain adalah pola
karakteristik, sifat atau atribut yang dimiliki individu yang ajeg dari waktu
ke waktu”. Sedangkan Honnel Hart (Fairchild, H.P. dkk.: 1982:218) secara
lebih rinci mengemukakan: Kepribadian yaitu organisasi gagasan yang
dinamika, sikap, dan kebiasaan yang dibina secara mendasar oleh
potensi biologis yang diwariskan melalui mekanisme psiko-fisikal
organisme tunggal dan yang secara sosial ditransmisikan melalui
pola budaya, serta yang terpadu dengan semua penyesuaian, motif,
kemauan dan tujuan individu berdasarkan keperluan serta kemungkinan
dari Lingkungan sosialnya.
Konsep dasar
kepribadian yang dikemukakan oleh Brown & Brown hanya sebagai ungkapan
denotatif, sedangkan yang diketengahkan oleh Hart dalam pengertian konotatif
yang lebih komprehensif. Berdasarkan apa yang dapat kita simak konsep tersebut,
kepribadian itu bersifat unik yang memadukan potensi internal sebagai warisan
biologis dengan faktor eksternal berupa lingkungan yang demikian terbukanya.
Pada kondisi kehidupan yang demikian terbuka terhadap pengaruh yang sedang
mengarus secara global, faktor lingkungan itu sangat kuat. Oleh karena itu,
pendidikan sebagai salah satu faktor lingkungan, wajib terpanggil dan berperan
aktif memberikan pengaruh positif-aktif-kreatif terhadap pembinaan kepribadian
peserta didik.
Sumber Daya Manusia
(SDM) generasi muda yang menjadi subjek pembangunan masa yang akan datang,
wajib memiliki kepribadian yang kukuh-kuat, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, agar selalu siap serta sigap menghadapi
masalah-tantangan-persaingan. Secara ideal SDM yang memiliki kepribadian yang
demikian itu, dapat diandalkan sebagai penyelamatan kehidupan yang telah makin
menyimpang dan kebenaran yang hakiki yang “mengorbankan nilai-nilai moral demi
mencapai tujuan material semata”. Panggilan dan tuga pendidikan memang berat,
namun sangat mulia.
Rangkuman
Dalam pendidikan IPS,
pembinaan konsep merupakan salah satu strategi mengajar dan membelajarkan yang
bermakna, terutama dalam pembinaan serta pengembangan SDM generasi muda yang
memiliki kemampuan konseptual di masa yang akan datang. Secara teoritik-konseptual,
suatu konsep dasar dengan konsep dasar yang lain dapat dipisah-pisahkan. Namun
dalam proses berpikir yang integratif hal tersebut berkaitan satu sama lain.
Konsep erat hubungan dengan psikoso konsep sosiologi erat hubungannya dengan
konsep-konsep antropologi, dan psikologi sosial, serta demikian seterusnya.
Konsep-konsep dasar
perhatian, minat, kesadaran dan penghayatan, memiliki makna afektif yang
mendasar pada pembinaan dasar kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, guru,
khususnya guru IPS memiliki kedudukan, peranan dan fungsi strategis dalam
menekankan serta membina konsep-konsep tadi. Kepribadian sebagai suatu konsep
dasar psikologi, merupakan suatu perpaduan potensi, kemampuan dan aset diri
tiap individu yang menjadi jati diri masing-masing. Pengembangan dan pembinaan
kepribadian peserta didik menjadi SDM yang handal, merupakan tugas dan
kewajiban guru, khususnya guru IPS yang perlu dijadikan panggilan diri
guru masing-masing.
7. Konsep
Dasar Ekonomi Dan Koperasi
Manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dua aspek kehidupan lain yang wajib menjadi perhatian anda
selaku mahasiswa dan guru IPS sekaligus selaku warga negara dan warga
masyarakat, yaitu aspek ekonomi koperasi dan politik yang terus mengalami
perkembangan dalam pembangunan jangka panjang, sektor ekonomi masih tetap
mendapat prioritas utama. Sedangkan aspek politik yang menyangkut pemerintahan
dan kenegaraan, stabilitas tidak dapat diabaikan.
Untuk memenuhi tuntutan
tersebut, perkembangan dan pengembangannya
harus tetap diupayakan. Stabilitas
tersebut, bukan berarti statis melainkan dinamik mengikuti perubahan serta
perkembangan internal maupun eksternal global. Unit belajar 2.4 ini, akan
menitik beratkan uraian dua aspek tersebut yang juga berkaitan dengan kehidupan
perkoperasian dan pemerintahan yang nantinya mahasiswa atau guru memiliki
kemampuan untuk menganalisa kebutuhan dengan menggunakan konsep dasar ekonomi
dan politik yang dipahami.
Pembahasan ekonomi
sebagai salah satu bidang ilmu sosial akan dikaitkan dengan koperasi yang
menurut undang-undang menjadi sokoguru perekonomian Indonesia. Tentu saja
pembahasan kita tentang ekonomi sebagai bidang ilmu dengan konsep-konsep
dasarnya, menjadi sorotan utama.
Berkenaan dengan
ekonomi ini, Brown & Brown (1980:241) mengemukakan bahwa “ekonomi dapat
didefinisikan sebagai studi tentang cara bagaimana manusia melalui
pranata-pranata memanfaatkan keterbatasan sumber daya modal, sumber daya alam,
dan tenaga kerja, memuaskan kebutuhan materinya”.
Sedangkan Earl E. Muntz
(Fairchild, H.P. dkk.: 1982: 102) mengetengahkan bahwa “Ekonomi adalah suatu
studi tentang cara bagaimana manusia mengorganisasikan sumber daya alam,
kemampuan budaya, dan tenaga kerja menopang dan meningkatkan kesejahteraan
materialnya”. Sementara itu, dengan cukup panjang, Gerarado P. Sicat dan H.W
Arndt (1991: 3) mengemukakan: Ilmu ekonomi adalah suatu studi ilmiah yang
mengkaji bagaimana orang perorangan dan kelompok-kelompok masyarakat menentukan
pilihan. Manusia mempunyai keinginan yang tidak terbatas. Untuk memuaskan
bermacam ragam keinginan tersebut, tersedia sumber daya yang dapat digunakan.
Berbagai sumber daya
ini tidak tersedia dengan bebas. Karenanya, sumber daya ini langka dan
mempunyai berbagai kegunaan alternatif. Pilihan penggunaan dapat terjadi antara
penggunaan sekarang (hari ini) dan penggunaan esok hari (masa depan). Selain
itu, penggunaan sumber daya tersebut menimbulkan pula biaya dan manfaat maka
diperlukan pertimbangan efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Dari tiga
batasan ilmu ekonomi tadi, dapat ditarik garis persamaan yaitu bahwa ilmu
ekonomi merupakan suatu studi ilmiah mengenai “bagaimana cara manusia memenuhi
kebutuhan materi”. Selanjutnya bahwa di sekitar manusia itu terdapat sumber
daya yang mampu memenuhi kebutuhan tadi, namun penyediaannya terbatas, bahkan
ada yang sifatnya langka. Sementara itu, kebutuhan materi manusia cenderung
tidak terbatas. Bahkan dari sumber daya tersebut terbuka kemungkinan alternatif
penggunaan tidak hanya terbatas pada kebutuhan pokok manusia. Untuk menghadapi
hal tersebut diperlukan “pertimbangan efisiensi penggunaan sumberdaya”. Hal
inilah yang menjadi kajian Ilmu Ekonomi.
Mengenai apa yang
didefinisikan di atas, Anda dapat mengamati dan menghayatinya dalam kehidupan
sehari-hari. Hal, fakta, dan masalah yang kita bersama alami sehari-hari tadi,
dapat mengembangkan pemahaman tentang ekonomi. Penduduk yang jumlahnya terus
meningkat yang dapat Anda hayati sendiri dalam keluarga, di lingkungan para
tetangga, di kota atau kabupaten sampai di tingkat negara. Semua penduduk, baik
yang berusia lanjut, orang dewasa, para remaja, anakanak sampai bayi yang baru
lahir, menurut pemenuhan kebutuhan, khususnya kebutuhan materi, paling tidak
pangan, sandang dan papan (perumahan). Padahal sumber daya yang menjaminnya
mulai dari lahan (areal tanah), pertanian, hutan, air dan sebangsanya ada dalam
keterbatasan. Oleh karena itu, upaya ilmu ekonomi, pakar ekonomi, dan kita
semua bagaimana mencari keseimbangan antara kebutuhan manusia yang cenderung
meningkat kuantitas serta kualitasnya dengan kemampuan sumber daya
menyediakannya. Belum lagi berbicara tentang “alternatif penggunaan dan
pemanfaatan sumber daya” yang juga makin bervariasi. Tugas Anda selaku guru IPS,
dan kita semua selaku guru, bagaimana memberikan pengertian, penghayatan serta
kesadaran kepada peserta didik tentang kecenderungan masalah ekonomi, jika tiap
orang tidak membatasi diri keutuhan sampai batas minimum menjamin kesejahteraan.
Bagaimana mengembangkan upaya menahan diri dari hidup yang berlebih-lebihan,
padahal kemampuan sumber daya ada dalam keterbatasan.
Untuk mengatur
kesejahteraan rakyat, khususnya kesejahteraan ekonomi Bangsa Indonesia, telah
diatur hitam di atas putih dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pada Pasal 33 yang
terdiri atas tiga ayat, yaitu:
1.
Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan asas kekeluargaan;
2.
Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
3.
Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat.
Dalam Pasal 33 ini juga
tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua
di bawah pimpinan atau pemilikan anggotaanggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah
yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Bangun perusahaan sesuai
dengan itu ialah koperasi.
Secara konstitusional,
perekonomian Indonesia itu mengutamakan rakyat banyak. Namun kecenderungan yang
dapat kita amati dan kita hayati menunjukkan keadaan yang lain. Beberapa
gelintir keluarga makin hari makin kaya, sedangkan sebagian besar rakyat makin
tidak berkemampuan, pemilikan lahan pertanian makin sempit, bahkan akan hilang
sama sekali. Pemilikan rumah kecenderungannya makin kecil, mengingat harganya
terus meningkat, sedangkan kemampuan daya beli sangat lemah.
Selanjutnya, sebelum
kita membahas berbagai konsep dasar, lebih dahulu kita akan menyimak pengertian
koperasi dari berbagai kalangan dan secara konstitusional ada dalam
Undang-Undang Nomor 25/1992 tentang Perkoperasian dalam upaya memantapkan
ekonomi keluarga. Berdasarkan undang-undang tersebut “koperasi merupakan badan
usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan
berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan”. Sedangkan International
Cooperative Alliance (ICA) dalam buku The Cooperative Principles,
arangan P.E. Weraman (A.A. Chaniago, Ch. Toweula dkk.: 1995:225) memberikan
definisi:
Koperasi adalah
kumpulan orang-orang atau badan hukum; yang bertujuan untuk perbaikan sosial
ekonomi anggotanya melalui memenuhi kebutuhan anggotanya dengan jalan berusaha
bersama sating membantu antara satu dengan yang lainnya dengan cara membatasi
keuntungan, usaha tersebut harus didasarkan
atas prinsip-prinsip koperasi. Berdasarkan
tulisan Bapak Koperasi Indonesia, Dr. Mohammad Hatta, pada Hari Koperasi
ke-1 tanggal 12 Juli 1951 (A.A. Chaniago, Ch Toweula dkk.: 1995:225)
memberikan definisi: “Koperasi adalah bangun organisasi sebagai badan usaha
bersama berdasarkan asas kekeluargaan”.
Dari tiga batasan tadi
dapat ditarik garis persamaan, yaitu bahwa koperasi adalah kegiatan ekonomi
bersama dari para anggotanya, berasaskan kekeluargaan,
kerakyatan, demi keuntungan bersama, dan
tidak mengutamakan keuntungan ekonomi keluarga semata-mata, melainkan juga
memperhatikan keuntungan sosial. Namun demikian, sebagai suatu bentuk kegiatan
usaha, memerlukan penanganan dan pengelolaan yang profesional. Hal inilah yang
belum dipenuhi oleh kegiatan usaha ekonomi yang disebut koperasi. Oleh karena
itu, masih banyak koperasi yang menjadi proyek kasihani yang menjadi anak
angkat perusahaan besar, belum menunjukkan kemandirian. Kondisi yang demikian,
menjadi masalah bagi koperasi sendiri sebagai kegiatan usaha ekonomi rakyat.
Dengan demikian,
menjadi panggilan bagi Anda selaku guru IPS bagaimana memikirkan dan melibatkan
diri dalam kegiatan ekonomi tersebut, untuk meningkatkan kualitas usaha, tujuan
menyejahterakan para anggota berdasarkan. asas kekeluargaan dan keuntungan sosial.
Ekonomi yang berasas kekeluargaan, yang menguasai hajat hidup orang banyak yang
diarahkan pada kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya, telah tercantum dalam
UUD 1945. Selanjutnya bagaimanakah kenyataannya hasil upaya ekonomi seperti itu
dinikmati sebagian besar penduduk warga negara Indonesia, masih menuntut perjuangan.
Hal inilah yang wajib menjadi kepedulian dan perjuangan kita bersama. Nusantara
Indonesia tercinta bukan milik segelintir pengusaha raksasa, meskipun pada
kenyataannya demikian, melainkan menjadi milik otentik seluruh
rakyat Indonesia. Pendidikan IPS wajib
menggiring kesadaran, penghayatan dan kepedulian peserta didik terhadap hakikat
ekonomi rakyat yang menjadi amanat UUD 1945.
Setelah kita memperhatikan batasan-batasan ekonomi dan koperasi, marilah
kita mengamati konsep-konsep dasar yang menjadi kunci dua pokok persoalan yang erat
kaitannya satu sama lain. Konsep-konsep dasar itu sebagai berikut.
1.
Kalangan sumber daya.
2.
Keterbatasan sumber daya.
3.
Kebutuhan yang tidak terbatas.
4.
Konsumsi-produksi-distribusi.
5.
Penawaran-permintaan.
6.
Kekeluargaan.
7.
Keuntungan ekonomi.
8.
Keuntungan social.
9.
Alternatif pemanfaatan sumber daya.
10.
Sumber daya alternatif.
11.
Sumber daya yang terbarukan.
12.
Sumber daya yang tidak terbarukan.
13.
Modal.
14.
Tenaga kerja.
15.
Pemuasan kebutuhan.
16.
Surplus-minus-keseimbangan.
17.
Efektif-efisien-produktif.
18.
Dan hal-hal lain yang dapat digali sendiri lebih jauh.
Sudah menjadi hukum
alam bahwa segala sesuatu yang ada di permukaan bumi ini tidak merata. Di
sesuatu kawasan terjadi kelebihan (surplus), sedangkan di kawasan lain terjadi
kekurangan (minus) atau keterbatasan, bahkan di kawasan lainnya lagi terjadi
kelangkaan sumber daya. Pada proses pemenuhan kebutuhan akan sumber daya
tersebut terjadi kegiatan ekonomi yang dikenal sebagai perdagangan. Dalam
memenuhi sampai mencapai kepuasan kebutuhan, manusia baik perorangan maupun
kelompok, melakukan kegiatan produksi, menghasilkan sesuatu baik yang langsung
dari sumber daya alam maupun melalui pengolahan lebih dahulu.
Proses produksi tadi
memenuhi konsumsi yang selalu meningkat kualitas dan kuantitasnya. Konsumsi
atau pemakai barang basil produksi itu, tidak selalu ada di satu kawasan,
melainkan lebih banyak tersebar di berbagai kawasan. Oleh karena itu, untuk
mencapai konsumen harus dilakukan pendistribusian. Produksi yang terus dilangsungkan,
menimbulkan penawaran basil produksi tadi. Sedangkan konsumen melakukan
permintaan atas hasil produksi tadi. Untuk sampai kepada konsumen harus
dilakukan distribusi. Proses distribusi ini, selain menyampaikan barang kepada konsumen,
juga melakukan proses penyeimbangan di antara yang kelebihan (surplus) dengan
yang kekurangan (minus). Demikianlah proses dan kegiatan ekonomi berlangsung.
Kegairahan kegiatan
ekonomi untuk para pelakunya, jika terdapat keuntungan yang diperoleh, ada
nilai tambah dari kegiatan tadi. Dalam kehidupan ekonomi bangsa Indonesia yang
ber-Pancasila, keuntungan itu tidak semata-mata keuntungan material atau
keuntungan ekonomi, melainkan juga wajib memperhatikan keuntungan sosial.
Keuntungan ini berarti keuntungan yang dirasakan semua pihak, baik itu oleh
produsen maupun oleh konsumen.
Dalam hal ini koperasi
sebagai suatu badan usaha rakyat yang didukung oleh para anggotanya,
mengutamakan keuntungan sosial ini. Tentu saja tidak berarti bahwa keuntungan
material-ekonomi tidak diperhatikan. Bagaimanapun sebagai suatu badan usaha,
hidup matinya badan usaha yang disebut koperasi ini juga dari keuntungan
ekonomi ini, namun bukan hal yang terutama. Oleh karena itu, badan usaha yang
berasaskan kekeluargaan ini untuk kelangsungan hidupnya, wajib dikelola secara
profesional.
Pengurus koperasi yang
sifatnya kekeluargaan ini, pengurusnya diangkat oleh para anggota pada rapat
anggota. Namun berjalannya suatu badan usaha tidak dapat amatiran dalam anti
oleh siapa saja yang bersedia bekerja dengan tidak memperhatikan kemampuan
menjalankan usaha tadi. Badan pengurus bisa saja berasal dari anggota meskipun
tidak memiliki keahlian berusaha secara ekonomi, namun perangkat kerja
perusahaan, wajib dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya sesuai
dengan sifat badan usaha. Sedangkan yang mencirikan koperasi dengan asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonominya, terutama dalam mempertahankan keuntungan
sosial bagi seluruh anggota dan pengguna jasa koperasi, wajib menjadi acuan
utama.
Modal dalam kegiatan
usaha dan kegiatan ekonomi, tidak hanya terbatas pada alat produksi, gedung,
lahan dan keuangan, namun paling utama terletak pada SDM yang menjadi aset
hidup kegiatan dan kehidupan ekonomi tersebut. Oleh karena itu, baik perusahaan
milik negara, milik swasta ataupun milik rakyat dalam bentuk koperasi, dituntut
adanya modal SDM yang bersikap mental wiraswasta. Orang yang berjiwa perwira
yaitu berani, jujur, disiplin, mandiri dan bertanggung jawab. Orang atau
orang-orang yang demikian yang dituntut menjadi modal utama dalam kegiatan berusaha
dan kegiatan ekonomi Dengan dimilikinya orang-orang yang demikian, modal berupa
alat produksi, keuangan dan sebagainya dapat digalang serta didatangkan. SDM
yang demikian itulah yang masih langka di kalangan kita, umumnya di Indonesia
dan khususnya di lingkungan koperasi. Oleh karena itu, menjadi tuntutan bagi
Anda selaku guru IPS bagaimana membimbing, mengarahkan, membina dan
mengembangkan peserta didik untuk bersikap mental wiraswasta bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Sumber daya alam,
selain ada yang persediaannya terbatas dan langka, juga sifatnya tak terbarukan
(non renewable resources). Oleh karena itu, pemakaian dan pemanfaatannya
wajib didasarkan atas asas efektif untuk apa, serta efisien seberapa. Wajib ada
upaya penggunaan sumber daya yang demikian itu di utamakan bagi kepentingan
yang betul-betul mendesak dan bagi kepentingan orang banyak.
Berkaitan dengan upaya
tersebut, wajib diperhitungkan secara rinci berapa besar keperluannya,
penghematan terhadap sumber daya yang tak terbarukan ini wajib dilakukan oleh
semua pihak. Dengan demikian, pemanfaatan sumber daya tersebut mencapai
kegunaan yang setinggi-tingginya dengan tingkat produktivitas optimal. Penyalah-gunaan
sumber daya, kelangkaan dan pemusnahannya, tidak hanya menimpa sumber daya yang
tidak terbarukan, dapat juga menimpa sumber daya yang terbarukan (renewable
resources). Penggunaan dan pemanfaatan sumber daya hayati yang tidak
terkendali, pada tahap pertama terjadi penggunaan keragaman, yang selanjutnya
memberikan peluang pada pelangkaan, yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
pemusnahan. Masalah ini telah dialami oleh jenis tumbuhtumbuhan dan hewan
tertentu. Padahal, jenis-jenis tersebut memiliki fungsi ekologis mempertahankan
keseimbangan ekosistem.
Kemajuan dan
pemanfaatan kemajuan IPTEK dalam bidang produksi, telah pula menyebabkan
terjadinya alternatif pemanfaatan dan penggunaan suatu jenis sumber daya.
Sebagai contoh penggunaan dan pemanfaatan migas serta batu bara, tidak lagi
hanya untuk bahan bakar, melainkan untuk pemanfaatan dan kepentingan yang
meluas. Dengan proses petrokimia, minyak bumi dan batu bara dimanfaatkan untuk
bahan pakaian, ban kendaraan, kosmetik, obat-obatan, dan lain sebagainya.
Padahal, migas dan batu
bara termasuk sumber daya alam yang tak terbarukan. Masalah ini wajib menjadi
perhatian dan kepedulian Anda selaku guru IPS serta juga kepedulian dan
perhatian kita semua untuk menyadarkan peserta didik dalam menggunakan serta
memanfaatkan sumber daya alam yang tak terbarukan secara efektif, efisien
sehingga produktivitasnya optimum.
Menurut pengkajian dan
perhitungan Departemen Pertambangan dan Energi, cadangan mineral migas
Indonesia sudah makin menipis. Menurut perhitungan tersebut, beberapa
pancawarsa yang akan datang, Indonesia yang semula sebagai negara pengekspor
migas dapat berubah menjadi pengimpor. Dapat dibayangkan dari sekarang, berapa
mahalnya minyak bumi dan gas alam, bila barang tersebut merupakan barang impor.
Padahal penggunaan minyak bumi untuk bahan bakar kendaraan bermotor makin
meningkat, peningkatan tersebut selain karena kendaraannya saja yang makin
besar jumlahnya, juga karena kemacetan lalu-lintas yang sukar diatasi di
kota-kota besar.
Menghadapi
keterbatasan, kelangkaan sampai pada tingkat habisnya sumber daya minyak bumi
dan gas alam, wajib dipikirkan sumber daya alternatif, sumber daya pengganti
migas. Indonesia memiliki sinar surya yang melimpah, arus ombak dan gelombang
air laut yang tak kunjung berhenti, merupakan sumber daya alternatif yang belum
dimanfaatkan. Untuk melaksanakan upaya pemanfaatan sumber daya alternatif,
dituntut IPTEK yang tepat guna. Untuk memanfaatkan IPTEK tersebut, menuntut SDM
yang handal menciptakan, mengembangkan dan mengelolanya. Oleh karena itu,
peningkatan kemampuan dan kualitas SDM menjadi tuntutan. Secara kuantitatif,
kita bangsa Indonesia memiliki keunggulan komparatif SDM (peringkat empat di
dunia), namun secara kualitatif, SDM Indonesia belum memiliki keunggulan
kompetitif. Oleh negara-negara kecil, seperti Singapura, Hongkong, Taiwan dan
Korea Selatan saja kalah. Di sini, dunia pendidikan sangat ditantang dan dipanggil
meningkatkan kualitas SDM ini. Angkatan kerja, tenaga kerja, dan SDM Indonesia
pada umumnya, masih belum mampu menempatkan diri sebagai SDM yang berkeunggulan
kompetitif, jangankan di tingkat global, di tingkat regional Asia saja masih
lemah. Hal ini sekali lagi menjadi tantangan dunia pendidikan untuk menempatkan
dan memfungsikan diri sebagai agen kemajuan bangsa serta negara. Satu hal lagi
yang tidak boleh dilupakan bagaimana Memberdayakan koperasi sebagai sokoguru perekonomian
Indonesia. Mengentaskan koperasi menjadi badan usaha yang berdaya dari hanya
sekadar “proyek kasihani”.
8. POLITIK
DAN PEMERINTAHAN
Anda selaku warga
negara dapat mengamati dan menghayati, bahwa kehidupan kita bermasyarakat,
berbangsa serta bernegara, tidak dapat dilepaskan dari dua aspek kehidupan
sosial berpolitik dan berpemerintahan. Politik di sini, bukan politik dalam arti
sempit, seperti politik praktis, melainkan politik dalam bernegara, berpemerintahan
dan berwarga dunia. Dan kehidupan berpolitik dalam anti yang luas itu juga,
tidak dapat dipisahkan dengan pemerintahannya. Oleh karena itu, sebelum berbincang-bincang
Iebih jauh, marilah kita telaah lebih dahulu anti politik sebagai bidang ilmu
sosial, dan anti pemerintahan dalam konteks Ilmu Politik.
Secara singkat Mildred
Parten (Fairchild, H.P., dkk.: 1982:224) mengemukakan bahwa ilmu
politik adalah teori kiat dan praktik memerintah. Sedangkan Brown & Brown
(1980:304) mengemukakan bahwa ilmu politik adalah proses
dilaksanakannya kekuasaan mencapai tujuan-tujuan tertentu. Di
pihak yang lain, J. Barents (Miriam
Budiardjo: 119:9), dalam ilmu politika mengemukakan definisi: Ilmu politik adalah
ilmu yang mempelajari kehidupan negara .... yang merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat; Ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan
tugas-tugasnya. Akhirnya dapat dikemukakan
di sini arti ilmu politik menurut Ossip K. Flechtheim (Miriam Budiardjo:
1991:11) dalam buku Fundamental of Political Science: “Ilmu Politik adalah
ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara
merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejalagejala kekuasaan
lain yang tak resmi, yang mempengaruhi negara”.
Dari empat definisi
ilmu politik tadi dapat dikemukakan garis umum, yaitu bahwa ilmu
politik merupakan ilmu yang mempelajari kehidupan negara, mempelajari
negara melakukan tugasnya mencapai tujuan tertentu sesuai dengan tugas
tersebut, mempelajari kekuatan kekuasaan sebagai penyelenggara negara, mempelajari
kekuasaan memerintah negara. Dalam definisi-definisi tersebut, terdapat konsep-konsep
kekuasaan, negara, pemerintahan, sifat dan tujuan negara. Dengan demikian,
dalam konsep ilmu politik, tidak terpisahkan konsep-konsep dasar negara dan
pemerintahan. Sesuai dengan judul Subunit 2 ini di antaranya membahas Ilmu
Politik dan Pemerintahan maka pada pembahasan berikut ini akan
diketengahkan pengertian pemerintahan.
Menurut Brown &
Brown (1980:304), ‘Pemerintahan adalah semua aparat dan
proses yang melaksanakan penyelenggaraan aktivitas negara’. Sedangkan menurut
Charles J. Bushnell (Fairchild, ILP., dkk.: 1982:132) “Pemerintahan
adalah organisasi penjelmaan suatu negara, pemerintahan adalah negara
dalam penampilan praktisnya, pemerintahan sebagai suatu proses merupakan
pelaksanaan fungsi negara dalam segala aspeknya”.
Dari dua acuan tentang
pemerintahan, jelas yang dimaksud dengan pemerintahan itu tidak
lain adalah penyelenggaraan, pelaksanaan kerja secara operasional
suatu negara. Dengan kata lain, pemerintahan itu adalah aparat pelaksana negara.
Oleh karena itu, tentu saja menyangkut tugas dan fungsi aparat serta instansi
yang menyelenggarakan pekerjaan yang menjadi bahan kewajiban negara.
Negara dengan pemerintahannya, melekat satu sama lain.
Setelah kita simak
bersama apa dan bagaimana ilmu Politik serta pemerintahan itu,
selanjutnya kita akan mengkaji konsep-konsep dasar kedua-duanya. Konsepkonsep
dasar itu sebagai berikut:
1. Kekuasaan,
2. Negara,
3. Undang-undang,
4. Kabinet,
5. Dewan
Perwakilan Rakyat,
6. Dewan
Pertimbangan Agung,
7. Mahkamah
Agung,
8. Kepemimpinan,
9. Demokrasi,
10. Wilayah,
11. Kedaulatan
rakyat,
12. Otoriter,
13. Monarki,
14. Republik,
15. Dan
hal-hal lain yang dapat digali sendiri berdasarkan pengamatan serta pengalaman.
Anda dan kita semua
selaku bangsa Indonesia, yakin bahwa Indonesia merupakan suatu negara. Bahwa
kawasan yang kita tempati sejak lahir, dan diwariskan secara berkesinambungan
dari generasi ke generasi, adalah suatu negara yang disebut Negara Republik
Indonesia. Bahwa Nusantara tercinta ini adalah negara karena memenuhi kriteria
sebagai berikut :
1. Memiliki Wilayah
Nusantara Indonesia
kita ini merupakan wilayah daratan seluas 2.027.087 Km2 yang terdiri atas
17.656 pulau, dan yang dihuni penduduk kira-kira 3.000 pulau. Dengan demikian,
masih banyak pulau yang belum berpenduduk secara tetap. Sedangkan luas perairan
laut 6.090.163 Km2. Luas keseluruhan wilayah Nusantara 8.117.250 Km2. Kenyataan
ini telah diakui oleh negara lain, paling tidak oleh negara-negara sahabat
terdekat.
2. Penduduk
Berdasarkan hasil
sensus penduduk 1990, wilayah Indonesia berpenduduk 179.194.223 jiwa, dengan
kepadatan 93, dan laju pertumbuhan per tahun 1,98. Berdasarkan jumlahnya,
Indonesia menempati peringkat empat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika
Serikat. Dengan laju pertumbuhan 1,98 menurut rumus Nathankeifits, penduduk
Indonesia akan menjadi berlipat dua dalam jangka waktu 35,35 tahun. Jadi jika
pada tahun 1990 Indonesia berpenduduk 179.194.223 jiwa maka pada tahun 2025
(1990 + 35) yang akan datang wilayah Indonesia akan berpenduduk 358.388.446
jiwa, merupakan jumlah yang besar. Hal tersebut menuntut perhatian dan
kepedulian segala pihak, terutama dari tiap penduduk Indonesia sendiri.
3. Berpemerintahan
Dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, pada alinea keempat dinyatakan “Kemudian dari pada
itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undangundang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik
Indonesia. Berdasarkan undang-undang, tegasnya Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia
itu memiliki pemerintahan, yaitu Pemerintahan Negara Republik Indonesia.
4. Kedaulatan
Pada alinea keempat
yang telah dikemukakan tadi, dalam kalimat itu selanjutnya dikemukakan
“....yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasarkan: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dari rumusan alinea
tadi telah tegas juga tentang kedaulatan negara, yang
dinyatakan sebagai berkedaulatan rakyat.
Dengan demikian, kedaulatan telah dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. Konsep
dasar yang berkaitan dengan Ilmu Politik yang dapat dikatakan sangat melekat
adalah kekuasaan. Miriam Budiardjo (1991:35) mengemukakan: “Kekuasaan
adalah kemampuan seseorang atau kelompok manusia untuk mempengaruhi
tingkah-lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga
tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang
mempunyai kekuasaan itu”. Dalam hal penyelenggaraan negara atau pelaksanaan
pemerintahan, kekuasaan ini dipegang oleh pemerintah yang dilaksanakan oleh
dewan menteri atau kabinet yang diketuai oleh kepala pemerintahan atau kepala
negara (perdana menteri, presiden). Kekuasaan di sini dapat dinyatakan juga
sebagai kepemimpinan. Menurut Charles J. Bushnell (Fairchild. H.P., dkk.:
1982:174) paling tidak ada dua pengertian kepemimpinan, yaitu:
1.
Suatu proses situasi yang memberikan
peluang kepada seseorang atau orangorang, karena kemampuannya memecahkan
persoalan diikuti oleh kelompoknya, dan mampu mempengaruhi perilaku kelompok
yang bersangkutan.
2.
Tindakan dari pengorganisasian dan pengarahan
perhatian serta aktivitas sekelompok manusia, yang tergabung dalam suatu proyek
atau perusahaan, oleh seseorang yang mengembangkan kerja sama, melalui
pengamanan dan pemeliharaan keretaan yang disepakati sesuai dengan tujuan dan
metode yang dikehendaki serta yang diadopsi oleh himpunan yang bersangkutan.
Berdasarkan dua
pengertian di atas, kepemimpinan, kekuasaan, kenegaraan dan pemerintahan itu
kait-mengait dalam suatu situasi dan proses dalam wadah yang disebut negara.
Tinggal lagi bagaimana kepemimpinan dan kekuasaan itu dilaksanakan, apakah
dalam suasana demokrasi ataukah otoriter. Jika mengacu kepada Undang-Undang
Dasar 1945 yaitu bahwa “.... suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat” maka kepemimpinannya itu demokrasi, dan kekuatan ada di
tangan rakyat, sesuai dengan pengertian demokrasi sendiri (Bahasa Yunani, demos
berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa)
berarti rakyat berkuasa atau kekuasaan di tangan rakyat, sedangkan kepala
negara atau kepala pemerintahan, hanya mendapat wewenang dari rakyat.
Terselenggaranya suatu
negara dengan baik, tertib, dan aman karena adanya peraturan yang disusun
bersama, disepakati bersama serta dipatuhi bersama keberlakuannya. Bagi tingkat
negara dan pemerintahan peraturan atau norma tersebut tersusun dalam bentuk
undang-undang. Undang-undang yang menjadi pokok utama atau induk dari segala
peraturan, norma dan undang-undang adalah undang-undang dasar. Untuk Negara dan
Pemerintah Indonesia, yang menjadi Undang-Undang pokok utama itu adalah
Undang-Undang Dasar 1945. Segala tata cara, upacara, pengaturan dan
penyelenggaraan bernegara serta berpemerintahan, telah ditentukan secara garis
besar pada Undang-Undang Dasar 1945. Peraturan pelaksanaannya, terjabarkan dan
terperincikan pada undang-undang, peraturan pemerintah, garis-garis besar
haluan negara, peraturan daerah, dan demikian seterusnya. Hal yang demikian itu,
wajib Anda pelajari, selain untuk. kepentingan sendiri, juga untuk kepentingan proses
mengajar dan membelajarkan peserta didik yang menjadi tanggung jawab Anda serta
tanggung jawab kita semua.
Demokrasi yang arti
harafiahnya rakyat berkuasa atau kekuasaan di tangan
rakyat, pada pelaksanaannya diserahkan
kewenangannya kepada kepala negara dan atau kepada pemerintahan. Penyerahan
kewenangan itu dilakukan melalui perwakilan rakyat yang disebut Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Tentu saja pemberian kewenangan itu juga melalui
permusyawaratan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang tidak lain
adalah para anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan daerah. Demikianlah
konsep-konsep dasar Ilmu Ekonomi dan Koperasi serta konsepkonsep dasar Ilmu
Politik dan Pemerintahan.
RANGKUMAN
Persediaan dan
penyediaan sumber daya ada keterbatasan, bahkan ada yang langkah secara
alamiah. Di pihak lain, pemenuhan kebutuhan oleh manusia cenderung tak
terbatas. Oleh karena itu, dalam kenyataan terjadi asas efektif, efisien dan
produktif dalam kegiatan ekonomi, menjadi salah satu landasan yang wajib mendapat
perhatian segala pihak secara serius. Sesuai dengan apa yang tercantum dalam
Undang-Undang Dasar 1945, salah satu asas perekonomian yang cocok dengan
kehidupan bangsa Indonesia yang ber-Pancasila adalah kekeluargaan. Oleh karena
itu, koperasi merupakan salah satu kegiatan usaha yang dapat menjamin kehidupan
masyarakat banyak di. Indonesia. Namun demikian, penyelenggaraan, penanganan
dan pengelolaannya masih menuntut SDM yang profesional.
Dengan demikian, untuk
mencapai keberhasilan dan tujuan koperasi yang optimal, wajib diperhatikan
persyaratan SDM pengelolanya. Ilmu Politik sebagai salah satu bidang ilmu
sosial, ruang lingkup kajiannya adalah penyelenggaraan kehidupan negara dan
pelaksanaan pemerintahan dengan seluk-beluk serta persoalannya. Oleh karena
itu, untuk memahami dan menghayati proses penyelenggaraan pemerintahan, serta
untuk mampu menjadi warga negara yang baik, wajib mempelajari dasar-dasar ilmu
politik.
Pemerintahan sebagai
aparat penyelenggaraan kehidupan negara, menyangkut penangkat-perangkat
kekuasaan, kepemimpinan, perundang-undangan, dan kelembagaan. Untuk memahami
hakikat pemerintahan dengan segala kegiatan dan persoalannya, kita wajib
mempelajari konsep-konsep dasar Ilmu Politik dan Pemerintahan.
Daftar Pustaka
Brown, G. C; Brown, D. (1980). A
Survey Of the Social Sciences. New york: Mc
Graw- Hill Book
Company.
Chaniago,
A.A., Ch. Toweula, dkk.(1995). Ekonomi. Bandung: Penerbit
Angkasa.
Darojat.
Ojat dkk. (2000). Kewirausahaan Jakarta : UT.
Fairchild,
H.P., dkk (1982) Dictionary of Sociology and Related Sciences.
New Jersey : Adam & Co.
Gabler,
R.E., (1966). A Handbook for Geography Teacher . Illinois :
Publication Center National Council for Geographic Education.
Haryoso,
(1977). Pengantar Antropologi. Bandung: Bina Cipta.
Hidayati.
M.(2004). Bahan Ajar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di SD Universitas
Negeri Yogyakarta.
Ihromi.T.O,
(1981). Pokok-Pokok Antropologi Budaya Jakarta: Gramedia.
James,
P.E. (1979). New Viewpoints in Geography. Washington: National
Council for Social Studies.
Koentjaraningrat.
(1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
______________(1983
a). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Jembatan
______________(1980
b). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia
Kottak,
C.P. (1991). Cultural Antropology. New York: Mc Graw – Hill, Inc.
Krech,
D., Crutchfield, R.S., Ballacher, E.L. (1982) Individual in Cociety.
London: Mc Graw – Hill, Inc.
Kosasi,
Jahiri., dkk (1979). Pengajaran Studi Sosial/IPS, Bandung. LPP-IPS
FKISIKIP.
Miriam
Budiardjo. (1991). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Penerbit
Pt. Gramedia Pustaka Utama.
Nursid
Sumaatmadja. (1990). Metodologi Pengajaran Geografi. Bandung:
Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS – IKIP.
___________________(1980).
Pengantar Studi Sosial. Bandung: Alumni.
Nursid
Sumaatmadja. (1986). Materi Pokok Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Karunia UT.
Poerwantana,
P.K., Hugiono. (1987). Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Penerbit
PT. Bina Aksara .
Saidihardjo,
dkk. (196). Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta. FIP
IKIP.
Selo
Soemardjan. (1982). Sosiologi Pengantar. Jakarta Rajawali.
Taneo.
Silvester. (2005). Bahan Ajar Konsep Dasar IPS SD. Kupang FKIP
Undana.
______________(2005).
Bahan Ajar Materi dan Pembelajaran IPS.SD Kupang FKIP Undana.
Tukidi.
B. (1992). Materi Ilmu Pengetahuan Sosial PGSD. Jakarta. FIP
IKIP.
William,
M. (1976). Geography and the Integrated Curriculum. London: Heinemann
Educational Books.
Womack,
J.G., Discovering the Structure of Social Studies. New York:
Benziger Brothers.
Pengertian
Individu Dan Hubungannya Dengan Masyarakat
Individualisme merupakan satu
falsafah yang mempunyai pandangan moral, politik atau sosial yang menekankan kemerdekaan
manusia serta kepentingan bertanggungjawab dan kebebasan sendiri. Seorang
individualis akan melanjutkan percapaian dan kehendak peribadi. Mereka
menentang campur tangan luaran dari masyarakat dan sebarang badan atau kumpulan
ke atas pilihan peribadi mereka. Oleh itu, individualisme menentang segala
pendapat yang meletakkan matlamat sesuatu kumpulan sebagai lebih penting dari
matlamat seseorang individu yang dengan sendiri adalah asas kepada mana-mana
badan masyarakat. Pendapat-pendapat yang di tentang termasuklah holisme,
kolektivisme dan statisme, antara lain. Falsafah ini juga kurang senang segala
standard moral yang dikenakan ke atas seseorang kerana peraturan-peraturan itu
menghalang kebebasan seseorang.
Hubungan di antara individualisme dan egoisme telah menghasilkan satu perdebatan yang hebat. Walaupun sesetengah individualis adalah juga egois, mereka tidak menyatakan bahawa sifat mementingkan diri sendiri adalah sesuatu sifat yang terpuji dengan sendirinya. Disebaliknya, mereka percaya yang seseorang individualis tidak terikat kepada takat moral yang diguna pakai oleh masyarakat dan individualis adalah bebas untuk mementingkan diri sendiri, hidup dengan altruisme atau apa-apapun cara hidup yang mereka gemar. Yang lain pula mengatakan bahawa matlamat individualisme tidak mementingkan diri sendiri jika mereka tidak mengacam orang lain. Ada pula seperti Ayn Rand yang menekankan relatifisme moral dan yang sifat mementingkan diri sendiri adalah satu sifat terpuji.
Hubungan di antara individualisme dan egoisme telah menghasilkan satu perdebatan yang hebat. Walaupun sesetengah individualis adalah juga egois, mereka tidak menyatakan bahawa sifat mementingkan diri sendiri adalah sesuatu sifat yang terpuji dengan sendirinya. Disebaliknya, mereka percaya yang seseorang individualis tidak terikat kepada takat moral yang diguna pakai oleh masyarakat dan individualis adalah bebas untuk mementingkan diri sendiri, hidup dengan altruisme atau apa-apapun cara hidup yang mereka gemar. Yang lain pula mengatakan bahawa matlamat individualisme tidak mementingkan diri sendiri jika mereka tidak mengacam orang lain. Ada pula seperti Ayn Rand yang menekankan relatifisme moral dan yang sifat mementingkan diri sendiri adalah satu sifat terpuji.
Dalam ilmu sosial individu merupakan
bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi
bagian yang lebih kecil. Umpama keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil
terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah merupakan individu yang sudah tidak dapat
dibagi lagi, demikian pula Ibu. Anak masih dapat dibagi sebab dalam suatu
keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu.
Hubungan individu dan masyarakat
secara umum :
Hubungan antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono Soekanto (1981, p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah ditelaah tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p. 10) lebih lanjut menjelaskah bahwa pembahasan tentang hubung individu dan masyarakat telah dibahas sejak Socrates guru Plato.
Hubungan antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono Soekanto (1981, p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah ditelaah tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p. 10) lebih lanjut menjelaskah bahwa pembahasan tentang hubung individu dan masyarakat telah dibahas sejak Socrates guru Plato.
Hubungan antara individu dan masyarakat telah.banyak disoroti oleh para ahli baik para filsuf maupun para ilmuan sosial. Berbagai pandangan itu pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga pendapat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa (1) masyarakat yang menentukan individu, (2) individu yang menentuk masyarakat, dan (3) idividu dan masyarakat saling menentukan.
Pandangan yang pertama terhadap hubungan antara masyarakat dan individu didasarkan bahwa masyarakat itu mempunyai suatu realitas tersendini. Masyarakat yang penting dan Individu itu hidup untuk masyarakat. Pandangan ini berakar pada realisme yaitu suatu aliran filsafat yang mengatakan bahwa konsep-konsep umum seperti manusia binatang, pohon, keadaan, keindahan dan sebagainya itu mewakili realita luar diri yang memikirkan mereka. Jadi di luar manusia yang sedang berpikir ada suatu realitas tertentu yang bersifat umum. Oleh karena itu berlaku secara umum dan tidak terikat oleh yang satu persatu. Jika mengatakan manusia itu makhluk jasmani dan rohani, maka kita membicarakan setiap manusia terlepas dan manusia yang manapun dan di manapun. Konsekuensi dari pendapat itu maka masyarakat itu merupakan suatu realitas. Masyarakat memiliki realitas tersendiri dan tidak terikat oleh unsur yang lain dan yang berlaku umum. Masyarakat yang dipindahkan oleh seseorang itu berada di luar orang yang berpikir tentang masyarakat itu sendiri. Sebelum individu ada masyarakat yang dipikirkan itu telah ada. Oleh karena itu masyarakat itu tidak terikat pada individu yang memikirkannya. Menurut K J Veerger (1986) ada tiga pandangan yang memandang masyarakat sebagai suatu realitas yaitu pandangan holistis, organis dan kolektivitis.
Pandangan holisme terhadap hubungan individu dan masyarakat. Istilah holisme berasal dan bahasa Yunani, Holos yang berarti keseluruhan. Holisme memandang secara berlebihan terhadap totalitas (keseluruhan) path kesatuan kehidupan manusia dengan mengingkari adanya perbedaan di antara manusia. Keseluruhan dipandang sebagai sesuatu hal yang melebihi dari bagian-bagian. Pandangan yang bersifat holistis ini tampak pada pandangan Aguste Comte (1798 - 1853). Menurut Aguste Comte masyarakat dilihat suatu kesatuan di mana dalam bentuk dan arahnya tidak tergantung pada inisiatif bebas anggotanya, melainkan pada proses spontan otomatis perkembangan akal budi manusia. Akal budi dan cara orang berpikir berkembang dengan sendirinya. Prosesnya berlangsung secara bertahap, merupakan proses alam yang tak terelakkan dan tak terhentikan. Perkembangan ini dikuasal Oleh hukum universal yang berlaku bagi semua orang di manapun dan kapanpun Dan pandangan Comte in dapat diketahui bahwa umat manusia itu dipandang sebagai suatu keseluruhan, individu merupakan bagian-bagian yang hidup untuk kepentingan keseluruhan.
Pandangan organisme terhadap hubungan antara individu dan masyarakat. Organisme suatu aliran yang berpendapat bahwa masyarakat itu berevolusi atau berkembang berdasarkan suatu pninsip intrinsik di dalani dirinya sama seperti halnya dengan tiap-tiap organisme atau makhluk hidup. Prinsip perkembangan ini berperan dengan lepas bebas dari kesadaran dan kemauan anggota masyarakat.
Pandangan hubungan antara individu dan masyarakat sesuai dengan konsep organisme muncul dari Herbart Spencer (1985) diringkas oleh Margaret H Poloma (1979) sebagai berikut:
- Masyarakat maupun organisme hidup sama-sama mengalami pertumbuhan.
- Disebabkan oleh pertambahan dalam ukurannya, maka struktur tubuh sosial (social body) maupun tubuh organisme hidup (living body) itu mengalami pertambahan pula, dimana semakin besar suatu struktur sosial maka semakin banyak pula bagian-bagiannya, seperti halnya dengan sistem biologis yang menjadi semakin kompleks sementara ia tumbuh menjadi semakin besar Binatang yang lebih kecil, misalnya cacing tanah, hanya sedikit memiliki bagian-bagian yang dapat dibedakan bila dibanding dengan makhluk yang lebih sempurna, misalnya manusia.
- Tiap bagian yang tumbuh di dalam tubuh organissme biologis maupun organisme sosial memiliki fungsi dan tujuan tertentu: “mereka tumbuh menjadi organ yang berbeda dengan tugas yang berbeda pula”. Pada manusia, hati memiliki struktur dan fungsi yang berbeda dengan paru-paru; demikian juga dengan keluarga sebagai struktur institusional memiliki tujuan yang berbeda dengan sistem politik atau alconomi.
- Baik di dalam sistem organisme maupun sistem sosial, perubahan pada suatu bagian akan mengakibatkan perubahan pada bagian lain dan pada akhirnya di dalam sistem secara keseluruhan. Perubahan sistem politik dari suatu pemerintahan demokratis ke suatu pemerintahan totaliter akan mempengaruhi keluarga, pendidikan, agama dan sebagainya. Bagian-bagian itu saling berkaitan satu sama lain.
- Bagian-bagian tersebut, walau saling berkaitan, merupakan suatu struktur-mikro yang dapat dipelajari secara terpisah. Demikianlah maka sistem peredaran atau sistem pembuangan merupakan pusat perhatian para spesialis biologi dan media, seperti halnya sistem politik atau sistern ekonomi merupakan sasaran pengkajian para ahli politik dan ekonomi.
Dari uraian tersebut di atas dapat
diketahui bahwa menurut Spencer masyarakat dipandang sebagai organisme hidup
yang alamiah dan deterministis (bebas). Semua gejala sosial diterangkan
berdasarkan hukum alam. Hukum yang mengatur pertumbuhan fisik tubuh manusla
juga mcngatur pertumbuhan sosial. Manusia sebagai individu tidak bebas dalam
menentukan arah pertumbuhan masyarakat. Manusia sebagai individu justru
ditentukan oleh masyarakat dalam pertumbuhannya. Masyarakat berdiri sendiri dan
berkembang bebas dari kemauan dan tanggung ja anggotanya di bawah kuasa hukum
alam.
Hubungan individu dan masyarakat berdasarkan kolektivisme. Menurut pandangan kolektif masyarakat mempunyai realitas yang kuat. Segala sesuatu kepentingan individu ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat mengatur secara seragam untuk kepentingan kolektif.
Menurut Peter Jarvis (1986) yang dikutip oleh DR Wuradji MS (1988) Karl Mark, Bowles, Wailer dan Illich tokoh paham kolektif yang berpendapat bahwa individu tidak mempunyai kebebasan, kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elite (kelompok atas yang berkuasa) dengan mengatas namakan rakyat banyak.
Konsep masyarakat kolektif ini diterapkan pada paham totalitas di negara-negara komunis seperti RRC. Di dalam negara komunis individu tidak mempunyai hak untuk mengatur kepentingan diari sendiri, segala kebutuban diatur oleh negara. Negara diperintah oleh satu partai politik komunis. Dalam negara komunis ini makan, pakaian, perumahan dan kerja diatur oleh negara, individu tidak punya pilihan lain kecuali yang telah ditentukan oleh negara. Semua hak milik individu seperti yang dimiliki orang-orang atau keluarga di negara kita ini tidak ada.
Hubungan individu dan masyarakat menurut paham individualistis. Individualisme suatu paham yang menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan dan kebutuhan individu yang lebih penting dan pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Individu yang menentukan corak masyarakat yang dinginkan. Masyarakat harus melayani kepentmgan individu. Individu mempunyai hak yang mutlak dan tidak boleh dirampas oleh masyarakat demi kepentingan umum.
Paham individualisme juga disebut Atomisme. Atomisme berpendapat bahwa hubungan antara individu itu seperti hubungan antar atom-atom yang membentuk molekul-molekul. Oleh karena itu hubungan in bersifat lahiriah. Bukan kesatuan yang penting tetapi keaneka ragaman yang penting dalam masyarakat.
Pandangan individualistis ini yang otomistis ini berakar pada nominalisme suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa konsep-konsep umum itu tidak mewakili realitas dari sesuatu hal. Yang menjadi realitas itu individu. Realitas masyarakat itu ada karena individu itu ada. Jika individu tidak ada maka masyarakat itu tidak ada. Jadi adanya individu itu tidak tergantung pada adanya masyarakat.
J.J. Rousseau (1712-1778) dalam bukunya "kotrak sosial" menjelaskan paham liberalisme dan individualisme dalam satu kalimat yang terkenal: “Manusia itu dilahirkan merdeka, tetapi di mana-mana dibelenggu” (Driarkara SY, 1964, p. 109). Manusia itu bebas (merdeka) dan hidup pada lingkungan sekitar dan sesamanya. Hidup dalam lingkungan tertutup dari lingkungan dan sesamanya itu manusia merasa bahagia. Masyarakat hanya merupakan suatu kumpulan atau jumlah orang yang secara kebetulan saja berkumpul pada suatu tempat seperti butli-butir pasir tersebut di atas. Tidak ada hubungan satu dengan yang lain. Masyarakat terbina karena orang-orang yang kebetulan tidak berhubungan satu sama lain itu berhubungan disebabkan oleh adanya suatu kebutuhan, sehingga masing-masing individu itu mengadakan kontrak sosial untuk hidup bersama. Bentuk kerja sama dalam hidup bersama itu dibatasi oleh kebutuhan masing-masing individu. Hanya sampai pada batas tertentu saja individu itu hidup dalam masyarakat. Makin banyak kebutuhan seorang yang dapat dtharapkan dari masyarakat maka hubungan dengan masyarakat makin erat, sebaliknya makin sedikit kebutuhannya dalam masyarakat makin renggang hubungannya dengan masyarakat.
Paham yang memandang hubungan antara individu dan masyarakat dari segi interaksi. Dari uraian tersebut di atas kita telah mengetahui paham totalisme dan individualisme yang masih berpijak pada satu kutub. Paham totalisme berpijak pada masyarakat, sebaliknya paham individualisme. Totalisme mengabaikan peranan individu dalam masyarakat sebaliknya, paham individualisme mengabaikan peranan masyarakat dalam kehidupan individu. Oleh karena itu kedua-duanya diliputi oleh kesalahan detotalisme. Pabam individu memandang manusia sebagal seorang individu itu sebagai segala-galanya di luar individu itu tidak ada. Jadi masyarakat pun pada dasarnya tidak ada yang ada hanya individu. Sebaliknya paham totalisme memandang masyarakat itu segala di luar masyarakat itu tidak ada. Jadi individu itu hanya ada jika masyarakat itu ada. Adanya individu itu terikat pada adanya masyarakat.
Paham yang ketiga ini memandang masyarakat sebagai proses di mana manusia sendiri mengusahakan kehidupan bersama mcnurut konsepsinya dengan bertanggung jawab atas hasilnya. Manusia tidak berada
di dalam masyarakat bagaikan burung di dalam kurungannya, melainkan ia bermasyarakat. Masyarakat bulcan wadah melainkan aksi, yaitu social action. Masyarakat terdiri dari sejumlab pengertian, perasaan, sikap, dan tindakan, yang tidak terbilang banyaknya. Orang berkontak dan berhubungan satu dengan yang lain menurut pola-pola sikap dan perilaku tertentu, yang entah dengan suka, entah terpaksa telah diterima oleh mereka. Umumnya dapat dikatakan bahwa kebanyakan orang akan menyesuaikan kelakuan mereka dengan pola-pola itu. Seandainya tidak, hidup sebagai manusia menjadi mustahil. “Masyarakat sebagai proses” dapat dipandang dari dua segi yang dalam kenyataannya tidak dipisahkan satu dengan yang lain karena merupakan satu kesatuan. Pertama masyarakat dapat dipandang dari segi anggotanya yang membentuk, mendukung, menunjang dan meneruskan suatu pola kehidupan tertentu yang kita sebut masyarakat. Kedua masyarakat dapat ditinjau dari segi pengaruh struktumya atas anggotanya. Pengaruh ini sangat penting sehingga boleh dikatakan bahwa tanpa pengaruh ini manusia satu persatu tidak akan hidup. Marilah kita perhatikan bagaimana jika pengaruh masyarakat yang berupa kepemimpinan, bahasa, hukum, agama, keluarga, ekonomi, pertahanan, moralitas dan lain sebagainya. Tanpa itu semua manusia satu persatu tidak akan berdaya, ia akan jatuh ke dalam suatu keadaan, di mana-mana manusia tidak akan berdaya dan manusia akan hancur oleh kekuatan-kekuatan alam dan nalurinya sendin.
Hubungan individu-masyarakat yaitu bahwa hidup bermasyarakat adalah ciptaan dan usaha manusia sendiri. Manusia berkeluarga, ia berkelompok. Selalu membuat sesuatu dan berbuat. Keluarga, kelompok, masyarakat dan negara tidak merupakan kesatuan-kesatuan yang berdiri di luar. Mereka ada usaha manusia, yang terus dipertahankan, dipelihara, ditunjang, atau apabila perlu-diubahkan atau diganti oleh manusia. Mereka adalah bagian hidupnya. Mereka adalah bentuk perilaku yang tergantung dari dia. Hidup bermasyarakat yang diusahakan dan diciptakan sendiri, bertujuan untuk memungkinkan perkembangannya sebagai manusia. Sebab tanpa masyarakat tidak ada hidup individual yang manusiawi. Jadi manusia sekaligus membentuk dan dibentuk oleh hasil karyanya sendiri, yaitu masyarakat. Manusia tidak bebas dalam arti bahwa ia bebas memilih antara hidup sendiri atau hidup berbagai dengan orang lain. Ia harus hidup berbagai agar tidak hancur. Tetapi cara dan bentuk hidup berbagai itu ditentukannya dengan bebas. Tidak ada satu pola kebudayaan yang mutlak dan universal. Jadi ada relasi timbal balik antara individu. Di satu pihak individu ikut membentuk dan menegakkan masyarakat, dan ia bertanggungjawab. Di lain pihak masyarakat menghidupi individu dan oleh karenanya bersifat mengikat bagi dia.
Hubungan antara masyarakat dan individu dapat digambarkan sebagai kutub positif dan kutup negatif pada aliran listrik. Jika dua kutub itu dihubungkan listrik ia akan mampu memberi kekuatan baginya dan menimbulkan suasana yang cerah. Jika individu dan masyarakat dipersatukan maka kehidupan individu dan masyarakat akan lebih bergairah dan suasana kehidupan individu dan kehidupan masyarakat akan lebih bermakna dan hidup serta bergairrah.
Sumber;
http://ms.wikipedia.org/wiki/Individualisme
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_15.html
KELUARGA, SEBUAH SISTEM SOSIALDalam pandangan manapun, keluarga dianggap sebagai elemen sistem sosial yang akan membentuk sebuah masyarakat. Adapun lembaga perkawinan, sebagai sarana pembentuk keluarga adalah lembaga yang paling bertahan dan digemari seumur kehadiran masyarakat manusia. Perbedaan pandangan hidup dan adat istiadat setempatlah yang biasanya membedakan definisi dan fungsi sebuah keluarga dalam sebuah masyarakat Peradaban suatu bangsa bahkan dipercaya sangat tergantung oleh struktur dan interaksi antar keluarga di dalam masyarakat tersebut.
Dalam bukunya " Sosiologi Suatu Pengantar " , Prof.Dr.P. J. Bouman menjelaskan tentang pengertian tatanan keluarga sebagai berikut ; Pada zaman dahulu famili itu adalah satu golongan yang lebih besar dari keluarga. Kebanyakan famili terdiri dari beberapa keluarga atau anak-anak dan cucu-cucu yang belum kawin yang hidup bersama-sama pada suatu tempat, dikepalai oleh seorang kepala famili yang dinamakan patriach (garis ayah ). Ikatan famili itu akan mempunyai pelbagai fungsi sosial, kesatuan hukum, upacara-upacara ritual dan juga pendidikan anak. 1)
Dalam pandangan feminis, keluarga dilihat sebagai bentuk yang dicanggihkan dari perbudakan ( famulus dalam bahasa Latin berarti budak ). Dari sudut pandang ini bisa dipahami usaha gigih kaum feminis menentang lembaga perkawinan yang dianggapnya sebagai lembaga pelestarian perbudakan laki-laki atas wanita.2)
1.
HUBUNGAN
INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Banyak para ahil telah memberikan
pengertian tentang masyarakat. Smith, Stanley dan Shores mendefinisikan
masyarakat sebagai suatu kelompok individu-individu yang terorganisasi serta
berfikir tentatang diri mereka sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda.
(Smith, Stanley, Shores, 1950, p. 5).
Dari pengertian tersebut di atas ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa masyarakat itu kelompok yang terorganisasi dan masyarakat itu suatu kelompok yang berpikir tentang dirinya sendiri yang berbeda dengan kelompok yang lain. Oleh karena itu orang yang berjalan bersama-sama atau duduk bersama-sama yang tidak terorganisasi bukanlah masyarakat. Kelompok yang tidak berpikir tentang kelompoknya sebagai suatu kelompok bukanlah masyarakat. Oleh karena itu kelompok burung yang terbang bersama dan semut yang berbaris rapi bukanlah masyarakat dalam arti yang sebenarnya sebab mereka berkelompok hanya berdasarkan naluri saja
Znaniecki menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang meliputi unit biofisik para individu yang bertempat tinggal pada suatu daerah geografis tertentu selama periiode waktu tertentu dari suatu generasi. Dalam sosiology suatu masyarakat dibentuk hanya dalam kesejajaran kedudukan yang diterapkan dalam suatu organisasi. (F Znaniecki, 1950, p. 145),
Jika kita bandingkan dua pendapat tersebut di atas tampak bahwa pendapat Znaniecki tersebut memunculkan unsur baru dalam pengertian masyarakat yaitu masyarakat itu suatu kelompok yang telah bertempat tinggal pada suatu daerah tertentu dalam lingkungan geografis tertentu dan kelompok itu merupakan suatu sistem biofisik. Oleh karena itu masyarakat bukanlah kelompok yang berkumpul secara mekanis akan tetapi berkumpul secara sistemik. Manusia yang satu dengan yang lain saling memberi, manusia dengan lingkungannya selain menerima dan saling memberi. Konsep ini dipengaruhi oleh konsep pandangan ekologis terhadap satwa sekalian alam.
Parson menjelaskan bahwa suatu sistem sosial di mana semua fungsi prasyarat yang bersumber dan dalam dirinya sendiri bertemu secara ajeg (tetap) disebut masyarakat. Sistem sosial terdiri dari pluralitas prilaku-pnilaku perseorangan yang berinteraksi satu sama lain dalam suatu lingkungan fsik. Jika masing masing individu ini berinteraksi dalam waktu yang lama dari generasi ke generasi dan terjadi pada proses sosialisasi pada generasi tersebut maka aspek ini akan menjadi aspek yang penting dalam sistem sosial. Dalam berintegrasi dan bersosialisasi ini kelompok tersebut mempergunakan kerangka acuan pendidikan.
Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka W F Connell (1972, p. 68-69) menyimpulkan bahwa masyarakat adalah (1) suatu kelompok orang yang berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai kelompok yang berbeda, diorganisasi, sebagai kelompok yang diorganisasi secara tetap untuk waktu yang lama dalam rintang kehidupan seseorang secara terbuka dan bekerja pada daerah geografls tertentu, (2) kelompok orang yang mencari penghidupan secara berkelompok, sampai turun temurun dan mensosialkan anggota anggotanya melalui pendidikan, (3) suatu ke orang yang mempunyai sistem kekerabatan yang terorganisasi yang mengikat anggota-anggotanya secara bersama dalam keselurühan yang terorganisasi.
Pendapat tersebut di atas tidak
berbeda dengan pendapat Liton yang dikutip oleh Indan Encang (1982, p.14) yang
menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup
lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan
dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan
batas-batas tartentu.
Pengertian masyarakat tersebut di atas merupakan pengertian yang sangat luas. Penduduk Indonesia sebagai masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Penduduk yang berpikir tentang
dirinya sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda dengan kelompok penduduk
pada suatu masyarakat lain seperti penduduk Singapura, kelompok Jawa, Sunda,
Banjar, Maluku, Sasak merupakan kelompok bagian dari penduduk Indonesia.
2.
Penduduk Indonesia ini secara
relatif mencukupi kebutuhan diri sendiri sebagai suatu kelompok yaitu mencukupi
kehidupannya dalam masyarakatnya terutama dengan bercocok tanam yang ditopang
dengan perindustrian.
3.
Penduduk Indonesia telah ada sebagai
kelompok sosial yang diakui pada periode waktu yang lama sampai sekarang, yaitu
sejak Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.
4.
Mereka hidup dan bekerja dalam
beribu-ribu pulau besar dan kecil yang terletak di daerah geografis antara
Samudera India dan Samudra Pasifik antara benua Asia dan Australia.
5.
Pengarahan anggota dari masyarakat
Indonesia ini melalui unit-unit keluarga yang kecil seperti kelompok-kelompok
etnik dan keluarga merupakan kelompok yang terkecil.
6.
Sosialisasi anak-anak melalui
sekolah terutama pada anak-anak umur empat atau lima tahun sampai 18 tahun baik
melalui sekolah negeri maupun swasta baik melalui pendidikan formal maupun
pendidikan non-formal.
7.
Masyarakat Indonesia ini mengikat
anggota-anggotanya melalui sistem yang digeneralisasikan dan suatu kekerabatan.
Sistem ini didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, dalam kehidupan sosial
politik, kehidupan ekonomi dan lapangan kehidupan yang lain. Ikatan yang paling
kuat adalah adanya satu pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan
dasar hukum nasional yang satu yaitu UUD 1945.
Pengertian individu :
Dalam ilmu sosial individu merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Umpama keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah merupakan individu yang sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian pula Ibu. Anak masih dapat dibagi sebab dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu.
Dalam ilmu sosial individu merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Umpama keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah merupakan individu yang sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian pula Ibu. Anak masih dapat dibagi sebab dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu.
Hubungan individu dan masyarakat
secara umum :
Hubungan antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono Soekanto (1981, p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah ditelaah tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p. 10) lebih lanjut menjelaskah bahwa pembahasan tentang hubung individu dan masyarakat telah dibahas sejak Socrates guru Plato.
Hubungan antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono Soekanto (1981, p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah ditelaah tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p. 10) lebih lanjut menjelaskah bahwa pembahasan tentang hubung individu dan masyarakat telah dibahas sejak Socrates guru Plato.
Hubungan antara individu dan masyarakat telah.banyak disoroti oleh para ahli baik para filsuf maupun para ilmuan sosial. Berbagai pandangan itu pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga pendapat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa (1) masyarakat yang menentukan individu, (2) individu yang menentuk masyarakat, dan (3) idividu dan masyarakat saling menentukan.
Pandangan yang pertama terhadap hubungan antara masyarakat dan individu didasarkan bahwa masyarakat itu mempunyai suatu realitas tersendini. Masyarakat yang penting dan Individu itu hidup untuk masyarakat. Pandangan ini berakar pada realisme yaitu suatu aliran filsafat yang mengatakan bahwa konsep-konsep umum seperti manusia binatang, pohon, keadaan, keindahan dan sebagainya itu mewakili realita luar diri yang memikirkan mereka. Jadi di luar manusia yang sedang berpikir ada suatu realitas tertentu yang bersifat umum. Oleh karena itu berlaku secara umum dan tidak terikat oleh yang satu persatu. Jika mengatakan manusia itu makhluk jasmani dan rohani, maka kita membicarakan setiap manusia terlepas dan manusia yang manapun dan di manapun. Konsekuensi dari pendapat itu maka masyarakat itu merupakan suatu realitas. Masyarakat memiliki realitas tersendiri dan tidak terikat oleh unsur yang lain dan yang berlaku umum. Masyarakat yang dipindahkan oleh seseorang itu berada di luar orang yang berpikir tentang masyarakat itu sendiri. Sebelum individu ada masyarakat yang dipikirkan itu telah ada. Oleh karena itu masyarakat itu tidak terikat pada individu yang memikirkannya. Menurut K J Veerger (1986) ada tiga pandangan yang memandang masyarakat sebagai suatu realitas yaitu pandangan holistis, organis dan kolektivitis.
Pandangan holisme terhadap hubungan individu dan masyarakat. Istilah holisme berasal dan bahasa Yunani, Holos yang berarti keseluruhan. Holisme memandang secara berlebihan terhadap totalitas (keseluruhan) path kesatuan kehidupan manusia dengan mengingkari adanya perbedaan di antara manusia. Keseluruhan dipandang sebagai sesuatu hal yang melebihi dari bagian-bagian. Pandangan yang bersifat holistis ini tampak pada pandangan Aguste Comte (1798 - 1853). Menurut Aguste Comte masyarakat dilihat suatu kesatuan di mana dalam bentuk dan arahnya tidak tergantung pada inisiatif bebas anggotanya, melainkan pada proses spontan otomatis perkembangan akal budi manusia. Akal budi dan cara orang berpikir berkembang dengan sendirinya. Prosesnya berlangsung secara bertahap, merupakan proses alam yang tak terelakkan dan tak terhentikan. Perkembangan ini dikuasal Oleh hukum universal yang berlaku bagi semua orang di manapun dan kapanpun Dan pandangan Comte in dapat diketahui bahwa umat manusia itu dipandang sebagai suatu keseluruhan, individu merupakan bagian-bagian yang hidup untuk kepentingan keseluruhan.
Pandangan organisme terhadap hubungan antara individu dan masyarakat. Organisme suatu aliran yang berpendapat bahwa masyarakat itu berevolusi atau berkembang berdasarkan suatu pninsip intrinsik di dalani dirinya sama seperti halnya dengan tiap-tiap organisme atau makhluk hidup. Prinsip perkembangan ini berperan dengan lepas bebas dari kesadaran dan kemauan anggota masyarakat.
Pandangan hubungan antara individu dan masyarakat sesuai dengan konsep organisme muncul dari Herbart Spencer (1985) diringkas oleh Margaret H Poloma (1979) sebagai berikut:
1.
Masyarakat maupun organisme hidup
sama-sama mengalami pertumbuhan.
2.
Disebabkan oleh pertambahan dalam
ukurannya, maka struktur tubuh sosial (social body) maupun tubuh organisme
hidup (living body) itu mengalami pertambahan pula, dimana semakin besar suatu
struktur sosial maka semakin banyak pula bagian-bagiannya, seperti halnya
dengan sistem biologis yang menjadi semakin kompleks sementara ia tumbuh
menjadi semakin besar Binatang yang lebih kecil, misalnya cacing tanah, hanya
sedikit memiliki bagian-bagian yang dapat dibedakan bila dibanding dengan
makhluk yang lebih sempurna, misalnya manusia.
3.
Tiap bagian yang tumbuh di dalam
tubuh organissme biologis maupun organisme sosial memiliki fungsi dan tujuan
tertentu: “mereka tumbuh menjadi organ yang berbeda dengan tugas yang berbeda
pula”. Pada manusia, hati memiliki struktur dan fungsi yang berbeda dengan
paru-paru; demikian juga dengan keluarga sebagai struktur institusional
memiliki tujuan yang berbeda dengan sistem politik atau alconomi.
4.
Baik di dalam sistem organisme
maupun sistem sosial, perubahan pada suatu bagian akan mengakibatkan perubahan
pada bagian lain dan pada akhirnya di dalam sistem secara keseluruhan.
Perubahan sistem politik dari suatu pemerintahan demokratis ke suatu
pemerintahan totaliter akan mempengaruhi keluarga, pendidikan, agama dan
sebagainya. Bagian-bagian itu saling berkaitan satu sama lain.
5.
Bagian-bagian tersebut, walau saling
berkaitan, merupakan suatu struktur-mikro yang dapat dipelajari secara
terpisah. Demikianlah maka sistem peredaran atau sistem pembuangan merupakan
pusat perhatian para spesialis biologi dan media, seperti halnya sistem politik
atau sistern ekonomi merupakan sasaran pengkajian para ahli politik dan
ekonomi.
Dari uraian tersebut di atas dapat
diketahui bahwa menurut Spencer masyarakat dipandang sebagai organisme hidup
yang alamiah dan deterministis (bebas). Semua gejala sosial diterangkan
berdasarkan hukum alam. Hukum yang mengatur pertumbuhan fisik tubuh manusla
juga mcngatur pertumbuhan sosial. Manusia sebagai individu tidak bebas dalam
menentukan arah pertumbuhan masyarakat. Manusia sebagai individu justru ditentukan
oleh masyarakat dalam pertumbuhannya. Masyarakat berdiri sendiri dan berkembang
bebas dari kemauan dan tanggung ja anggotanya di bawah kuasa hukum alam.
Hubungan individu dan masyarakat berdasarkan kolektivisme. Menurut pandangan kolektif masyarakat mempunyai realitas yang kuat. Segala sesuatu kepentingan individu ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat mengatur secara seragam untuk kepentingan kolektif.
Menurut Peter Jarvis (1986) yang dikutip oleh DR Wuradji MS (1988) Karl Mark, Bowles, Wailer dan Illich tokoh paham kolektif yang berpendapat bahwa individu tidak mempunyai kebebasan, kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elite (kelompok atas yang berkuasa) dengan mengatas namakan rakyat banyak.
Konsep masyarakat kolektif ini diterapkan pada paham totalitas di negara-negara komunis seperti RRC. Di dalam negara komunis individu tidak mempunyai hak untuk mengatur kepentingan diari sendiri, segala kebutuban diatur oleh negara. Negara diperintah oleh satu partai politik komunis. Dalam negara komunis ini makan, pakaian, perumahan dan kerja diatur oleh negara, individu tidak punya pilihan lain kecuali yang telah ditentukan oleh negara. Semua hak milik individu seperti yang dimiliki orang-orang atau keluarga di negara kita ini tidak ada.
Hubungan individu dan masyarakat menurut paham individualistis. Individualisme suatu paham yang menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan dan kebutuhan individu yang lebih penting dan pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Individu yang menentukan corak masyarakat yang dinginkan. Masyarakat harus melayani kepentmgan individu. Individu mempunyai hak yang mutlak dan tidak boleh dirampas oleh masyarakat demi kepentingan umum.
Paham individualisme juga disebut Atomisme. Atomisme berpendapat bahwa hubungan antara individu itu seperti hubungan antar atom-atom yang membentuk molekul-molekul. Oleh karena itu hubungan in bersifat lahiriah. Bukan kesatuan yang penting tetapi keaneka ragaman yang penting dalam masyarakat.
Pandangan individualistis ini yang otomistis ini berakar pada nominalisme suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa konsep-konsep umum itu tidak mewakili realitas dari sesuatu hal. Yang menjadi realitas itu individu. Realitas masyarakat itu ada karena individu itu ada. Jika individu tidak ada maka masyarakat itu tidak ada. Jadi adanya individu itu tidak tergantung pada adanya masyarakat.
J.J. Rousseau (1712-1778) dalam bukunya "kotrak sosial" menjelaskan paham liberalisme dan individualisme dalam satu kalimat yang terkenal: “Manusia itu dilahirkan merdeka, tetapi di mana-mana dibelenggu” (Driarkara SY, 1964, p. 109). Manusia itu bebas (merdeka) dan hidup pada lingkungan sekitar dan sesamanya. Hidup dalam lingkungan tertutup dari lingkungan dan sesamanya itu manusia merasa bahagia. Masyarakat hanya merupakan suatu kumpulan atau jumlah orang yang secara kebetulan saja berkumpul pada suatu tempat seperti butli-butir pasir tersebut di atas. Tidak ada hubungan satu dengan yang lain. Masyarakat terbina karena orang-orang yang kebetulan tidak berhubungan satu sama lain itu berhubungan disebabkan oleh adanya suatu kebutuhan, sehingga masing-masing individu itu mengadakan kontrak sosial untuk hidup bersama. Bentuk kerja sama dalam hidup bersama itu dibatasi oleh kebutuhan masing-masing individu. Hanya sampai pada batas tertentu saja individu itu hidup dalam masyarakat. Makin banyak kebutuhan seorang yang dapat dtharapkan dari masyarakat maka hubungan dengan masyarakat makin erat, sebaliknya makin sedikit kebutuhannya dalam masyarakat makin renggang hubungannya dengan masyarakat.
Paham yang memandang hubungan antara individu dan masyarakat dari segi interaksi. Dari uraian tersebut di atas kita telah mengetahui paham totalisme dan individualisme yang masih berpijak pada satu kutub. Paham totalisme berpijak pada masyarakat, sebaliknya paham individualisme. Totalisme mengabaikan peranan individu dalam masyarakat sebaliknya, paham individualisme mengabaikan peranan masyarakat dalam kehidupan individu. Oleh karena itu kedua-duanya diliputi oleh kesalahan detotalisme. Pabam individu memandang manusia sebagal seorang individu itu sebagai segala-galanya di luar individu itu tidak ada. Jadi masyarakat pun pada dasarnya tidak ada yang ada hanya individu. Sebaliknya paham totalisme memandang masyarakat itu segala di luar masyarakat itu tidak ada. Jadi individu itu hanya ada jika masyarakat itu ada. Adanya individu itu terikat pada adanya masyarakat.
Paham yang ketiga ini memandang masyarakat sebagai proses di mana manusia sendiri mengusahakan kehidupan bersama mcnurut konsepsinya dengan bertanggung jawab atas hasilnya. Manusia tidak berada
di dalam masyarakat bagaikan burung di dalam kurungannya, melainkan ia bermasyarakat. Masyarakat bulcan wadah melainkan aksi, yaitu social action. Masyarakat terdiri dari sejumlab pengertian, perasaan, sikap, dan tindakan, yang tidak terbilang banyaknya. Orang berkontak dan berhubungan satu dengan yang lain menurut pola-pola sikap dan perilaku tertentu, yang entah dengan suka, entah terpaksa telah diterima oleh mereka. Umumnya dapat dikatakan bahwa kebanyakan orang akan menyesuaikan kelakuan mereka dengan pola-pola itu. Seandainya tidak, hidup sebagai manusia menjadi mustahil. “Masyarakat sebagai proses” dapat dipandang dari dua segi yang dalam kenyataannya tidak dipisahkan satu dengan yang lain karena merupakan satu kesatuan. Pertama masyarakat dapat dipandang dari segi anggotanya yang membentuk, mendukung, menunjang dan meneruskan suatu pola kehidupan tertentu yang kita sebut masyarakat. Kedua masyarakat dapat ditinjau dari segi pengaruh struktumya atas anggotanya. Pengaruh ini sangat penting sehingga boleh dikatakan bahwa tanpa pengaruh ini manusia satu persatu tidak akan hidup. Marilah kita perhatikan bagaimana jika pengaruh masyarakat yang berupa kepemimpinan, bahasa, hukum, agama, keluarga, ekonomi, pertahanan, moralitas dan lain sebagainya. Tanpa itu semua manusia satu persatu tidak akan berdaya, ia akan jatuh ke dalam suatu keadaan, di mana-mana manusia tidak akan berdaya dan manusia akan hancur oleh kekuatan-kekuatan alam dan nalurinya sendin.
Hubungan individu-masyarakat yaitu bahwa hidup bermasyarakat adalah ciptaan dan usaha manusia sendiri. Manusia berkeluarga, ia berkelompok. Selalu membuat sesuatu dan berbuat. Keluarga, kelompok, masyarakat dan negara tidak merupakan kesatuan-kesatuan yang berdiri di luar. Mereka ada usaha manusia, yang terus dipertahankan, dipelihara, ditunjang, atau apabila perlu-diubahkan atau diganti oleh manusia. Mereka adalah bagian hidupnya. Mereka adalah bentuk perilaku yang tergantung dari dia. Hidup bermasyarakat yang diusahakan dan diciptakan sendiri, bertujuan untuk memungkinkan perkembangannya sebagai manusia. Sebab tanpa masyarakat tidak ada hidup individual yang manusiawi. Jadi manusia sekaligus membentuk dan dibentuk oleh hasil karyanya sendiri, yaitu masyarakat. Manusia tidak bebas dalam arti bahwa ia bebas memilih antara hidup sendiri atau hidup berbagai dengan orang lain. Ia harus hidup berbagai agar tidak hancur. Tetapi cara dan bentuk hidup berbagai itu ditentukannya dengan bebas. Tidak ada satu pola kebudayaan yang mutlak dan universal. Jadi ada relasi timbal balik antara individu. Di satu pihak individu ikut membentuk dan menegakkan masyarakat, dan ia bertanggungjawab. Di lain pihak masyarakat menghidupi individu dan oleh karenanya bersifat mengikat bagi dia.
Hubungan antara masyarakat dan individu dapat digambarkan sebagai kutub positif dan kutup negatif pada aliran listrik. Jika dua kutub itu dihubungkan listrik ia akan mampu memberi kekuatan baginya dan menimbulkan suasana yang cerah. Jika individu dan masyarakat dipersatukan maka kehidupan individu dan masyarakat akan lebih bergairah dan suasana kehidupan individu dan kehidupan masyarakat akan lebih bermakna dan hidup serta bergairrah.
HUBUNGAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT DI INDONESIA
Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa hubungan individu dan masyarakat itu dapat ditinjau dari segi masyarakat saja (totalisme), ditinjau dari segi individu saja (individualisme) dan ditinjau dari segi interaksi individu dan masyarakat. Dengan memperhatikan tiga pandangan ini maka bagaimana hubungan individu dan masyarakat di Indonesia? Profesor Supomo menyatakan bahwa hubungan antara warga negana dan negara Indonesia adalah hubungan yang integral. Driyarkara SY menyatakan bahwa hubungan masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah hubungan yang integral (Driyarkara, 1959, p. 225). Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa paham yang dianut untuk menggambarkan hubungan antara individu dan masyarakat di Indonesia adalah paham integralisme.
Paham inntegralisme berpendapat bahwa individu-individu yang bermacam-macam itu merupakan suatu kesatuan dan keseluruhan yang utuh. Manusia dalam masyarakat yang teratur dan tertib itu berada dalam suatu integrasi. Menurut Dniyarkara SY integrasi semacam ini dapat berarti dalam arti sosiologis dan psikologis, sebab manusia yang berada dalam integrasi itu merasa aman, tenang dan bahagia. Integrasi semacam ini terdapat dalam masyanakat kecil maupun besar, seperti keluarga, desa dan negara.
Menurut peneitian J. H. Boeke (1953) yang dikutip oleb Driyarkara SY (1959, p. 229-230) terhadap masyarakat Tenganan dan masyarakat Badui serta Tengger disimpuilcan bahwa dalam masyarakat yang integral akan terlihat adanya unsur-unsur pokok sebagai berikut: (1) keyakinan tentang adanya hubungan antara manusia dan dunia yang tak terlihat, (2) hubungan antara manusia dengan tanah tumpah darah yang sangat erat, (3) hubungan antara manusia dengan keluarga yang erat, (4) suatu bentuk masyarakat di mana semua anggotanya mengerti seluk beluk masyarakatnya, (5) kehidupan material yang layak karena orang mengerti bagaimana mencari kehidupan itu.
Hubungan individu dan masyarakat dalam Indonesia merdeka seperti yang dimaksud Prof. Supomo dapat diperhatikan dalam rumusan Proklamasi Kemerdekaan RI, Undang-Undang Dasar 1945 dan GBHN. Dalam Proklamasi dirumuskan: Kami bangsa Indonesia dengan mi menyatakan kemerdekaannya. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Atas nama bangsa Indonesia. Sukarno Hatta. (Nugroho Notosusanto, 1983, p. 17). Penggunaan kata kami dan atas nama bangsa Indonesia menunjukkan bahwa negara yang dikemer dekaan itu untuk semua warga bangsa Indonesia, bukan untuk Sukarno maupun Hatta. Hal ini berarti bahwa kemerdekaan untuk seluruh bangsa Indonesia diperjuangkan oleh masing-masing warga bangsa Indonesia. Jadi individu dan masyarakat terinntegrasi untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemederkaan Indonesia. Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea pertama dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Pada alinea kedua dinyatakan bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah mengantarkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pada alinea yang ketiga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan yang luhur supaya berkebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Pada alinea keempat dinyatakan bahwa pemerintahan negara Indonesia yang dibentuk adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa kepentingan yang diperjuangkan adalah masyarakat secara keseluruhan dan individu-individu sebagai warga bangsa secara perseorangan.
Perhatian terhadap masyarakat dan individu dapat dijumpai pada pasal-pasal dalam UUD 1945 seperti pasal 30 yang mengatur hak dan kewajiban warga negara untuk membela negara, pasal 31 yang mengatur hak dan kewajiban tentang pengajaran bagi tiap-tiap warga negara dan pemerintah, pasal 33 yang mengatur tentang (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, (2) cabang cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, (3) bumi dan air dan kekayaan-kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat, pasal 34 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Dalam pasal 27 dijelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 28 menyatakan tiap-tiap warga negara mempunyai kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang. Pasal 29 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pada pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Jika pasal demi pasal tersebut di atas diperhatikan maka jelas bahwa individu dan masyarakat diberi kewajiban dan hak dalam mengejar kehidupan yang bahagia sejahtera.
Dalam Ketetapan MPR nomor II/MPR/l988 tentang tujuan pembangunan nasional dijelaskan bahwa pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara Kesatauan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Dan pemyataan ini dapat diketahui bahwa kepentingan individu dan kepentingan bersama-sama mendapat perhatian dan diberi tempat yang sama dalam menciptakan kehidupan yang bahagia sejahtera.
Berdasarkan ketetapan MPR NO. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dijelaskan tentang Pandangan Pancasila terhadap hubungan individu dan masyarakat bahwa. kebahagian manusia akan tercapai jika dapat dikembangkan hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antara manusia dan masyarakat. Hubungan sosial yang selarasdan serasi, selaras dan seimbang itu antara individu dan masyarakat itu tidak netral, tetapi dijiwai oleh nilai-nilal yang terkandung dalam lima sila dalam Pancasila secara kesatuan.
Dan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan integralisme ini tidak lain adalah pandangan Pancasila yang memandang hubungan individu dan masyarakat itu secara serasi selaras dan seimbang dalam menciptakan manusia yang sejahtera dan bahagia lahir batin, dunia dan akhirat.
Arti
Definisi/Pengertian Negara Dan Fungsi Negara - Pendidikan Kewarganegaraan PKn
Fri, 01/08/2008 - 1:06am — godam64
Negara adalah suatu daerah atau
wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur
ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di
dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah,
pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.
Pengertian Negara Berdasarkan Pendapat
Para Ahli :
- Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
- Georg Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.
- Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
- Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
- Georg Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.
- Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
Indonesia adalah sebuah negara
kepulauan yang berbentuk republik yang telah diakui oleh dunia internasional dengan
memiliki ratusan juta rakyat, wilayah darat, laut dan udara yang luas serta
terdapat organisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berkuasa.
Negara merupakan suatu organisasi
dari rakyat negara tersebut untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah
konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negara tersebut. Indonesia memiliki
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi cita-cita bangsa secara bersama-sama.
Fungsi-Fungsi Negara :
1. Mensejahterakan serta memakmurkan
rakyat
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
2. Melaksanakan ketertiban
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
3. Pertahanan dan keamanan
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.
4. Menegakkan keadilan
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.
Manusia dan Lingkungan
A.
Pengertian Manusia dan Lingkungan
1. Pengertian Manusia
Manusia
adalah makhluk hidup ciptaan tuhan dengan segala fungsi dan
fotensinya yang tunduk pada aturan hukum yang ada, mengalami
kelahiran,pertumbuhan perkembangan dan mati dan seterusnya, serta terkait dan
berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam hubungan sebuah timbale balik
baik itu positif maupun negative.
fotensinya yang tunduk pada aturan hukum yang ada, mengalami
kelahiran,pertumbuhan perkembangan dan mati dan seterusnya, serta terkait dan
berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam hubungan sebuah timbale balik
baik itu positif maupun negative.
2. Pengertian Lingkungan
Lingkungan
adalah suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari
penghidupannya, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait
secara timbale balik
penghidupannya, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait
secara timbale balik
Vegas Sands Casino | Online Slots | Online Casinos
BalasHapusWith over 3,000 of the most popular slots in Las Vegas, you'll be able หาเงินออนไลน์ to play septcasino all your favorite casino games and play 바카라 your favorite slots.